Berpolitik Lewat Pena

"Tajamnya pena para penulis dalam mengupas berbagai isu yang menimpa umat Islam juga tak kalah penting dibandingkan berbagai ketokan palu kebijakan para penguasa."

Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Jika Anda meyakini bahwa untuk menjaga kekuasaan adalah dengan melakukan apa pun yang Anda rasa perlu, maka Anda juga disebut berpolitik, tapi dari sudut pandang Nichollo Machiavelli. Jika Anda menempatkan ketaatan rakyat pada penguasanya adalah karena kontrak sosial yang terjalin di antara keduanya, maka Anda pun disebut berpolitik, menurut Thomas Hobbes. Jika Anda merasa bahwa tatanan masyarakat yang adil itu adalah dengan “sama rata sama rasa”, maka Anda juga sudah dapat disebut berpolitik, dengan berpegang pada ‘mazhab’ komunis.

Berpolitik memang punya banyak makna, tergantung pada siapa definisinya dinisbatkan. Berbagai definisi berpolitik seperti di atas itu pernah dan sedang dilaksanakan dalam sejarah kehidupan manusia. Hanya saja, seluruh definisi itu tidak masuk dalam kategori berpolitik yang akan mendatangkan rida Allah Swt. kepada pelakunya. Dalam alam sekuler, politik memang didominasi oleh kecenderungan akan kekuasaan, karena memang di situlah akar masalah kemunculan sekularisme pada mulanya.

Muslim yang hidup di zaman ini pun seakan tak punya gambaran lain mengenai berpolitik gaya baru, karena pikiran dan dirinya sudah terlalu lama hidup dalam sekularisme yang melihat segala sesuatu dari sisi kekuasaan belaka. Padahal kaum muslimin punya definisi sendiri tentang politik, yang amat jauh berbeda dari yang dikemukakan kaum sekuler.

Berpolitik di dalam Islam bersifat umat-sentris atau berorientasi pada berbagai urusan umat Islam. Karakter Islam yang global juga tidak membuat pengurusan hajat umat pada lingkup yang kecil berdasarkan batas-batas yang dibuat oleh manusia. Selain itu, subjek yang melakukan politik pun tidak terbatas pada orang-orang yang memegang kuasa saja, tapi wong cilik, pedagang, dokter, bahkan ibu rumah tangga sekalipun bisa berpolitik!

Apabila berpolitik di dalam Islam berporos pada bagaimana urusan umat ini tertangani, menulis juga otomatis bisa menjadi salah satu wasilah berpolitik. Tajamnya pena para penulis dalam mengupas berbagai isu yang menimpa umat Islam juga tak kalah penting dibandingkan berbagai ketokan palu kebijakan para penguasa.

Kontrol atas para pemangku jabatan yang ditegakkan dengan untaian kata yang berpadu dengan nas-nas syari terbukti telah menjadi salah satu hal yang diperhitungkan oleh umat. Suara mereka juga sangat mampu diwakilkan oleh berbagai buah pikir para penulis yang senantiasa mengasah kemampuannya demi tersampainya pesan-pesan ilahiyah pada penguasa.

Muslim yang anti dengan politik, boleh jadi karena ia belum mengenal betapa nikmat dan indahnya mengatur urusan umat Muhammad saw. ini. Bagi ibu rumah tangga, saat anak-anaknya terlelap, gawainya mulai sibuk mengetik muhasabah akan kebijakan yang kurang memihak pada umat. Bagi para pedagang, sembari menanti pembeli menyambangi lapaknya, sebuah pesan rindu akan pengerahan militer umat untuk membumihanguskan penjajah kaum muslimin bisa terunggah di media sosial. Berpolitik di dalam Islam memang seindah itu, di mana pikiran kita tetap tertuju pada urusan umat, walaupun rutinitas sehari-hari sedang dilakoni.

Indahnya berpolitik lewat pena pun tak sampai di situ. Bila dengan dibacanya karya muhasabah para penulis, kritik dan komentar akan kondisi umat saat ini, lalu ada orang lain yang tercerahkan melaluinya, maka pahala pun akan mengucur deras bagi sang penulis. Hal ini tentu dikarenakan berpolitik di dalam Islam juga bisa bernilai ibadah, yang aspek ini tak akan ditemui pada aktivitas politik selain berlandaskan Islam.

Dengan definisi bak langit dan bumi tentang politik ini, Islam jelas lebih memberikan peluang kebahagiaan di kehidupan saat ini dan juga akhirat kelak. Para pemegang pena yang teguh mengurus hajat umat Islam di dunia, sungguh jauh lebih baik daripada para pemegang kuasa yang mengurus hajat rakyatnya, tapi bukan dengan Islam. Sampai di sini, masihkah kita menganggap receh dan remeh setiap goresan pena yang menghasilkan tulisan yang berorientasi pada urusan umat? Hadanallah waiyyakum. []


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Iranti Mantasari BA.IR M.Si Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Jasad di Atas Pusara, Korban Liberalisasi dalam Pergaulan
Next
Sisi Negatif di Balik Kesuksesan Film Yuni
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram