"Keteraturan di alam semesta ini tidak mungkin akan terjadi tanpa adanya campur tangan dari Allah Swt., yaitu sebagai pencipta dan pengatur kehidupan. Begitupun reaksi fusi yang seolah terjadi karena kehebatan akal manusia sejatinya tidak akan terjadi jika Allah Swt. tidak berkehendak atasnya."
Oleh. Annisa Fauziah, S.Si
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Perkembangan sains dan teknologi sering dijadikan parameter terkait kemajuan sebuah bangsa. Bahkan, teknologi digunakan sebagai ajang adu gengsi antarnegara. Salah satu kabar terbaru di tahun 2022, yaitu keberhasilan Cina dalam membuat matahari buatan. Apa yang menjadi keistimewaan dari matahari buatan ini?
Seperti dilansir dari Kompas.com (10/1/22), matahari buatan Cina bisa memanaskan satu putaran plasma hingga lima kali lipat suhu matahari. Proses ini dilakukan selama lebih dari 17 menit. Reaktor fusi nuklir yang dikenal dengan Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST) ternyata bisa mempertahankan suhu 158 juta derajat fahrenheit (70 juta derajat celcius) selama 1.056 detik.
Sebelumnya, pada Mei 2021, EAST juga telah mencetak rekor lain, yaitu bertahan pada suhu 120 juta derajat celcius selama 101 detik. Bahkan, pencapaian ini belum pernah terjadi sebelumnya. Padahal, suhu matahari yang sebenarnya hanya sekitar 15 juta derajat celcius.
Lalu, apa sebenarnya yang menjadi latar belakang dibuatnya matahari buatan ini?
Teknologi yang disebut dengan fusi nuklir ini bisa diterapkan untuk pembuatan sumber energi. Selain itu, teknologi turunannya juga bisa digunakan di berbagai bidang. Dilansir dari Global Times, prospek dari teknologi turunan penelitian fusi nuklir bisa diaplikasikan untuk pengobatan kanker, kereta maglev, resonansi magnetik nuklir, dan aplikasi lainnya. (cnnindonesia.com, 3/1/22)
Namun pertanyaannya, apakah penelitian ini benar-benar digunakan untuk memberikan kebermanfaatan bagi umat manusia? Atau ada misi lain di baliknya?
Ternyata bukan hanya Cina yang melakukan penelitian serupa. Ilmuwan Soviet, Natan Yavlinsky, sudah merancang Tokamak pertama pada tahun 1958. Apakah penelitiannya berhasil? Sayangnya, belum ada yang pernah berhasil membuat reaktor eksperimental yang bisa mengeluarkan lebih banyak energi daripada yang dibutuhkan. Salah satu kendala utamanya adalah bagaimana menangani plasma yang cukup panas untuk melebur? Memang relatif mudah untuk membuat plasma ke suhu yang lebih panas dari matahari. Akan tetapi, merupakan proses yang rumit untuk menemukan cara mengurung plasma tanpa membakar dinding reaktor dan tanpa merusak proses fusi. Bahkan, EAST diperkirakan akan menelan biaya lebih dari 1 triliun dollar AS ketika eksperimen selesai pada Juni 2022.
Sekilas matahari buatan yang digagas oleh Cina mungkin membuat decak kagum dari banyak kalangan. Tak sedikit juga yang akhirnya “mendewakan” kemajuan sains. Nah, apakah benar kemajuan sains ini berkorelasi dengan dengan kebangkitan peradaban manusia?
Sains dan Teknologi dan Kebangkitan Umat Manusia
Klaim matahari buatan tanpa sadar telah menggiring opini masyarakat untuk memikirkan ulang tentang kuasa Sang Maha Pencipta. Padahal, seperti kita ketahui bahwa keteraturan di alam semesta ini tidak mungkin akan terjadi tanpa adanya campur tangan dari Allah Swt., yaitu sebagai pencipta dan pengatur kehidupan. Begitupun reaksi fusi yang seolah terjadi karena kehebatan akal manusia sejatinya tidak akan terjadi jika Allah Swt. tidak berkehendak atasnya.
Dalam menyikapi fenomena seperti ini ada baiknya kita bisa memfilter berbagai informasi agar umat Islam tidak mengalami sesat pikir. Apalagi jika latah dengan ideologi yang mereka usung. Cina dengan ideologi sosisalisme tentu akan menafikan adanya peran Tuhan di dalam kehidupan. Apalagi berharap mengaitkan penciptaan dan keteraturan alam semesta dengan agama. Sebab, bagi mereka agama adalah sesuatu yang harus dijauhkan dari kehidupan.
Dialektika matrealisme yang diusung oleh ideologi sosialisme menyandarkan segala sesuatu berasal dari materi dan akan menjadi materi. Senada dengan ideologi sosialisme, Barat yang notabene menjadi kiblat kemajuan sains dan teknologi pun menjadikan ruh sekularisme menjadi asas dalam kehidupannya. Oleh karena itu, wajar jika berbagai teori dan hasil penelitian yang dihasilkan senantiasa dijauhkan dari agama. Artinya, porsi agama hanya dipakai di dalam ranah ibadah ritual semata.
Adapun Islam sebagai agama yang sempurna nyatanya tidak memisahkan sains dan teknologi dengan syariat Islam. Berbagai riset yang dihasilkan tidak terlepas dari tujuan untuk kemaslahatan umat manusia bukan untuk profit apalagi sekadar gengsi saja. Arah riset senantiasa ditujukan untuk menyelesaikan berbagai problematika manusia.
Ideologi Islam telah meningkatkan taraf berpikir manusia pada level berpikir yang cemerlang (mustanir). Oleh karena itu, ketika pun para peneliti menemukan suatu fenomena yang luar biasa maka ia tidak akan melepaskan keterkaitannya dengan Sang Pencipta. Kita bisa menyimpulkan bahwa semua kehebatan itu tidak mungkin akan terjadi tanpa kuasa dari-Nya.
Pemikiran yang cemerlang ini akan membuat manusia untuk tetap tunduk kepada syariat-Nya, bukan justru membuat aturan kehidupan semaunya. Keimanan yang kokoh pada diri seorang muslim akan mendorong dia untuk memandang kehidupan ini bukanlah sesuatu yang kekal. Sebab, hanya Allah Swt. sajalah yang bersifat azali.
Oleh karena itu, seorang muslim akan paham bahwa dunia ini hanyalah sementara. Maka, tak ada pilihan lain bagi dia untuk menghabiskan waktunya dengan kegiatan yang sia-sia. Akan tetapi, justru ia akan berlomba-lomba untuk mempersembahkan amalan terbaiknya dalam melakukan ketaatan kepada Allah Swt.
Kemajuan sains dan teknologi pun justru akan semakin mendorong umat Islam untuk meyakini sifat Allah Swt. yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Jika Allah Swt. berkendak semua pasti terjadi. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 117 yang artinya: ”Allah Pencipta langit dan bumi. Apabila Dia hendak menciptakan sesuatu, Dia hanya berkata padanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu.” Bukankah hal tersebut menunjukkan kekuasaan yang tak terbatas dari pencipta alam semesta?
Di dalam Al-Qur’an surat An-Naba ayat 13 pun dijelaskan tentang penciptaan matahari. Allah Swt. berfirman: ”Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari).” Oleh karena itu, Islam menempatkan ilmu sebagai "saudara kembar" dari keimanan. Kebangkitan ilmu dan teknologi menjadi jalan bagi kaum muslimin mengenal dan mengagungkan keesaan Allah Swt.
Berbicara tentang gambaran sebuah negara maju maka perlu bagi kita untuk mendudukkan terlebih dahulu definisi kebangkitan dan parameternya. Benarkah asumsi masyarakat yang mengorelasikan antara kebangkitan dengan perkembangan teknologi, perekonomian ataupun pendidikan semata? Mari kita lihat secara lebih mendalam. Misalnya saja, Amerika Serikat sebagai negara adidaya di Barat dan Cina sebagai negara adidaya di Timur nyatanya tak bisa disebut memiliki kebangkitan yang hakiki. Sebab, di tengah kemajuan teknologinya justru Barat sendiri mengalami krisis dalam berbagai bidang. Mulai dari krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis moral. Bahkan, sekadar untuk merasakan kehidupan yang aman dan tenteram pun masih dipertanyakan. Lalu, apakah kemajuan ilmu pengetahuan yang mereka agung-agungkan membawa kepada kebangkitan yang hakiki?
Begitupun juga dengan Cina, negara yang mengadopsi sistem sosialisme ini justru merampas hak dasar dari individu agar sama rata dan sama rasa. Akhirnya, masyarakat dipaksa untuk hidup di dalam tekanan tangan besi. Benarkah kemajuan seperti ini yang diharapkan oleh masyarakat?
Peradaban Gemilang dalam Naungan Islam
Kebangkitan yang hakiki sejatinya tidak bisa didapatkan dari sistem selain Islam. Sebab, sistem yang lahir dari aturan buatan manusia pasti akan menimbulkan berbagai pertentangan. Apalagi aturan yang datangnya dari akal manusia pasti memiliki keterbatasan. Sebab, akal manusia itu sendiri bersifat terbatas dan tak mampu menjangkau segala hal.
Berbeda dengan sistem Islam yang aturannya berasal dari Allah Swt. Oleh karena itu, sudah bisa dipastikan aturannya bersifat sempurna dan menyeluruh. Oleh karena itu, parameter kebangkitan sejati tidak lain adalah dengan adanya kebangkitan berpikir di tengah masyarakat. Akidah Islam akan senantiasa menjadi landasan sekaligus kepemimpinan berpikirnya.
Asumsi masyarakat yang mengatakan bahwa ketika kita kembali kepada sistem Islam, maka kita akan kembali kepada zaman batu alias mengalami keterbelakangan, semua itu ternyata hanyalah asumsi tak berdasar. Sebab, fakta empiris maupun historis sudah menunjukkan bagaimana sistem Islam sudah berjaya sekitar 13 abad lamanya.
Melalui penerapan Islam dan dakwah yang dilakukan oleh negara, maka umat Islam bisa bangkit menjadi umat terbaik (khairu ummah). Islam telah mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kebodohan.
Ketika Barat berada pada masa kegelapan (dark age), justru Islam sedang mengalami puncak kegemilangannya.
Pada abad pertengahan dunia Islam telah mencetak para ilmuwan yang berpengaruh di dunia. Ilmuwan tersebut antara lain Al-Khawarizmi (780-846 M) ahli matematika, Ibnu al-Haitham (965-1040 M) ahli astronomi dan matematika dan Jabir ibnu Hayyan (721M – 815 M) peletak dasar ilmu kimia modern. Sistem Islam telah mencetak para ilmuwan yang bukan hanya menguasai sains, tetapi juga memahami agamanya serta memiliki fondasi keislaman yang kuat.
Semua itu menunjukkan bahwa kedudukan ilmu sangat mulia di dalam Islam. Sebaliknya, ilmu yang digunakan untuk sebuah popularitas saja justru akan membuat hina. Iman Al Ghazali bahkan pernah mengatakan dalam kata pengantar dari buku Bidayatur Hidaya bahwasannya seseorang yang berjuang hanya untuk kebesaran, pujian, atau kekayaan maka dia menghancurkan agamanya, menghancurkan dirinya sendiri, dan menjual akhirat ke dunia.
Khatimah
Matahari buatan yang digagas oleh Cina begitupun berbagai hasil teknologi ala Barat sejatinya tidak akan pernah bisa menghasilkan kebangkitan yang hakiki. Sebab, semua itu hanya berorientasi pada materi. Sebaliknya, perkembangan ilmu dan pengetahuan yang lahir dari sistem Islam akan menjadi salah satu faktor pembangun sebuah peradaban yang mulia. Riset dan teknologi yang dihasilkan oleh umat Islam tidak hanya digunakan untuk kemaslahatan umat manusia, tetapi juga menjadi sarana untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Wallahu ‘alam bi-shawab[]