Tahun Bertambah Derita Tak Berubah, Selamatkan Indonesia dengan Islam Kaffah

"Pada dasarnya penyediaan energi yang ramah lingkungan adalah hal yang memang sudah seharusnya dilakukan oleh negara. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya dalam sistem ekonomi kapitalisme, produk yang baik harus dibayar mahal oleh masyarakat."

Oleh. Irma Ismail
(Penulis dan Aktivis Muslimah Balikpapan)

NarasiPost.Com-Hadiah di akhir tahun, di mana pemerintah kembali berencana untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite secara bertahap. Ini bukanlah tiba-tiba, karena sebelumnya di tahun 2014, saat Sudirman Said menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), beliau menyampaikan bahwa PT. Pertamina diberi waktu selama dua tahun untuk menyiapkan pengalihan BBM bensin Premium menjadi BBM jenis Pertamax. Dan ini atas rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas Sudirman Said menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menghapus Premium sampai Pertamina siap memproduksi BBM yang lebih tinggi kadar oktannya (detikFinance.com, 15/11/2020).

Dari Cnbcindonesia.com (28/12/2021) pada tahun 2017, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Energi Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M,N, dan O. Peraturan Menteri LHK inilah yang kemudian menjadi rujukan bagi Pertamina untuk mengurangi bensin Premium di pasaran secara perlahan beralih dan bertahap dengan sejumlah pertimbangan ke BBM yang lebih ramah lingkungan, baik Pertalite (RON 90) ataupun Pertamax (RON 92).

Alasan dari dihapusnya bensin Premium dan beralih ke Pertalite kemudian dialihkan ke Pertamax adalah agar masyarakat menggunakan BBM yang ramah lingkungan untuk mengurangi tingkat emisi karbon. Bahkan, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Idonesia (YLKI) Tulus Abadi menyambut baik penghapusan Premium karena selama ini Indonesia jauh tertinggal dari Malaysia yang sudah lama menerapkan BBM berstandar Euro 4 dengan kualifikasi RON 95, maka dengan ini diharapkan agar Pertamina konsisten mewujudkan struktur biaya produksi BBM yang transparan, akuntabel plus rasional dan jangan sampai ini menjadi trik untuk memasok BBM kepada konsumen dengan harga mahal (Lipuan6.com,17/11/2020).

Apa yang tengah dilakukan pemerintah dengan rencananya menghapus BBM jenis Premium jelas menimbulkan penolakan di sebagian besar masyarakat. Pembatasan BBM Premium bersubsidi saja sudah terasa berat, apalagi Premium dihapus dari peredaran untuk kemudian diganti dengan BBM yang harganya jauh lebih mahal. Pemerintah seolah tak peka dengan kondisi sekarang, ditolaknya penghapusan Premium ini bukan karena masyarakat tidak peduli kepada lingkungan yang sehat atau lebih baik tetapi karena penggantinya memang jauh di atas harga Premium, yang jika dikalkulasikan tentunya sangat besar bagi masyarakat luas dan tentunya akan sangat berdampak, karena pemakaian BBM sudah menjadi kebutuhan sehari-hari sebagai penunjang dalam aktivitas keseharian.

BBM jenis Premium dan Pertalite adalah jenis BBM yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat. Dan seperti biasa ketika terjadi kenaikan BBM maka itu akan terkoneksi dengan kenaikan harga barang lainnya, baik barang primer atau sekunder serta berimbas kepada sarana transportasi juga jasa.

Tidak bisa dimungkiri bahwa dampak pandemi ini membuat angka pengangguran meningkat. Dikutip dari StudiSmeru.or.id (6/9/2021) bahwa pada Agustus 2020 terjadi peningkatan angka pengangguran sebesar 2,7 juta orang. Pun, terjadi penurunan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Indonesia selama tahun 2020 sebesar 3,15%. Angka kemiskinan sejak September 2019 meningkat sebesar 1,12 juta individu. Dengan berbagai persoalan negeri ini yang semakin banyak serta bencana alam terus datang bertubi-tubi, lantas pantaskah pemerintah menetapkan kebijakan ini ?

Dari data Pertamina, pada November 2020 komsumsi BBM secara nasional yang terbesar adalah Pertalite (RON 90) sekitar 63%, Premium (RON 88) 23%, Pertamax (RON 91/92) 13%, dan Pertamax Turbo (RON 95) 1%. Dikutip dari Kompas.com (24/12/2020) ada tiga tahapan dalam rencana penghapusan Premium. Pertama, pengurangan bensin Premium dan mendorong konsumen menggunakan BBM Ron 90 ke atas. Kedua, pengurangan bensin Premium dan Pertalite untuk menggunakan BBM P RON 90 ke atas. Ketiga, produk yang dijual SPBU hanya ada dua varian yakni Pertamax (RON 91/92) dan Pertamax Turbo (RON 95). Pada akhirnya masyarakat akan ‘terpaksa’ dan ‘dipaksa’ untuk mengonsumsi jenis Pertamax tanpa ada pilihan lain.

