"Maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu." (TQS. Nuh: 10)
Oleh. Rochma Ummu Arifah
NarasiPost.Com-Di era kapitalis ini, terlebih dengan serangan pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun, urusan mencari penghidupan menjadi hal yang semakin sulit dijalani dari hari ke hari. Dalam menyelesaikan hal ini, Islam punya tuntunannya.
Beristigfar
Dalam surah Nuh ayat 10 sampai 12 disebutkan, “Maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu."
Dari ayat ini dapat diambil ibrah bahwa sejatinya persoalan rezeki akan terselesaikan dengan satu amalan, yaitu beristigfar. Istigfar adalah memohon ampunan kepada Allah, sebagai Tuhan kita. Dengan melakukan amalan ini, masih disebutkan di dalam ayat ini, bahwa Allah akan menurunkan hujan yang lebat dari langit serta memperbanyak harta dan anak-anak dan juga mendatangkan kebun dan sungai untuk dapat kita manfaatkan.
Sudah kita jumpai aneka kisah mengenai keutamaan muslim yang selalu membasahi lisan dengan kalimat memohon ampunan kepada Allah. Satu kisah yang masyhur adalah kisah Imam Ahmad bin Hambal dengan seorang laki-laki pembuat roti. Amalan yang dijalankan si laki-laki ini sehingga Allah selalu mengabulkan permintaannya adalah selalu beristigfar.
Merujuk pada surah Nuh di atas pun dapat kita pelajari bahwa memang dengan istigfar inilah persoalan mengenai rezeki akan terselesaikan. Sebagai muslim tentu kita juga akan menyerahkan bagaimana skenario Allah dalam mengatasi persoalan yang sedang kita hadapi. Namun, dalil yang sudah disebutkan haruslah mampu diposisikan sebagai sebuah janji Allah di mana Allah bukanlah Zat yang pernah mengingkari janji-Nya.
Sehingga, tak perlu lagi kita ragu untuk melazimkan dan membasahi lisan kita dengan kalimat istigfar ini. Kalimat ini adalah bentuk pengakuan segala dosa dan kesalahan kita serta pengakuan kita kepada Allah, sebagai Pemilik Kehidupan yang mampu mengatur segala hal dalam kehidupan ini.
Sistem Kapitalisme Menghambat Rezeki
Bukan sebuah hal baru atau aneh ketika muncul banyak persoalan mengenai rezeki. Sebagai contoh, seorang laki-laki yang kesulitan mendapat pekerjaan atau laki-laki yang sudah bekerja namun ternyata penghasilan yang diperolehnya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keluarganya. Dua hal ini hanya sebagian kecil gambaran persoalan rezeki yang dihadapi keluarga di dalam masyarakat saat ini.
Sudah jadi rahasia umum bahwa sistem kapitalisme menjadi salah satu penyebab terhambatnya rezeki seseorang. Hal ini dikarenakan tabiat kapitalisme yang mengagungkan materi atau mementingkan para kapital. Siapa saja yang memiliki harta banyak, sebut saja golongan kaya, akan lebih mudah mendapatkan lapangan pekerjaan. Sebaliknya, mereka golongan miskin akan sulit bertahan hidup di dalam sistem kapitalisme sebab susahya mendapatkan pekerjaan yang layak. Tidaklah aneh bila muncul istilah "yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin". Hal ini sungguh nyata terjadi di dalam kehidupan yang menganut sistem kapitalisme.
Lebih parahnya lagi, negara seolah lepas tanggung jawab dalam menjamin kemaslahatan masyarakatnya. Persoalan rezeki yang dihadapi oleh masyarakat sebagian besar dipengaruhi oleh salah kelola sumber daya alam yang ada. Sehingga limpahan kekayaan SDA yang mampu menjadi sumber kemaslahatan masyarakat justru tidak bisa dinikmati oleh mereka. Hal ini karena pendistribusian harta kekayaan alam yang tidak merata di tengah masyarakat.
Tanggung Jawab Negara
Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin kemaslahatan masyarakat. Negara menjamin kemudahan memperoleh lapangan kerja bagi siapa pun, terutama para laki-laki yang memiliki kewajiban memberikan nafkah untuk keluarganya. Negara juga mengatur regulasi untuk golongan kaya agar harta yang mereka miliki tidak terhenti pada diri mereka saja. Sedemikian rincinya Islam mengatur persoalan harta, sehingga dikenal istilah zakat yang diambil dari golongan orang kaya untuk diberikan kepada golongan asnaf yang berhak menerima zakat.
Negara juga fokus patroli di tengah kehidupan masyarakatnya agar menemukan siapa saja yang masih memiliki ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, maka negara akan bertanggung jawab mengambil alih penafkahan terhadap mereka yang tidak mampu.
Inilah peran strategis negara dalam menjamin rezeki setiap rakyatnya. Memang benar masalah rezeki sudah diatur dan ditentukan oleh Allah, namun terhadap sumber daya alam dan aset-aset negara yang lain butuh diatur dan dikelola oleh manusia (khalifah fil ardh) agar mampu menopang kesejahteraan masyarakatnya. Salah satunya dengan mendistribusikan harta dan kekayaan alam secara adil dan merata agar tiap-tiap individu memperoleh jaminan rezeki yang halal dan berkah. Wallahu ‘alam bishowab.[]