Refleksi Krisis Kazakhstan: Cegah “The ‘Stan’ Spring” dengan Perjuangan Hakiki

"Ketiadaan visi yang jelas dari massa yang melakukan aksi protes, tuntutan yang tidak menyentuh inti masalah, serta tidak adanya ikatan kuat yang mengikat mereka juga berpotensi melahirkan “the stan spring” atau musim semi negeri ‘stan’ tersebut."

Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Kontributor Tetap NarasiPost)

NarasiPost.Com-Bila manusia kebanyakan masih merayakan euforia perayaan tahun baru 2022 maka warga Kazakhstan justru harus merasakan suasana yang cukup mencekam di awal tahun ini. Pasalnya, demonstrasi yang dilakukan oleh warga di Zhanaozen –daerah barat daya Kazakhstan- yang memprotes harga LPG yang tinggi setelah subsidi dicabut, kini berujung pada kekisruhan yang menelan banyak nyawa hingga presiden menetapkan tanggal 10 Januari 2022 sebagai hari berkabung nasional (Kompas, 11/01/2022). Titik protes yang bermula di Zhanaozen ini meluas ke beberapa daerah di sekitarnya, termasuk Almaty yang dianggap sebagai “ibu kota keuangan” Kazakhstan dan merupakan kota terbesar dari negara penghasil uranium terbesar di dunia itu. (Republika, 11/01/2022)

Hanya saja, tidak sedikit pengamat yang sudah mengeluarkan suara, bahwa kericuhan besar yang terjadi pada sebuah negara seperti di Kazakhstan ini bukan sekadar karena harga kebutuhan yang meninggi belaka, namun ada sebab-sebab lain, yang dalam hal ini lebih berupa pelaksanaan pemerintahan yang dinilai korup, kurang demokratis, serta berbagai masalah sosial-ekonomi lainnya. Sehingga tuntutan dan protes yang disuarakan massa berfokus kepada perbaikan atas hal-hal tersebut saja.
Bahkan yang terbaru, masih dilansir oleh Kompas, pemerintah Kazakhstan menyebut adanya keterlibatan dari pihak asing serta terorisme internasional yang menyebabkan kisruh semakin memanas. Pandangan yang demikian membuat pemerintah menjalankan kebijakan kontra-terorisme dalam menghadapi protes warga, sehingga aksi baku hantam dan angkat senjata antara aparat dengan rakyat sipil menjadi tak terbendung. Berbagai gedung dibakar, kendaraan-kendaraan pun tak sedikit yang hangus dilahap si jago merah. Semua ini menggambarkan keresahan rakyat yang terakumulasi sekian lama, lalu meletup yang percikan apinya bisa saja terbang ke banyak titik lainnya.

Kejadian di Kazakhstan ini tentu menambah catatan kelam atas perjalanan negeri kaum muslimin di masa pandemi global yang memasuki tahun ketiganya. Gugurnya ratusan nyawa dalam satu momentum yang sama juga semakin memilukan hati. Lantas, pantaskah kita berdiam diri membiarkan Kazakhstan dengan keributannya? Atau adakah pelajaran berharga yang lain yang bisa dipetik untuk kebaikan umat Muhammad saw. ini?

Lebih Dekat dengan Kazakhstan

Kazakhstan merupakan salah satu negeri kaum muslimin yang berada di Asia Tengah. Setelah runtuhnya Uni Soviet pasca perang dingin, mantan negeri yang berhaluan sosialis ini menjadi sebuah negara bangsa sendiri pada tahun 1991. Dengan Islam sebagai agama yang dipeluk oleh sekitar 72% rakyatnya menjadikan Kazakhstan sebagai negara dengan mayoritas muslim.

