Upah Layak, Ilusi Sistem Kapitalis

"Sesungguhnya yang dibutuhkan seorang buruh ataupun pekerja bukan sekadar regulasi tentang pengupahan, namun yang dibutuhkan adalah penerapan politik ekonomi Islam yaitu penerapan kebijakan yang menjamin tercapainya kebutuhan dasar seluruh rakyatnya dengan kebijakan negara."

Oleh. Ani Susilowati S. Pd
(Aliansi Penulis Rindu Islam)

NarasiPost.Com-Gelombang penolakan terkait penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 sebesar 1,09 persen terus disuarakan kalangan pekerja dan buruh di berbagai wilayah. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menginginkan kenaikan UMP pada tahun 2022 sebesar 7% - 10% ( Kompas.com/ 21/11/21).

Direktur Center of Economic and Law Studies ) (cellos), Bhima Yudistira, mengatakan jika kenaikan upah hanya 1%, sementara proyeksi terjadi inflasi di atas 3-4% di 2022 ini efeknya berarti daya beli kelas menengah dan pekerja rentan bisa tergerus inflasi, ini menyebabkan pemulihan daya beli dan konsumsi rumah tangga terhambat. ( Kompas,com /21/11/21)

Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa seolah-olah, kenaikan upah pekerja itu dihitung dengan kenaikan pertumbuhan sektor industri dan inflasi. Maka, ini akan memberikan kesejahteraan kepada para pekerja dan merupakan cara pengupahan yang terbaik. Jadi, sebenarnya meskipun upah pekerja dinaikkan 2,5% atau lebih juga tidak dapat memenuhi karena yang dituntut pekerja adalah 7-10%. Dan seandainya tuntutan para pekerja disetujui, maka akan ada problem baru yang mana para pengusaha juga akan sulit memenuhi tuntutan tersebut. Apalagi banyak tuntutan lain juga terkait kesejahteraan.
Dari sini jelas bahwa sistem sekuler jelas menyesatkan manusia dalam mencari solusi. Masalah ketenagakerjaan, yaitu konflik antara pekerja dengan pengusaha adalah masalah laten dan permanen. Karena tuntutan kesejahteraan pekerja diselesaikan berbasis upah dari pengusaha. Sedangkan posisi pemerintah sendiri hanyalah membuat regulasi agar ada jaminan dari pengusaha terkait kesehatan, keamanan pekerja, cuti, tunjangan kesehatan,upah yang layak dan sebagainya.
Tentu saja tidak mudah memenuhi tuntutan para pekerja, karena kalau mereka menghendaki perbaikan tingkat upah, jaminan sosial kesehatan, penghapusan sistem outsourcing dan lainnya yang semua itu harus ditanggung oleh pengusaha, pasti akan muncul masalah baru, yaitu pengusaha akan memasukkan komponen kenaikan upah dalam biaya produksi sehingga mengakibatkan harga jual barang akan naik, kemudian terjadi inflasi dan daya beli masyarakat pun rendah. Yang pada gilirannya para pekerja juga akan sulit memenuhi kebutuhan dasarnya.

Sesungguhnya yang dibutuhkan seorang buruh ataupun pekerja bukan sekadar regulasi tentang pengupahan, namun yang dibutuhkan adalah penerapan politik ekonomi Islam yaitu penerapan kebijakan yang menjamin tercapainya kebutuhan dasar seluruh rakyatnya dengan kebijakan negara. Penetapan upah tidak berdasarkan manfaat tenaga/ jasa yang diberikan kepada masyarakat sejatinya adalah problem mendasar pengupahan dalam sistem kapitalisme. Dalam pandangan kapitalisme upah ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimum/ KHL (Kebutuhan Hidup Layak) sebagai standard kebutuhan seorang pekerja / buruh untuk hidup layak secara fisik dalam satu bulan. Sekadar bisa dipakai untuk hidup dalam taraf amat sederhana. Dengan demikian, sistem kapitalisme gagal menyejahterakan buruh/ pekerja.

Berbeda dengan sistem Islam. Penetapan upah didasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja, baik upah itu dapat mencukupi kebutuhan hidupnya atau tidak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka, upah pekerja antarsektor dan profesi akan berbeda- beda (relatif). Upah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja. Mereka dapat merujuk pendapat ahli ketenagakerjaan mengenai jumlah yang sesuai dengan harga pasar tenaga kerja. Namun, penetapan upah tidak boleh didasarkan pada harga barang dan jasa yang dalam jangka pendek dapat berubah-ubah akibat perubahan penawaran dan permintaan. Jika itu terjadi akan mengakibatkan upah naik turun sewaktu-waktu. Jika harga turun, pendapatan pekerja akan turun. Yang bisa jadi, upah lebih rendah daripada kemanfaatan yang diberikan. Ketika harga naik , upah pekerja menjadi lebih besar sehingga akan cenderung merugikan pemberi kerja.

Demikian juga upah pekerja tidak dapat didasarkan pada nilai kebutuhan dasar pekerja (upah minimum), baik provinsi, kabupaten, kota dan sektoral alasannya karena pemenuhan kebutuhan dasar merupakan tanggung jawab negara atas rakyatnya bukan tanggung jawab pengusaha. Hal ini merupakan bentuk kezaliman, sebab bisa jadi manfaat yang diberikan pekerja lebih rendah dibanding dengan kebutuhan hidupnya sehingga upah yang berdasarkan jumlah kebutuhan hidup akan merugikan pemberi kerja. Sebaliknya jika manfaat yang diberikan pekerja jauh lebih besar daripada kebutuhan hidupnya, maka akan cenderung merugikan pekerja.

Di sisi lain dalam Islam, bahwa kebutuhan dasar adalah tanggung jawab negara artinya kebutuhan tersebut harus dapat dinikmati setiap individu rakyat dalam negaranya, baik melalui usahanya sendiri, bantuan ahli waris, santunan negara jika dari dia dan ahli warisnya tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Negara wajib menyediakan kebutuhan dasar lainnya yaitu pendidikan, kesehatan, keamanan secara cuma- cuma kepada seluruh rakyatnya tanpa memandang suku, agama, ras, dan wilayah tinggal mereka. Dan upah yang dilandaskan kepada manfaat yang diberikan pekerja tersebut disepakati antara pekerja dan pemberi kerja dalam waktu tertentu. Kedua belah pihak dapat melakukan negosiasi perubahan upah tersebut untuk ditetapkan pada kontrak kerja berikutnya.
Maka, kenaikan upah tahunan bagi pekerja tidak akan ditemui dalam sistem Islam. Jika terjadi perselisihan mengenai jumlah upah mereka, misalnya karena keduanya tidak menyebutkan upah tertentu atau jumlah yang disebutkan tidak jelas, maka upah yang diberikan kepada pekerja adalah upah yang sepadan, yaitu mengikuti upah pekerja lain yang memberikan manfaat yang sama dengan pekerja tersebut yang ditetapkan para ahli. Upah ini wajib dibayarkan oleh pemberi kerja. Dengan sistem politik ekonomi Islam, pihak pekerja dan pengusaha akan sama mendapat keuntungan dan akan memberikan keberkahan pada seluruh aspek kehidupan individu, masyarakat dan negara. Wallahu’alam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ani Susilowati S. Pd Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Perzinaan Merajalela, Seriuslah Menerapkan Islam Secara Sempurna
Next
Muhasabahlah, Karena Kita Bertabur Dosa dan Salah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram