"Hidup mereka laksana ghanimah, sedang kematian mereka adalah musibah bagi manusia. Mereka mengingatkan yang lalai, mereka mengajari yang tidak mengerti. Mereka tak takut akan kejahatan, dan mereka tidak terancam karena keburukan."
Oleh. Aya Ummu Najwa
NarasiPost.Com-Di antara anugerah terbesar Allah bagi umat ini adalah masih dijaganya Islam dengan hadirnya para ulama yang senantiasa mengamalkan ilmunya. Mereka laksana benteng kokoh pelindung umat dari serangan musuh-musuhnya. Bagi kaum muslimin sendiri, tingginya kedudukan serta derajat para ulama sangatlah terang dan jelas. Mereka laksana panglima yang senantiasa diikuti setiap langkahnya, ditiru perilakunya, diambil pendapat serta apa yang mereka katakan. Karena mereka senantiasa dalam kebaikan.
Seluruh makhluk hingga ikan-ikan di lautan, memohonkan ampun kepada Allah untuk para ulama. Bahkan para malaikat yang mulia mengepakkan sayapnya sebagai tanda keridaan terhadap ulama. Mereka adalah ulama' al 'amilun yang selalu mengamalkan ilmunya. Dengan ketinggian ilmu, sungguh mereka telah mencapai kedudukan dan derajat terbaik. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Mujadilah ayat 11, “Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat, dan Dialah yang Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Allah pun membedakan kedudukan mereka yang mempunyai ilmu dengan mereka yang tidak berilmu. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Az-Zumar ayat 9, “Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui?”
Mengenai ketinggian derajat ulama, Al-Imam Abu Bakar Al-Ajurri rahimahullah menuturkan, “Dalam setiap waktu dan kesempatan, para ulama mempunyai kelebihan dan keutamaan dibanding seluruh kaum mukminin. Karena ilmu dan hikmah mereka memperoleh kedudukan yang terbaik, melalui para ulamalah umat mengetahui halal haram, hak dan batil, keburukan dari hal yang bermanfaat juga manfaat dari hal yang buruk. Sungguh mulia keutaamaan mereka serta betapa tinggi kedudukan mereka. Mereka adalah pewaris para nabi juga penyejuk pandangan orang-orang pilihan Allah. Ikan yang ada di dalam samudra memohonkan ampun untuk mereka, para malaikat mengepakkan sayapnya atas keridaan kepada mereka. Mereka memberikan syafaat setelah para nabi di yaumil hisab nanti. Mereka memberikan hikmah dalam majelis mereka, mereka mencegah umat dari kelalaian, mereka adalah hamba paling utama. Hidup mereka laksana ghanimah, sedang kematian mereka adalah musibah bagi manusia. Mereka mengingatkan yang lalai, mereka mengajari yang tidak mengerti. Mereka tak takut akan kejahatan, dan mereka tidak terancam karena keburukan."
Para ulama adalah lentera penerang di tengah kegelapan, mereka laksana bintang penunjuk jalan bagi yang tersesat. Mereka memimpin umat dengan mata air hikmah. Mereka menghidupkan hati-hati para pencari kebenaran dan memadamkan setiap hati ahli kemaksiatan. Cahaya mereka terang di saat cahaya agama ini nampak buram bagi sebagian manusia. Sungguh keberadaan mereka merupakan benteng kokoh penjaga agama dan umat Islam.
Umat Wajib Menjaga Kehormatan Ulama
Ulama adalah orang-orang yang lebih mengenal Allah dibanding yang lain, tingginya ilmu telah menjadikan mereka lebih takut kepada Allah. Mereka paham akan janji Allah untuk para wali-Nya, juga ancaman bagi para musuh-Nya. Ilmunya bermanfaat. Mereka memahami apa yang Allah cintai dan apa yang Allah benci. Rasa takutnya telah membawa mereka untuk semakin bertakarub kepada-Nya, semakin mendekat kepada-Nya, memohon ampunan-Nya, dan mengharap rida-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surah Fathir ayat 28, "Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama."
Wajib bagi setiap muslim untuk memuliakan ulama. Karena dengan memuliakan mereka, sejatinya seorang hamba sedang memuliakan syariat Allah. Sebab syariat Islam tak akan sampai kepada generasi hari ini jika tanpa perjuangan yang dilakukan oleh para ulama. Para ulama adalah pewaris nabi. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis riwayat Imam at-Tirmidzi, bab Maa Jaa fi fadhlil Fiqhi ‘alal ‘Ibadah No. 2682,"Ulama adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidaklah meninggalkan dinar dan dirham, mereka hanya meninggalkan ilmu, maka siapa saja yang mengambilnya, itu berarti ia telah mengambil bagian yang banyak."
Seorang ulama Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menuturkan dalam Syarah Riyadhish Shalihin, 2/110, "Apabila para ulama dihormati, syariat pun akan dimuliakan, karena para ulama adalah pembawa syariat tersebut. Namun, jika para ulama dihinakan, syariat pun akan dilecehkan, sebab jika kewibawaan para ulama telah dilecehkan dan dijatuhkan di mata umat, syariat yang mereka bawa pun akan direndahkan tak bernilai. Syariat akan hilang, sebab semua orang telah merendahkan dan meremehkan mereka."
Para ulamalah yang telah mengambil tugas para nabi pada masa tidak ada nabi. Mereka laksana obor di masanya, mereka bagaikan bayangan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Ulama yang benar adalah mereka yang menjadi sandaran umat di tengah rusaknya kehidupan. Ilmu yang mereka miliki menjadi penunjuk bagi umat laksana bintang yang bersinar di langit, yang menjadi penunjuk jalan bagi mereka yang tersesat di antara kegelapan lautan juga daratan. Maka wajib setiap hamba untuk menghormati mereka. Karena itu salah satu syarat mendapat pengakuan dari Rasulullah. Dalam salah satu hadis riwayat Imam Ahmad dengan sanad jayyid, beliau bersabda, "Tidaklah bagian dari ummatku, orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua, mengasihi yang lebih muda, dan memahami hak-hak para ulama."
Wajib bagi manusia menjaga hak-hak para ulama, baik di kala mereka masih hidup ataupun setelah mereka wafat, dengan perkataan penghormatan dan sanjungan, serta semangat menuntut ilmu dan mengambil faedah dari ilmunya, baik ketika mereka hadir ataupun tidak. Beradab dan berakhlak dengan adab dan akhlak mereka. Menghindari perkataan keji dari celaan, hinaan dan makian kepada mereka, karena sesungguhnya siapa yang melakukan itu, maka ia telah melakukan dosa besar.
Ulama laksana nahkoda kapal keselamatan, mereka laksana pemandu bagi kebuntuan, dan cahaya penerang di tengah gelapnya dunia penuh fitnah. Dalam surah As-Sajdah ayat 24, Allah berfirman,"Kami menjadikan di antara mereka pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk sesuai dengan perintah Kami selama mereka bersabar. Sedang mereka adalah orang-orang yang meyakini akan ayat-ayat Kami."
Dengan ilmu yang dimiliki, para ulama memahami apa saja yang membuat manusia akan lebih mencintai Allah dan hal-hal yang dapat membantu kehidupan dunia dan akhiratnya. Dengan bimbingan ilmu, nasihat, serta fatwanya, mereka memperbaiki urusan kaum muslim. Dalam memutuskan suatu hukum, mereka tidak sembarangan memberikan nasihat maupun fatwa, namun dengan kedalaman ilmu, kajian yang mendalam, serta ketajaman berpikir. Mereka pun tak meremehkan persatuan dan urusan kaum muslimin. Mereka tidak menyembunyikan kebenaran dari manusia. Mereka adalah hujjah Allah. Untuk itu, Allah memerintahkan kita untuk menjawab seruan mereka dan bertanya tentang hukum kepada mereka.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Maka bertanyalah wahai sekalian manusia kepada orang yang mempunyai pengetahuan di sisi mereka jika kalian mengetahui" (TQS an-Nahl ayat 43).
Pelajaran dari ayat di atasbadalah adab bagi seorang muslim untuk bertanya dan mengembalikan semua urusan umat, kemaslahatan, keamanan, ketakutan, musibah, serta hal-hal yang berkaitan dengan persatuan umat kepada Rasulullah, para sahabat, serta para ulama. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti jalan mereka, dan kemudaratan bagi siapa saja yang menentang mereka. Abdullah bin Mas’ud radiyallahu’anhu pernah berkata,"Akan muncul hal-hal syubhat, untuk itu kalian wajib mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Jika kalian menjadi pengikut kebaikan, maka kalian akan menjadi muslim yang baik. Demikian pula sebaliknya."
Dapat dikatakan jika manusia mulai jauh dari para ulama, meninggalkan nasihat-nasihat mereka, menyelisihi dan menentang, apalagi sampai memusuhi dan menghinakan ulama, maka manusia tersebut telah rusak kehidupannya. Mereka laksana berada di tengah gurun pasir yang gersang tanpa pemimpin maupun pembimbing yang menunjukkan jalan keluar. Sungguh, mereka akan hancur dan menjadi orang-orang yang merugi. Karena jika ulama telah dijauhi, manusia akan menyandarkan urusannya kepada orang-orang bodoh yang berkata tanpa ilmu serta pemahaman yang sahih. Kerancuan berpikir, kesesatan pemahaman, dan merebaknya perkara syubhat menjadi awal kehancuran umat manusia. Kembali Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu menyampaikan nasihat, "Wajib bagi Kalian memiliki ilmu sebelum pemiliknya dicabut dari muka bumi (mati). Wajib bagi kalian memiliki ilmu, karena kalian tidak tahu waktu saat mereka akan pergi meninggalkan kita, kemudian kalian akan menemukan segolongan manusia yang menganggap mereka telah mengajak manusia berpegang teguh kepada Al-Qur’an, padahal mereka telah meninggalkannya di belakang mereka. Untuk itu, waspadalah terhadap amalan bid’ah, berpura-pura fasih, dan berpura-pura fakih. Akan tetapi kalian wajib untuk berakhlak mulia."
Maka, jika keberadaan para ulama adalah anugerah dari Allah untuk manusia, maka kematian mereka adalah musibah besar bagi manusia. Wafatnya mereka laksana lubang besar yang sulit dicari tutupnya, pertanda berkurangnya ilmu di atas bumi ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadis riwayat Imam Bukhari, "Sejatinya Allah tidak akan mencabut ilmu secara sekaligus dari hambaNya. Namun Allah akan mencabut ilmu berangsur-angsur dengan wafatnya para ulama. Dan apabila para ulama sudah tak tersisa lagi, maka manusia akan mengambil pemimpin yang bodoh. Yang jika ditanya maka ia akan berfatwa tanpa dasar ilmu. Maka sesatlah mereka serta menyesatkan orang lain."
Wallahu a'lam[]