Pada dasarnya penyediaan energi yang ramah lingkungan adalah hal yang memang sudah seharusnya dilakukan oleh negara. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, dalam sistem ekonomi kapitalisme produk yang baik harus dibayar mahal oleh masyarakat. Ini bukanlah hal yang aneh ketika pengelolaan sumber daya alam dikuasai oleh swasta atau para kapitalis, karena keuntungan finansial adalah tujuannya. Termasuk pembatasan BBM bersubsidi hingga penghapusan subsidi adalah cara kapitalisme mendewasakan masyarakat untuk mandiri dan tidak tergantung kepada pemerintah. Negara tak ubahnya bertindak seperti pengusaha yang hanya berpikir bagaimana mendapatkan keuntungan banyak meskipun dari rakyatnya sendiri. Alih-alih melayani masyarakat justru negara melayani para kapitalis, karena pada faktanya dalam sistem kapitalisme, penguasa yang ada hanyalah sebagai regulator dari kepentingan kapitalis melalui kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk perundang-undangan sehingga mendapat legalitas hukum.

Semua ini sangat bertentangan dengan sistem Islam. Islam sangat rinci dan jelas, bukan hanya sebagai agama yang mengajarkan ibadah ritual tetapi juga memberikan solusi atas problematika kehidupan dalam semua aspek, termasuk bagaimana mengelola SDA yang ada. Rasulullah saw. bersabda, ”Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan air.” (HR. Abu Dawud). Ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dari hadis tersebut adalah sumber daya alam yang menjadi kebutuhan pokok setiap manusia, yaitu barang-barang tambang seperti minyak dan gas bumi, batu bara dan hasil tambang lainnya, hutan, padang rumput, jalan umum, sungai, dan laut. Semua ini adalah kepemilikan umum di mana negara yang akan mengatur dan mengelolanya.

Jika ada pemanfaatan yang secara langsung dapat digunakan oleh individu atau masyarakat umum semisal sungai sebagai sarana transportasi air atau untuk memasang keramba ikan air tawar dan lainnya atau untuk pengairan bagi lahan pertanian atau jalan umum yang semua boleh untuk memanfaatkannya, padang rumput untuk hewan ternak, ranting-ranting di hutan untuk kayu bakar atau lainnya, maka dalam hal ini peranan negara hanyalah mengawasi pemanfaatan milik umum agar tidak dimonopoli oleh kelompok atau individu tertentu.

Namun, bagi pertambangan yang memerlukan eksplorasi dengan biaya dan teknologi tinggi dan tentunya ini dalam jumlah yang besar, maka pengelolaannya dilakukan oleh negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta. Seluruh hasilnya akan dimasukkan ke dalam kas Baitul Mal. Kalaupun pun ada harga jual, maka itu sebatas harga produksi, kalaupun mengambil keuntungan maka sewajarnya saja karena semua keuntungan juga akan kembali ke masyarakat. Hasil eksplorasi boleh dijual keluar negeri jika kebutuhan dalam negeri telah tercukupi serta boleh mengambil keuntungan dari sini.

Jadi peran negara dalam hal ini Khilafah sebagai penguasa yang mendapat amanah untuk mengurusi urusan rakyat dengan sistem Islam jelas menempatkan dirinya sebagai pelindung, pelayan, dan penjaga semua rakyatnya. Maka negara akan memberikan yang terbaik, bahkan berusaha memaksimalkannya untuk kepentingan rakyat dalam hal pemenuhan kebutuhan mendasarnya.

Semoga rangkaian fakta-fakta yang terjadi membuat umat muslim tersadarkan bahwa penyelesaian probematika manusia akan semakin kacau dan menimbulkan penderitaan bagi semua lapisan masyarakat jika disandarkan kepada kebijakan yang lahir dari sistem kapitalisme.

Inilah saatnya untuk menyadari bahwa hanya Islamlah yang mampu memberikan solusi atas seluruh problematika umat manusia, maka kembali ke Islam kaffah dengan mewujudkan tegaknya Khilafah adalah hal yang harus menjadi tujuan kaum muslim saat ini.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Irma Ismail Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Password Ditolak, Parang Bertindak
Next
Kurikulum Baru, Apa yang Diburu?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram