"Wajah dari perzinaan melahirkan perkara-perkara serius yang berujung pada keburukan. Apalagi kasus ini menimpa seorang muslimah, tentu hal ini menjadi muhasabah bagi kita, untuk senantiasa menjaga izzah dan iffah kita sebagai muslimah."
Oleh. Banisa Erma Oktavia, S.AP
NarasiPost.Com-Baru-baru ini kita digemparkan dengan penemuan mayat seorang mahasiswi di samping makam ayahnya. Dilansir dari liputan6.com (4/12/21) Kapolres Mojokerto AKBP Apip Ginanjar membenarkan akan adanya penemuan jasad seorang perempuan bernama Novia Widyasari Rahayu (23) di makam ayahnya di Mojokerto, pada 2 Desember 2021. Menurut kabar yang beredar, Novia Widyasari Rahayu meninggal akibat bunuh diri dengan cara menelan sianida. Ia dikabarkan mengalami depresi hingga memilih mengakhiri hidupnya.
Tagar #savenoviawidyasari menjadi trending topic di Twitter selama beberapa hari sejak akun @belawsz menulis Thread tentang kronologi meninggalnya Novia. Diketahui bahwa Novia depresi karena Randy, sang pacar memaksa dirinya untuk melakukan aborsi hingga akhirnya memilih mengakhiri hidupnya. Berdasarkan Thread tersebut, Novia sempat menghubungi orang tua Randy untuk meminta bantuan terkait kehamilannya, namun yang terjadi malah orang tua Randy menolak untuk menikahkan anaknya dengan alasan Randy baru masuk anggota kepolisian. Novia, dalam salah satu tulisannya di media sosial mengatakan bahwa kehamilan yang dialaminya adalah buah dari tindakan pemerkosaan yang dilakukan Randy. Namun, setelah dilakukan penyelidikan oleh Polres Mojokerto Kabupaten, perbuatan tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka. Berdasarkan penyelidikan pula bahwa Randy telah memaksa Novia untuk melakukan aborsi, pertama pada Maret 2020, kemudian pada Agustus 2021 hingga Novia mengalami pendarahan. Atas perbuatannya, kini Randy telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Dari kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa meskipun perbuatan tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka, tetap saja tidak ada jaminan keadilan bagi perempuan. Memilih berpacaran, dan melakukan perbuatan zina pada akhirnya hanya akan menyengsarakan diri sendiri. Kasus ini mungkin hanya sedikit dari banyaknya problematik yang dialami anak muda. Mirisnya lagi, tindakan tersebut dilakukan oleh aparatur negara yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat. Kalau kita telaah kembali ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian, yaitu perzinaan yang berujung pada kesengsaraan, peranan orang tua dalam mengedukasi anaknya, tekanan mental yang menyebabkan depresi hingga berakhir bunuh diri, serta peran instansi negara dalam melindungi masyarakat.
Pertama, perzinaan yang berujung pada kesengsaraan. Berawal dari suka sama suka, lalu berakhir dengan duka. Kekasih hati yang menjadi belahan jiwa, telah memilih mengakhiri hidupnya, sedangkan si lelaki harus merasakan dinginnya hotel prodeo. Memilih berpacaran berarti memilih untuk membuka peluang akan terjadinya perkara yang justru sangat merugikan perempuan. Bayangkan, dalam kasus ini, Novia mengandung jabang bayi dalam keadaan mereka belum siap menjadi orang tua, alias tidak ada ikatan pernikahan. Karena tidak ada ikatan resmi, dan tidak ada akad dengan Allah, maka si lelaki bisa dengan mudah menampik hal tersebut dan lari dari tanggung jawab, bahkan memaksa untuk membunuh buah cintanya sendiri. Astaghfirullah aladzim, sudah mengajak pada jalan yang salah, menzinai, kemudian hendak memaksa untuk melenyapkan janin yang tak bersalah?
Allah Swt. berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al Isra: 32)
Kepada teman-teman muslimah, tentu apabila Allah melarang sesuatu, pastilah ada hikmah di dalamnya. Menjalankan perintah agama karena Allah yang memerintahkan, bukan karena manusia suka atau tidak. Wajah dari perzinaan melahirkan perkara-perkara serius yang berujung pada keburukan. Apalagi kasus ini menimpa seorang muslimah, tentu hal ini menjadi muhasabah bagi kita, untuk senantiasa menjaga izzah dan iffah kita sebagai muslimah.
Kedua, peranan orang tua dalam mendidik anak. Sayangnya, kasus di atas cenderung menunjukkan bahwa orang tua melindungi anaknya yang sudah melakukan kesalahan besar. Bahkan, mendukung si anak untuk lari dari tanggung jawab. Padahal, bagaimana cara orang tua menyelesaikan masalah tentu akan menjadi gambaran bagi anak-anaknya kelak dalam menghadapi persoalan. Kalau kasusnya begini, apa pantas dijadikan panutan? Orang tua juga seharusnya mengedepankan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Sehingga, rida Allah menjadi fondasi dalam bertindak. Tentu saja, pemuda yang berakhlak memahami bahwa setiap dosa yang ia lakukan pasti ada ganjarannya.
