"Banyaknya campur tangan swasta bahkan pihak asing dalam proyek pembangunan IKN justru membahayakan kedaulatan negara. Karena mereka akan lebih leluasa mencengkeram dan mengontrol ibu kota."
Oleh. Diyani Aqorib
NarasiPost.Com-Rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) menjadi topik pembicaraan akhir-akhir ini. Bagaimana tidak? Di tengah kondisi kesulitan ekonomi karena pandemi dan tingginya utang luar negeri, pemerintah bersikeras untuk melanjutkan proyek pembangunan IKN di wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Seakan banyaknya kritik dan saran dari berbagai kalangan, tak berarti apa-apa.
Seperti kritik dari ekonom senior Faisal Basri, yang menilai bahwa proyek IKN tidak memiliki perencanaan yang matang. Menurutnya skema pembiayaan proyek tersebut tidak jelas. Di mana awalnya pemerintah berencana tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun di kemudian hari, pemerintah mengumumkan skema pembiayaan pembangunan IKN hingga 2024 akan dibebankan pada APBN sebesar 53,3 persen. Sedangkan sisanya yaitu 46,7 persen akan didapat dari kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), swasta, dan BUMN (kompas.com, 23/01/2022).
Tidak hanya itu, sebelumnya kritik juga datang dari koalisi organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 17 LBH kantor, Yayasan Srikandi Lestari, Sajogyo Institute dan #Bersih Indonesia. Mereka memandang bahwa proyek pemindahan IKN tidak lebih dari proyek oligarki. Karena banyaknya wilayah konsesi dan pusat bisnis berbagai korporasi yang masuk dalam kawasan IKN (kompas.com, 23/01/2022).
Bahkan, nantinya akan dibangun fasilitas-fasilitas yang canggih dan berteknologi tinggi. Seperti yang disampaikan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bapenas, Suharso Monoarfa bahwa perusahaan Space Exploration Technologies Corporation (Spacex) milik Elon Musk meminta pemerintah membangun landasan pesawat berkecepatan tinggi layaknya roket di ibu kota negara baru. Sehingga, Indonesia akan mendapatkan akses transportasi khusus menuju Amerika Serikat (AS) dengan durasi penerbangan yang singkat (merdeka.com, 14/01/2022).
Ancaman Kedaulatan Negara
Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Mulai dari hutan, tambang, dan perkebunan sawit. Dari sini bisa dipastikan akan banyak korporasi asing yang tergiur untuk berinvestasi dan mengeruk keuntungan di sana.
Berkaitan dengan biaya proyek IKN, maka sudah jamak diketahui bahwa biaya proyek tersebut tidaklah sedikit. Diperkirakan menembus angka 501 triliun. Di mana salah satu sumbernya didapatkan dari pihak swasta. Sehingga, tidak mungkin pihak swasta tersebut menyerahkannya secara cuma-cuma.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menengarai adanya kemungkinan barter konsesi milik korporasi yang lahannya akan terpakai proyek IKN. Proyek IKN juga disebut bakal menggusur sedikitnya 20.000 masyarakat adat dari 19 kelompok adat di Penajam Paser Utara dan 2 kelompok di Kutai Kartanegara.
Banyaknya campur tangan swasta bahkan pihak asing dalam proyek pembangunan IKN justru membahayakan kedaulatan negara. Karena mereka akan lebih leluasa mencengkeram dan mengontrol ibu kota. Belum lagi fasilitas-fasilitas yang dibangun akan memudahkan mereka dalam mengatur kepentingannya. Sehingga, melalui proyek-proyek di IKN tersebut pihak asing akan lebih mudah masuk dan mengancam kedaulatan negara.
Khilafah Menjaga Kedaulatan Negara
Khilafah merupakan negara berdasarkan ideologi Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Salah satunya adalah aturan penjagaan perbatasan dan kedaulatan negara. Di mana kedaulatan negara akan benar-benar dijaga demi kepentingan rakyat dan keagungan Islam.
Apabila ada pembangunan di suatu wilayah daulah terutama ibu kota, maka Khalifah sebagai kepala negara tidak akan membiarkan pihak asing campur tangan dalam pembiayaannya. Termasuk dalam pengelolaannya. Karena Khalifah menyadari bahwa campur tangan asing dapat mengancam kedaulatan negara dan membahayakan rakyat.
Dalam sistem Khilafah pemindahan ibu kota negara harus ditinjau urgensinya. Termasuk dari sisi keamanannya. Apalagi bila kondisi masyarakat serba sulit. Ditambah keuangan negara sedang minim, tentu Khalifah tidak akan memaksakan proyek pemindahan ibu kota negara. Khalifah akan fokus pada mengurusi urusan rakyat, demi kesejahteraan dan keselamatan rakyat. []