Munculnya Polemik Hukuman Mati

"Aturan yang lahir dari sistem demokrasi berasal dari manusia yang memiliki keterbatasan berpikir dan lemah, sehingga hukuman yang diberikan sering tidak logis dan adil. Begitu pula, ketika ada wacana hukuman mati dianggap melanggar HAM."

Oleh. Sri Retno Ningrum
(Penulis Ideologis)

NarasiPost.Com-Kasus kejahatan seksual dan korupsi semakin menjamur di negeri ini. Tentu kita masih ingat kasus Herry Wirawan yang melakukan rudapaksa terhadap 13 santriwati hingga hamil dan melahirkan. Ada pula, Heru Hidayat sebagai Presiden Komisaris PT. Trada Alam Minera (TRAM) yang terlibat korupsi Jiwasraya dan PT ASABRI. Dari kedua kasus di atas muncul sanksi hukuman mati, akan tetapi malah menimbulkan polemik bagi sebagian kalangan.

Dilansir dari Tribunnews.com, Komnas HAM dan pihak lain menginginkan agar TPKS disahkan dengan tujuan untuk melindungi korban kekerasan seksual, akan tetapi menolak hukuman mati bagi para pelaku kejahatan seksual. Demikian pula, dalam kasus korupsi ASABRI dengan pelaku Heru Hidayat, pihak pengadilan tidak bisa memberikan hukuman mati dikarenakan tersangka sudah mendapatkan hukuman seumur hidup dalam kasus Jiwasraya. Padahal, tersangka dalam kasus ASABRI telah merugikan negara sebesar Rp22,7 triliun. (Detiknews.com 19/1/2022).

Sistem Demokrasi Menimbulkan Polemik

Apabila kita mengamati kasus kejahatan seksual dan korupsi tentu saja sangat merugikan orang lain. Sebagaimana kasus pemerkosaan yang dilakukan HW, para korban harus kehilangan keperawanannya sebelum menikah. Mereka juga mengalami trauma, sedangkan kasus korupsi telah merugikan negara.

Sistem demokrasi melahirkan ide kebebasan. Salah satunya adalah kebebasan berpendapat. Semua orang boleh mengemukakan pendapatnya. Akan tetapi sangat disayangkan, di saat mereka mengemukakan pendapatnya ghorizatul baqo’ muncul, dengan kata lain menganggap pendapatnya paling benar sehingga memunculkan sebuah polemik. Polemik sendiri dalam KBBI adalah sebuah perdebatan sengit yang diadakan di tempat umum atau media berbentuk tulisan. Tak hanya itu, aturan yang lahir dari sistem demokrasi berasal dari manusia yang memiliki keterbatasan berpikir dan lemah, sehingga hukuman yang diberikan sering tidak logis dan adil. Begitu pula, ketika ada wacana hukuman mati dianggap melanggar HAM. Lebih jauh lagi, para pelaku kejahatan bagi orang kaya diberi hukuman yang ringan, seperti uang ganti rugi dan beberapa tahun di penjara dengan fasilitas yang mewah bagai di istana. Ini tentu menjadikan kecemburuan sosial bagi warga kelas menengah hingga bawah.

Islam Mampu Memberikan Solusi

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt (Sang Khaliq) untuk memecahkan semua permasalahan kehidupan manusia, khususnya kejahatan seksual dan korupsi. Sehingga sebagai muslim sudah sepantasnya mengambil solusi Islam dalam mengatasi permasalahan tersebut. Dalam Al-Qurán di surah An-Nur ayat 2, Allah Swt memberikan sanksi bagi pelaku zina. Adapun kalangan sahabat dan tabi'in maupun ulama-ulama terpandang di setiap zaman menyatakan bahwa pezina yang belum menikah (ghair muhsan) dijilid sebanyak 100 kali cambukan. Sedangkan pezina muhsan dirajam hingga mati (Sistem Sanksi dalam Islam, Abdurrahman Al Maliki dan Ahmad Ad Da’ur, hal. 29).

Demikian pula pada masa kejayaan Islam, khalifah akan tegas memberikan sanksi bagi pelaku korupsi. Hukumannya bisa berupa tasyhir atau perwataan (zaman dahulu diarak keliling kota, sekarang bisa ditayangkan ke media elektronik dan sosial), hukuman cambuk, penyitaan harta, pengasingan, hukuman penjara bahkan hukuman mati tergantung jumlah besarnya harta yang dikorupsi. Adapun pemberian hukuman disaksikan oleh khalayak umum sehingga menjadikan jera bagi masyarakat melakukan hal yang serupa.

Bagi para pelaku, hukuman tersebut menjadi penebus dosa (jawabir) di akhirat. Sehingga perbuatan yang pernah dilakukan sudah tidak dimintai pertanggungjawaban di padang mahsyar. Semua hukuman itu dapat diberlakukan jika sudah ada institusi daulah islamiah atau khilafah. Tidak hanya memberlakukan sanksi, khilafah juga melakukan upaya pencegahan agar tidak ada kasus yang serupa. Misalnya, dalam kasus kejahatan seksual, maka negara akan menerapkan sistem pergaulan Islam, menumbuhkan sifat takut pada Allah Swt dan mengawasi setiap media yang membawa konten negatif. Dalam masalah korupsi, langkah preventif yang dilakukan negara adalah mendidik rakyatnya untuk memiliki sikap muraqabah (selalu merasa diawasi Allah Swt), memberikan gaji, tunjangan serta fasilitas yang layak bagi pegawai, larangan menerima suap dan hadiah bagi pegawai dan perhitungan kekayaan bagi pejabat.

Maka, sudah sepantasnya kita mewujudkan kembali sistem Islam atau khilafah di bumi ini. Karena sejatinya sistem Islam atau khilafah yang mampu mengatasi masalah kehidupan manusia sehingga kehidupan aman, damai dan sejahtera dirasakan oleh warga daulah, baik muslim maupun nonmuslim. Wallahu’alam Bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Sri Retno Ningrum Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mengenal Sosok Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur, Sang Pembangun Kota Baghdad
Next
Drama Disrupsi Rumah Tangga
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Riyani
Riyani
2 years ago

Maju terus NP

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram