Long Covid

"orang-orang yang diberikan ujian berupa Long-COVID adalah orang yang ‘beruntung’. Sebab Allah berarti hendak memperpanjang masa ‘panen pahala’ atas ujian sakit karena wabah yang dialami. "

With dr. Nisa Utami Sp.PD

NarasiPost.Com-“Assalamualaikum ibu Afwan saya mau bertanya, apakah orang yang pernah kena covid daya tahan tubuhnya melemah? Karena seperti yang saya dan beberapa teman rasakan yang pernah kena covid, badan sering lemah dan sering ambruk, daya ingat berkurang, dan mudah lelah. Jazakumullahu khairan, Bu…”

-UN

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh…

Terima kasih sudah memberikan pertanyaan ke Rubrik “With dokter Nisa”, semoga saya bisa memberikan jawaban yang bermanfaat.

COVID-19 tidak menyerang atau melemahkan daya tahan tubuh. Justru sebaliknya, daya tahan tubuh yang lemah adalah salah satu penyebab terkena COVID.

Adapun rasa lemah, cepat sakit, daya ingat berkurang, dan mudah lelah yang dialami setelah mengalami COVID-19 merupakan suatu kondisi yang disebut Long COVIDatau sindroma paska-COVID (post-COVID syndrome).

Penyebab terjadinya kondisi ini belum diketahui secara pasti, karena terdapat banyak faktor dan mekanisme yang menyebabkan terjadinya banyak keluhan pada tubuh paska menderita COVID. Namun dalam jurnal Vaccine (Basel) 2021 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/), adanya proses peradangan yang memanjang (prolonged inflammation) diduga sebagai penyebab kunci terjadinya keluhan-keluhan tersebut misalnya keluhan pada sistem saraf, gangguan daya ingat (kognitif), dan beberapa keluhan pada sistem tubuh lainnya. 

Perlu diketahu bahwa infeksi virus Sars-Cov-2 penyebab COVID-19 memang bisa menyebabkan badai sitokin yang pada akhirnya menyebabkan seseorang jatuh pada kondisi Sepsis. Sepsis terjadi akibat respon tubuh yang tidak normal (dysregulated host response) ketika menghadapi suatu infeksi, sehingga menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh melalui mekanisme badai cytokine (mediator radang). Sisa efek peradangan pada organ inilah, yang dianggap menjadi alasan terjadinya Long-COVID.

Lalu mungkin muncul pertanyaan, kapan seseorang dikatakan mengalami Long COVID?

Seseorang dikatakan mengalami Long-COVID apabila: sejak timbulnya gejala COVID-19 pertama kali dan dinyatakan sembuh, namun keluhan menetap hingga 4 minggu atau muncul keluhan-keluhan baru hingga lebih dari 12 minggu selanjutnya, tanpa diketahui diagnosis penyakit lain yang menjelaskan keluhan-keluhan tersebut. Jadi misalnya Ibu UN mengalami infeksi COVID-19 pada minggu pertama bulan juli, kemudian menjalani isolasi mandiri selama 2 minggu. Namun setelah dinyatakan sembuh atau swab PCR negatif, Ibu masih merasakan keluhan-keluhan pada tubuh seperti saat sakit atau muncul keluhan-keluhan baru (seperti yang disampaikan sebelumnya yaitu mudah lelah, lemah, dan penurunan daya ingat). Jika keluhan tadi masih dirasakan sampai melewati akhir bulan September (12 minggu) maka dapat dikatakan Ibu mengalami Long-COVID atau Sindroma Paska-COVID (post-COVID syndrome).

Apa saja gejala-gejala dari Long-COVID yang perlu dicurigai?

Masih menurut jurnal yang sama di atas, gejala yang paling sering dilaporkan adalah merasa cepat lelah dan sesak. Gejala lain yang menetap di antaranya gangguan kognitif (daya ingat menurun), gangguan Kesehatan mental (depresi, ansietas, atau post-traumatic stress disorder), nyeri dada, nyeri sendi, dada berdebar, nyeri otot, gangguan penciuman, gangguan indra perasa, batuk, nyeri kepala, masalah pencernaan dan keluhan jantung. Terkadang ditemui juga keluhan pada kulit seperti ruam pada kulit dan rambut rontok (https://www.nice.org.uk/guidance). Jadi, keluhan-keluhan yang Ibu UN sampaikan, memang masuk gambaran dari Long-COVID. Namun jika dalam masa pemantauan paska COVID didapatkan gejala akut baru seperti gejala awal terkena COVID-19 sebelumnya, diharapkan segera melakukan pemeriksaan swab ulang untuk memastikan tidak terjadi re-infeksi (terkena COVID kembali).

Siapa saja yang berisiko mengalami Long-COVID?

Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Pendidikan UGM, dr. Siswanto, Sp. P, menerangkan bahwa kondisi ini banyak ditemui pada pasien dengan derajat keparahan sedang, berat, dan kritis, serta pasien dengan komorbid, meski tidak menutup kemungkinan terjadi pada pasien dengan kategori ringan (ugm.ac.id). Pada jurnal di sebelumnya, juga dijelaskan bahwa faktor risiko seseorang bisa mengalami Long-COVID adalah jenis kelamin perempuan, gejala awal COVID-19 yang dialami >5, mengalami keluhan sesak saat awal terkena COVID-19, memiliki gangguan psikiatri sebelumnya, dan beberapa hasil laboratorium yang abnormal ketika sakit COVID-19 (peningkatan D-dimer dan jumlah limfosit menurun).

Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi Long-COVID?

Masih menurut dr. Siswanto, Sp.P, beliau memberikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat pemulihan kondisi Long-COVID, yaitu mengonsumsi makanan tinggi protein dan rendah karbohidrat (zat pati), melakukan intermittent fasting atau pengaturan diet dengan berpuasa, tidur berkualitas 6-8 jam di malam hari, dan perbanyak konsumsi vitamin C, D, B, E, dan antioksidan, menghindari stres serta mengontrol penyakit penyerta yang dimiliki (ugm.ac.id). Hal-hal ini diharapkan dapat menstimulus tubuh untuk melakukan proses autophagy yang merupakan mekanisme perbaikan organ tubuh yang mengalami kerusakan sel.

Dari sini kita jadi mendapatkan bukti bahwa di balik syariat Islam tentang berpuasa, terdapat segudang hikmah dan kemaslahatan untuk Kesehatan. Sesuai dengan yang disampaikan dalam riwayat Abu Hurairah yang antara lain dinukilkan Imam Ath Thabrani misalnya, potongan hadits Rasulullah SAW menyebutkan:

 “Berpuasalah kalian maka kalian akan sehat.” (Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Awsath).

Meski hadits ini lemah menurut sebagian ulama, tetapi sebagian ulama lainnya menghukuminya hasan. Dan hal tersebut terbukti pada Rasulullah, yang mencontohkan untuk memperbanyak puasa dan beliau hampir tidak pernah sakit selama hidupnya.

Namun, menurut saya, orang-orang yang diberikan ujian berupa Long-COVID adalah orang yang ‘beruntung’. Sebab Allah berarti hendak memperpanjang masa ‘panen pahala’ atas ujian sakit karena wabah yang dialami. Seperti pada salah satu hadist yang artinya:

“…Tidak ada seorang pun yang terserang wabah, lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala, juga mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah mentakdirkannya kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid." (HR. Bukhari, An-Nasa'i, dan Ahmad).

Semoga Allah memberikan kesabaran kepada Ibu UN dan memberikan pahala berlipat ganda atas kesabaran tersebut. Tetaplah beikhtiar untuk sembuh dan pulih, karena setiap ikhtiar InSyaa Allah akan diganjar pahala oleh Allah swt.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
dr. Nisa Utami, Sp.PD Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mengubah Insecure dengan Meluaskan Syukur
Next
Rasional Tanpa Menjadi Liberal
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram