""Feminisme sesungguhnya pemikiran batil yang sedang coba dipaksakan ditanam pada benak-benak umat Islam. Seperti halnya moderasi beragama. Keduanya merupakan pemikiran-pemikiran batil yang senantiasa diarahkan untuk menyerang ajaran-ajaran Islam."
Oleh. Athiefa Dienillah
NarasiPost.Com-Menurut artikel di yayasanpulih.org tentang "Feminis dan Perjuangan Kesetaraan Gender", dinyatakan bahwa feminis bukanlah gerakan perempuan pembenci laki-laki, perempuan melawan suami ataupun perempuan yang terpengaruh pemikiran Barat yang anti pada agama. Anggapan yang dianggap negatif dan terlalu menghakimi perempuan. Padahal feminisme adalah gerakan yang dilandasi kesadaran untuk mengubah keadaan perempuan agar tidak lagi mengalami diskriminasi, kekerasan, eksploitasi, dan penindasan.
Ketidakadilan terhadap perempuan, tetap masih dirasakan hingga saat ini, terutama dalam beberapa hal;
- Stigma Negatif pada Perempuan.
Anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan emosional membuat perempuan dianggap tidak layak menduduki posisi strategis di sektor publik, baik dalam struktur pemerintahan ataupun swasta. Di tengah masyarakat seolah telah tercipta pembagian peran sosial yang tidak adil bagi perempuan.
- Pendidikan yang Terbatasi.
Anggapan di tengah masyarakat, bahwa perempuan setelah menikah hanya akan di rumah saja mengurusi anak dan suami, membuat para perempuan kurang termotivasi dalam meraih gelas S2 dan S3 dalam pendidikan. Akibatnya, tentu saja perempuan sulit menjadi pendidik di perguruan tinggi.
- Sulit Mandiri dalam Kehidupan Ekonomi.
Peran perempuan setelah menikah yang dibatasi sebagai ibu dan pengatur rumah tangga membuat perempuan menjadi sosok yang tidak berdaya, secara ekonomi tidak mandiri dan harus bergantung pada laki-laki.
Jikapun perempuan bekerja, ketidakadilan tampak dalam sistem pengupahan yang menunjukan posisi perempuan sebagai warga kelas dua di tengah masyarakat. Karena dianggap bekerjanya perempuan bukan untuk nafkah melainkan sekadar membantu keuangan keluarga saja
- Posisi Strategis yang Tidak Diberikan pada perempuan.
Dalam posisi-posisi strategis, baik dalam pemerintahan, badan dunia ataupun sektor swasta, masih didominasi oleh laki-laki. Dimana hal tersebut dinilai terjadi akibat masih mengakarnya nilai-nilai sosial yang tidak adil gender bagi perempuan.
Berangkat dari pemikiran dan anggapan tentang ketidakadilan gender seperti itulah, maka para pejuang feminis menyuarakan pemikiran-pemikiran yang pada akhirnya menyerang umat Islam dengan konsep-konsep yang dimiliki Islam tentang laki-laki dan perempuan.
feminisme seolah tak pernah lelah menyerang syariat Islam dengan tuduhan membelenggu kebebasan perempuan dan menciptakan berbagai macam penderitaan bagi perempuan.
Padahal kenyataan berbicara sebaliknya, berbagai problem yang menimpa perempuan hari ini sebenarnya terjadi karena perempuan terseret tipu daya feminisme. Mulai dari kegagalan dalam berumah tangga, kemiskinan perempuan, kekerasan yang tiada hentinya dan lain sebagainya.
Perjuangan Berujung Penderitaan
Dalam rangka ingin berusaha menghapus stigma negatif terhadap perempuan yang dituntut mengambil peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, yang mereka anggap sebagai bentuk ketidakberdayaan perempuan dalam menjalani kehidupan, karena harus bergantung pada para laki-laki yang menjadi suami mereka. Maka mereka menyeru untuk diberi kebebasan menjadi perempuan yang 'berdaya' dengan cara menuntut diberi kebebasan untuk bisa bekerja.
Tetapi realitanya, menentang fungsi dan peran perempuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, sebagai pencipta kehidupan memunculkan banyak persoalan dilematis yang harus mereka hadapi. Perempuan yang pada hakikatnya dalam Islam dimuliakan dengan memberi mereka posisi sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Namun hal yang sejatinya telah membuat wanita terjaga kehormatan dan kemuliaan mereka di dalam rumah, justru kaum feminis memandang hal itu sebagai konsep atau ajaran yang mengekang kebebasan.
Mereka berontak terhadap kekangan tersebut dan menuntut kebebasan yang akhirnya berujung pada penderitaan. Bagaimana tidak, saat perempuan terjun di sektor publik, ikut berebut kesempatan mencari nafkah dengan para laki-laki, maka sedikit demi sedikit kemuliaan dan kehormatan mereka terkikis.
Tuntutan dunia kerja pada akhirnya membuat mereka mengabaikan banyak larangan Allah dan meninggalkan banyak kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Di dalam kerasnya dunia kerja, perempuan dituntut melepaskan sifat keperempuannya, ia harus berjuang keras membuktikan kemampuan untuk bisa dianggap sama dan sejajar dengan para laki-laki.
Di sisi lain, campur baur dunia kerja memunculkan problem baru dalam pergaulan. Maka adanya selingkuhan di tempat kerja menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Pembangkangan terhadap suami karena merasa telah memiliki kemampuan ekonomi secara mandiri menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Belum lagi terbengkalainya pendidikan anak-anak di rumah karena kedua orang tua tak membersamai tumbuh kembang mereka. Keluarga porak-poranda, anak-anak menjadi produk broken home yang membuat mereka menjadi generasi bermasalah di tengah masyarakat.
Seperti inikah yang diinginkan oleh para pejuang feminisme? Kesalahan pandangan mereka tentang pendidikan pun perlu di luruskan. Dalam Islam, menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang termasuk perempuan.
Menjadi ibu dan pengatur rumah tangga adalah peran berat dan penuh tanggung jawab. Tak mungkin bisa terlaksana peran tersebut kecuali perempuan memiliki ilmu. Maka, tak ada pembatasan perempuan dalam menuntut ilmu. Justru membatasi ilmu hanya di jenjang pendidikan S2 dan S3 saja sesungguhnya telah menyempitkan hakikat ilmu yang oleh Allah digambarkan seperti tujuh lautan dijadikan tinta untuk menuliskan ilmu Allah, bahkan ditambah dengan tujuh lautan lagi, ilmu Allah tak akan tuntas dituliskan atau dipelajari (QS Luqman : 27).
Sempitnya cara berpikir, pada saat pendidikan diarahkan hanya sebatas mengajar di perguruan tinggi. Karena saat perempuan menjadi ibu dan pengatur rumah tangga, sesungguhnya perempuan sedang mengemban tugas yang lebih besar dan mulia, yaitu mendidik generasi tangguh yang akan membangun peradaban dunia. Generasi yang tidak kehilangan ibu-ibu mereka karena sibuk bersaing mencari kerja. Mengejar status dunia dengan meninggalkan status mulia mereka. Subhanallah.
Perang Pemikiran dalam Feminisme
Feminisme sesungguhnya pemikiran batil yang sedang coba dipaksakan ditanam pada benak-benak umat Islam. Seperti halnya moderasi beragama. Keduanya merupakan pemikiran-pemikiran batil yang senantiasa diarahkan untuk menyerang ajaran-ajaran Islam. Karenanya, umat membutuhkan pemikiran Islam yang mampu menyadarkan mereka terhadap kesempurnaan Islam. Kesempurnaannya akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Hanya saja, kesempurnaan ini memang tak mungkin tampak, kecuali syariat Islam diterapkan secara kaffah. Problem perempuan saat ini bermunculan sebenarnya tidak terlepas dari diterapkannya sistem sekuler kapitalis dalam kehidupan. Agama dijauhkan dari solusi problem kehidupan. Standar hidup mencari keridaan Allah dipinggirkan, tergantikan dengan standar uang dan kemanfaatan.
Maka, memahamkan umat dan membangkitkan kesadaran mereka terhadap kesempurnaan Islam memang bukan tugas yang ringan. Butuh keistikamahan dan keikhlasan yang tinggi untuk senantiasa menyampaikan ajaran Islam yang benar pada umat.
Kita harus bertahan menyuarakan kebenaran, dengan segala tantangan dan halangan yang akan mengadang. Butuh keyakinan kuat bahwa yang hak itu pasti menang. Hingga kemenangan benar-benar datang. Dan Islam kembali diterapkan secara kaffah.
Inilah perang yang sesungguhnya. Perang antara Al-Haq dan Al-batil yang pasti akan terus berlangsung Kebatilan bisa jadi akan menguasai manusia, sebagaimana yang terjadi saat ini. Tapi itu tak akan lama. Secara sunatullah, kebenaran (al-Haq) itulah yang akan menang.
Demikianlah janji Allah Swt dalam firman-Nya, “Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.” (QS Al Anbiya [21]: 18). Wallahu alam[]