Dari Aisyah ra., Rasulullah bersabda :
وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
"..Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya" (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, tercermin bahwa Rasulullah tidak membedakan pelaku maksiat. Meskipun yang salah adalah anak kesayangannya, Beliau saw. akan tetap menghukumnya, bahkan dengan tangannya sendiri. Seharusnya ini menjadi teladan bagi para orang tua. Mendidiknya dengan pedoman agama, sehingga kelak akan tumbuh dewasa dengan akhlak yang mulia. Bukan fokus pada kepentingan dan tidak memedulikan mana yang baik dan mana yang buruk.
Ketiga, tekanan mental yang dirasakan memanglah perkara yang ditimbulkan akibat jalan yang salah. Namun, dalam kondisi tertekan, seharusnya orang tua serta sahabat tetap menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi. Dalam kasus ini, Novia bukan hanya tertekan karena masalah yang dihadapi, tetapi rasa kehilangan sosok seorang ayah, yang seharusnya menjadi tempat ia berlindung dari segala kejahatan dunia. Jalan yang ia pilih di awal memanglah salah, namun tidak semua masalah selesai hanya dengan mengetahui siapakah yang salah. Sebab, mereka yang tertekan sejatinya tidak butuh dihakimi, melainkan dimengerti.
Sahabat, setiap manusia di muka bumi ini tak lepas dari ujian. Tua, muda, miskin, kaya, laki-laki dan perempuan, bahkan sampai sakaratulmaut pun Allah menguji hamba-Nya. Yang patut kita pahami bahwa ujian yang Allah bebankan kepada hamba-Nya adalah ujian yang pasti bisa terlewati. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 286 :
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
Kita sebagai manusia hendaknya menjadikan kejadian ini sebagai renungan untuk tidak menghakimi dan menyombongkan diri. Sebab, ujian yang orang lain hadapi adalah ujian yang kita tak bisa hadapi. Ayat di atas cukup jelas untuk dipahami. Sayangnya, tidak semua orang mampu memahami, sehingga bunuh diri menjadi satu-satunya pilihan. Dalam Islam, bunuh diri termasuk dosa besar. Semoga ini menjadi renungan bagi kita.
Keempat, sebuah ironi yang bukan hanya sekali dua kali terjadi. Kasus ini adalah sekian dari banyaknya kasus yang dilakukan oleh anggota instansi negara. Kalau seorang anggota polisi saja bisa mendiskriminasi orang lain, lalu kepada siapakah rakyat memohon perlindungan?
Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan. Islam telah mengajarkan kita untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan kita ke dalam liang perzinaan, seperti menundukkan pandangan, menutup aurat, tidak berkhalwat, dan tidak bercampur-baur dengan nonmahram. Syariat itu dapat menjaga akhlak kita untuk senantiasa menjaga izzah dan iffah kita sebagai seorang muslimah. Dengan penerapan syariat yang kaffah, tidak hanya masyarakat sipil biasa yang terjaga akhlaknya, melainkan juga para aparatur negara.
Dalam kasus seperti ini, Islam akan menerapkan hukuman sesuai dengan syariat, yaitu melakukan cambuk sebanyak 100 kali kepada pezina yang belum menikah dan mengasingkannya ke tempat yang jauh selama 2 tahun lamanya. Hukuman tersebut semata-mata untuk menghindari terjadinya perzinaan di kemudian hari. Hukuman tersebut akan menjadi contoh bagi masyarakat lainnya agar mereka tetap menjaga diri dari perzinaan.
Pada akhirnya, kita menyadari bahwa kondisi umat sedang tidak baik-baik saja. Kematian Novia sedikit banyak memberikan gambaran bagaimana pergaulan dan pola pikir anak muda zaman sekarang. Walaupun tak bisa dipukul rata, kasus ini menjadi PR besar bagi para orang tua dan pengemban dakwah, untuk terus merangkul dan mendidik. Keadilan yang digaungkan bukan semata-mata untuk Novia saja, tetapi seluruh perempuan khususnya muslimah. Keadilan untuk mendapat perlindungan dari segala bentuk diskriminasi. Banyak pihak yang seolah lantang berbicara tentang hak perempuan, tapi lupa bahwa sejatinya Allah telah lebih dulu mengatur perempuan agar harga dirinya terjaga. Bagaimana mungkin kita menuntut untuk dilindungi, sedang kita tak berupaya untuk memulainya dari diri sendiri? Mengapa sibuk menentang syariat, padahal kitalah pelaku maksiat?
Sahabat muslimah, bersimpati atas kejadian yang menimpa Novia tentu tidaklah salah, tetapi fenomena memprihatinkan ini tidak lantas hilang hanya dengan tagar #savenoviawidyasari. Melainkan dengan menerapkan dan berpegang teguh pada syariat adalah solusi yang kaffah, bukan hanya perkara muslimah, tetapi juga perkara-perkara penting lainnya. Dengan solusi yang kaffah, masyarakat kelak terjaga dari perbuatan-perbuatan berujung pada kesengsaraan. []