Kazakhstan juga merupakan satu dari tujuh negara di dunia yang memiliki akhiran “stan”. Negara yang dipimpin oleh Kassym-Jomart Tokayef ini berbatasan dengan Turkmenistan, Kirgistan, Uzbekistan dan Tajikistan di sisi selatannya; Cina di tenggara; wilayah Xinjiang di timur; Laut Kaspia di barat daya; serta Rusia di utaranya. Letak geografis Kazakhstan yang demikian bukan hanya memberikan nilai strategisnya kepada kekuatan timur yang berdekatan dengannya, yakni Rusia dan Cina, namun juga bagi Amerika di barat sana. Hal ini terlihat dengan komitmen AS dengan menjadikan Kazakhstan sebagai pihak yang mampu mendukung dan memberikan pengaruh di kawasan setelah mundurnya pasukan AS dari Afganistan pada tahun 2021 lalu.

Dari 5 negara eks Soviet berakhiran “stan” di Asia Tengah, Kazakhstan disebut merupakan negara yang ekonominya paling maju dan stabil. Teritorinya yang luas serta posisinya yang menjadi penghubung transaksi ekonomi antara Cina dan Asia Selatan dengan Rusia dan Eropa melalui jalur darat dan kepemilikan pelabuhan di Laut Kaspia memberikan sumbangsih yang cukup signifikan terhadap perekonomiannya. Hal itu pulalah yang membuat Kazakhstan disebut sebagai penyambung yang krusial dari proyek global milik Cina, OBOR (One Belt One Road) yang kini dikenal dengan BRI (Belt and Road Initiative).

Walaupun demikian, pengalaman politik Kazakhstan yang selama 30 tahun usianya baru memiliki dua presiden saja menandakan kekuasaan di negeri tersebut terpusat pada pihak tertentu saja. Nur-Sultan Nazarbayef sebagai presiden pertama Kazakhstan baru mengundurkan diri pada tahun 2019 lalu, yang digantikan oleh petahana, Tokayef. Itu pun Nazarbayef disebut masih memiliki pengaruh yang cukup kuat di Kazakhstan dengan jabatannya sebagai ketua Dewan Keamanan, meski sudah tak memegang tampuk kepresidenan lagi.

Kondisi yang demikian dalam sistem perpolitikan sekuler saat ini sangat rentan untuk memunculkan monopoli dalam berbagai aspek, yang berujung pada ketimpangan dan kesenjangan di rakyat. Benarlah, dengan Kazakhstan yang dihantam oleh kekacauan terparahnya dalam tiga dekade ini memberikan sinyal kepada dunia bahwa kondisi dalam negeri Kazakhstan tidak sedang baik-baik saja, yang menyebabkan warga bergejolak, salah satunya terpantik karena pemenuhan kebutuhan hidup yang kian sulit dan kondisi sosial yang jauh dari ideal.

Belajar dari Arab Spring

Kejadian di Kazakhstan ini mengingatkan pada peristiwa serupa yang melanda dunia Arab sedekade yang lalu. Ketimpangan sosial, sulitnya pemenuhan kebutuhan hidup, serta tidak terselenggaranya pemerintahan yang mengayomi rakyat menjadi bahan bakar sebuah protes besar-besaran yang merembet ke beberapa dunia Arab. Musim semi Arab, atau dikenal sebagai Arab Spring pun meninggalkan dampak yang masih bisa dirasakan hingga hari ini, seperti misalnya di Suriah dan Yaman yang sempat mendapat predikat sebagai bencana kemanusiaan terparah di dunia setelah perang dunia dulu.
Sebagai bagian dari negara-negara di Asia Tengah yang berakhiran “stan”, Kazakhstan bersama Tajikistan, Uzbekistan, Turkmenistan, serta Kirgistan ini memiliki beberapa kesamaan, mulai dari pengalaman historis dalam aspek sosial dan politik. Titelnya sebagai “negara eks Soviet” yang kini menjadi negara bangsa sendiri, namun masih terus berusaha untuk memiliki kehidupan bernegara yang lebih baik menjadi sorotan dalam krisis yang melanda Kazakhstan ini.

Jika pemicu, propaganda dan provokasi dilancarkan oleh pihak-pihak tertentu, lalu keikutsertaan negara-negara asing dalam urusan dalam negeri, maka tidak menutup kemungkinan hal yang menimpa dunia Arab pada akhir 2010 lalu terulang kembali di negeri-negeri “stan” ini. Ketiadaan visi yang jelas dari massa yang melakukan aksi protes, tuntutan yang tidak menyentuh inti masalah, serta tidak adanya ikatan kuat yang mengikat mereka juga berpotensi melahirkan “the stan spring” atau musim semi negeri ‘stan’ tersebut.

Ditambah lagi isu yang yang juga dinaikkan adalah bahwa jaringan teroris internasional terlibat dalam perburukan kondisi Kazakhstan, maka negara-negara Barat dengan senjata pamungkasnya, yakni aksi kontra terorisme yang sarat akan kepentingan ideologis sekuler mereka bisa saja menjadikan momentum ini sebagai medan perebutan pengaruh mereka dalam perpolitikan internasional.

Arah Juang para Penuntut Perubahan

Arab spring yang terjadi lebih dari sedekade yang lalu itu pun akhirnya tidak membuahkan perubahan yang signifikan bagi dunia Arab hari ini. Perut mereka bisa saja sudah kenyang, kendaraan para warga pun boleh jadi menyala kembali, mesin-mesin juga mungkin bisa beroperasi lagi, namun akar permasalahan yang membuat protes serupa akan terjadi lagi di waktu yang akan datang masih tertanam di tempat yang sama. Harga bahan makanan, bahan bakar, ketimpangan sosial, serta ketidakberhasilan penguasa memberikan pelayanan yang baik pada rakyatnya sejatinya hanya permasalahan cabang yang melanda tidak sedikit negeri-negeri umat Muhammad saw. saat ini. Bercokolnya ideologi sekuler dengan penerapan ekonomi yang kapitalis dan hanya berpihak pada segelintir orang sajalah yang menjadi akar masalah di dunia Islam. Kebobrokan implementasi ideologi sekuler ini pun semakin disempurnakan dengan alpanya penjaga dan pelindung kaum muslimin dari berbagai ketimpangan dan ketidakadilan di dunia.

Para penuntut perubahan harusnya menyadari hal ini agar arah juang yang menggerakkan langkah kaki mereka tidak terjerumus pada gerbong yang salah dan justru mengantarkan pada tujuan yang salah pula. Ikatan yang menyatukan para penuntut perubahan ini pun tidak selayaknya ditempatkan pada manfaat-manfaat semu yang akan hilang seiring waktu berjalan. Negeri-negeri kaum muslimin sepatutnya menjadikan akidah Islam yang tinggi sebagai pengikat hubungan dan interaksi mereka, termasuk dalam menyuarakan perbaikan. Jika bukan Islam yang mengikat, maka tentu ikatan batil yang akan mengambilalih dan menyabotase perjuangan. Jika bukan Islam sebagai tujuan perubahan, maka tentu tujuan-tujuan duniawilah yang akan mengelabui pandangan.

Oleh karena itu, arah perjuangan dan tuntutan perubahan yang disuarakan oleh umat Islam di mana pun berada tidak boleh sekadar untuk mengenyangkan perut, meningkatkan ekonomi, dll. Melainkan arah juang yang seharusnya ditempuh oleh para penuntut perubahan adalah mencabut akar hegemoni kaum kafir dari tanah-tanah kaum muslimin, dan menanam kembali benih kehidupan islami yang menenteramkan serta menghadirkan rida Ilahi. Wallahu a’lam bisshawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Iranti Mantasari BA.IR M.Si Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Cerita Sebuah Negeri
Next
Refleksi Akhir Tahun 2021, Resolusi 2022 Songsong Kehidupan Gemilang dengan Islam Kaffah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram