"Sekarang, saya pun merasakan penyesalan yang sama. Penyesalan yang dulu pernah dirasakan oleh almarhumah Ibu. Penyesalan karena belum mampu berbakti kepadanya."
Oleh. Mariyah Zawawi
NarasiPost.Com-Dulu, sebelum saya menikah, Ibu sering bercerita kepada saya tentang penyesalan yang beliau rasakan. Penyesalan yang tentu saja baru datang belakangan. Penyesalan karena belum bisa berbakti kepada orang tua, yaitu kakek dan nenek saya. Kakek dan nenek dari jalur ibu, tinggal di kota Solo, Jawa Tengah, sedangkan kami tinggal di Tuban, Jawa Timur. Kami memanggil Mbah Kakung pada kakek dan Mbah Putri pada nenek. Mbah Putri meninggal dunia lebih dulu dari Mbah Kakung. Waktu itu, saya masih duduk di bangku kelas 2 SD. Sebelum meninggal, Mbah Putri sempat sakit. Saya kurang tahu, waktu itu Mbah Putri sakit apa. Seingat saya, beliau sempat dirawat di rumah sakit Islam dr. Kustati, Solo.
Sepeninggal Mbah Putri, Mbah Kakung tinggal berdua dengan paman, adik bungsu Ibu. Empat tahun kemudian, Mbah Kakung pun menyusul kepergian Mbah Putri. Sejak Mbah Kakung meninggal, Ibu merasakan penyesalan yang sangat. Ibu menyesal, belum bisa berbakti kepada Mbah Kakung. Jarak rumah kami yang jauh membuat Ibu tidak mampu melakukannya. Rasa penyesalan itu membuat Ibu begitu sedih. Akibatnya, Ibu tidak bersemangat lagi. Ia yang biasanya ceria dan aktif, berubah menjadi pendiam. Sampai-sampai, saat ada tamu yang datang hendak mengundang Ibu untuk mengisi pengajian pun ditolak oleh Bapak.
Meski kesedihan itu berangsur menghilang, penyesalan Ibu sepertinya belum juga sirna. Itu sebabnya, Ibu sering menceritakan hal itu ke saya. Setiap kali Ibu bercerita tentang hal itu, saya hanya bisa terdiam. Saya hanya mendengarkan kisah Ibu, tanpa mampu berkata-kata.
Sekarang, setelah hampir setahun sejak meninggalnya ibu, saya baru bisa memahami bagaimana perasaan Ibu waktu itu. Sekarang, saya pun merasakan penyesalan yang sama. Penyesalan yang dulu pernah dirasakan oleh almarhumah Ibu. Penyesalan karena belum mampu berbakti kepadanya. Tempat tinggal kami yang berbeda kota membuat saya tidak bisa sering-sering mengunjungi beliau. Maka, hanya penyesalan yang saya rasakan.
Terlebih, saat Ibu meninggal, saya tidak bisa ikut memandikan jenazahnya. Bahkan, melihat wajah beliau untuk yang terakhir kalinya pun tidak bisa. Saya datang saat jenazah Ibu sudah dibungkus dengan tikar. Keponakan tertua saya yang waktu itu menemani modin wanita yang mengurus jenazah Ibu juga tidak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa menangis dan memeluk saya.
Hari itu, entah berapa banyak air mata ini keluar. Keluar bersama berbagai penyesalan. Penyesalan yang datangnya selalu belakangan. Penyesalan yang tak pernah datang di awal.
Kini, 11 bulan setelah kepergian beliau, kenangan tentang Ibu tak pernah hilang. Terutama, kenangan saat beliau menginap di rumah kami. Saat beliau duduk di kamar atau ruang tamu sambil tadarus atau membaca buku. Kenangan saat beliau mengajak si kecil jalan-jalan di pagi hari. Kenangan itu tak pernah hilang dari ingatan. Terkadang, saya lupa kalau Ibu telah meninggalkan kami. Terkadang, saya masih membayangkan Ibu berkunjung lagi ke sini, ke rumah mungil kami. Namun, itu hanyalah sebuah ilusi. Itu hanyalah sebuah mimpi. Sebab, hal itu tak akan pernah terjadi.
Ibu, maafkan aku. Ibu, putrimu ini memang belum bisa berbakti kepadamu. Apalagi membalas semua jasa-jasamu. Ia hanya bisa mendoakanmu, agar Allah mengampuni dosa-dosamu. Agar Allah berkenan menerima amal-amal baikmu.
Ibu, kita memang tak bisa lagi berjumpa di dunia. Namun, semoga Allah izinkan kita berjumpa lagi di akhirat kelak. Berkumpul lagi bersama Bapak, Mbah Kakung, Mbah Putri, dan keluarga yang lain. Berkumpul bersama orang-orang salih. Berkumpul bersama panutan kita, Rasulullah saw. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang didoakan oleh malaikat seperti yang tercantum dalam firman-Nya,
رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِيْ وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَاىِٔهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
"Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ghaafir [40]: 8)
Aamiin, yaa robbal 'aalamiin.[]