Dating Violence, Buah Sistem Sekuler

"Pergaulan muda-mudi saat ini memang semakin parah. Pacaran dianggap lumrah dan bebas dilakukan di mana saja. Tanpa rasa malu dan segan muda-mudi berduaan layaknya suami-istri. Mereka melakukan hubungan tanpa paksaan. Perbuatannya pun terjadi berulang kali, bahkan tidak sedikit dari mereka yang hamil dan berujung pada aborsi atau bunuh diri akibat depresi."

Oleh.Eni Imami, S.Si
(Pendidik, Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Kasus bunuh diri seorang mahasiswi asal Mojokerto Jawa Timur di pusara ayahnya menjadi perbincangan publik. Korban diduga menenggak racun akibat depresi berat. Tak sanggup menanggung beban dan tekanan karena ulah pacarnya.

Berawal dari kenalan lalu pacaran, terjadilah hubungan layaknya suami istri hingga hamil. Selama pacaran, korban pernah melakukan aborsi sebanyak dua kali. Kini, korban memilih mengakhiri hidupnya dan sang pacar seorang anggota Polri mendekam di penjara.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga, menilai kasus tersebut termasuk dalam kategori kekerasan dalam pacaran atau dating violence. Bintang menegaskan kekerasan dalam berpacaran dapat menimbulkan penderitaan secara fisik maupun mental. Tak hanya itu, kekerasan dalam pacaran juga dapat merampas hak seseorang, baik di khalayak umum maupun dalam kehidupan pribadi. (detik.com, 5/12/2021)

Kasus dating violence sebenarnya sudah banyak terjadi. Namun, kasus demikian tidak tersorot dan masih diabaikan masyarakat. Mengutip survei dari Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) yang dilakukan Kementerian PPPA pada 2016, tingkat kekerasan, baik secara fisik maupun seksual, yang dialami perempuan belum menikah, yaitu sebesar 42,7 persen. Selain itu, dari 10.847 pelaku kekerasan, sebanyak 2.090 adalah pacar atau teman. (Tempo.co, 13/8/2021)

Pergaulan muda-mudi saat ini memang semakin parah. Pacaran dianggap lumrah dan bebas dilakukan di mana saja. Tanpa rasa malu dan segan muda-mudi berduaan layaknya suami-istri. Mereka melakukan hubungan tanpa paksaan. Perbuatannya pun terjadi berulang kali, bahkan tidak sedikit dari mereka yang hamil dan berujung pada aborsi atau bunuh diri akibat depresi. Inilah wujud kebebasan, manusia merasa berhak melakukan apa saja yang dinginkan. Menuruti hawa nafsu tanpa batasan agama.

Melakukan seks di luar nikah (zina) atas dasar suka sama suka menjadikan maksiat tak berasa dosa. Tak ada hukum yang menjeratnya. Padahal, zina adalah perbuatan keji yang diharamkan dan harus dicegah kejadiannya. Apakah para pelaku zina tidak takut dosa? Boleh jadi mereka bahkan tidak mengenal dosa. Dalam kehidupan yang serba bebas, apa pun boleh dilakukan tanpa khawatir ancaman dosa. Standar perbuatan hanya sebatas suka.

Hukum baru berbicara tatkala ada yang merasa dipaksa. Salah satu pihak merasa dirugikan karena sang pacar tak mau tanggungjawab. Sanksi yang diberikan pun tidak berat. Buktinya satu pelaku ditindak, pelaku baru bermunculan.

Gagasan peraturan pencegahan penanganan kekerasan seksual (PPKS) tak mampu menjadi harapan. Pasalnya, frasa persetujuan (consent) berulang kali tercantum dalam pasal peraturan tersebut. Frasa tersebut menjadi barometer hubungan seksual dipandang sebagai kekerasan ataukah tidak. Artinya, selama dilakukan atas persetujuan, suka sama suka antarpelaku tak patut diperkarakan. Jika demikian, seks bebas bisa tumbuh subur di mana-mana.

Pacaran, baik terjadi dating violance maupun tidak telah merusak moral. Tentu saja solusinya tak cukup dengan menangkap pacar korban. Seharusnya dari kasus ini dapat diambil pelajaran, dan jangan sampai kasus demikian terus berulang. Sepatutnya ini mendorong masyarakat dan negara untuk memperbaiki tata pergaulan muda-mudi. Menghapus beragam nilai kebebasan (liberal) yang memisahkan urusan dunia dengan agama (sekularisme).

Tiada sebaik-baik pengaturan selain dari Sang Pencipta, Allah Swt. Allah menurunkan Islam untuk mengatur kehidupan. Dalam Islam, pacaran merupakan aktivitas mendekati zina. Allah Swt melarang hamba-hamba-Nya berbuat zina, termasuk melakukan hal-hal yang mendorong dan menyebabkan perzinaan. Dalam firman-Nya, Allah Swt menyebut zina sebagai perbuatan keji dan jalan yang buruk. "Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisyah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)." (Qs. al-Israa: 32)

Islam tidak hanya menetapkan larangan berzina, tetapi juga menentukan seperangkat syariat pencegahan terjadinya perzinaan. Syariat tersebut ada yang ditujukan pada individu, masyarakat, dan negara. Karena tiga pilar tersebut merupakan penegak syariat dalam kehidupan. Jika salah satu abai maka persoalan tidak akan selesai secara tuntas.

Islam memerintahkan individu muslim menghiasi dirinya dengan ketakwaan. Dalam kitab an Nizham al ijtima'iy fii al Islam, Syaik Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan tatkala Muslim memiliki sifat takwa pasti ia akan takut kepada Allah Swt, akan mendambakan surga-Nya, sekaligus sangat ingin meraih rida-Nya. Ketakwaan menjadi perisai, memalingkan seorang muslim dari perbuatan mungkar, termasuk menghalanginya dari perbuatan faahisyah seperti zina.

Syariat Islam sangat memperhatikan keberadaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Jangan sampai kebersamaan mereka tergolong ikhtilath (campur baur) maupun khalwat (berduaan). Memproteksi dengan memerintahkan seorang muslim menjaga pandangan (ghadhul bashar). Para perempuan juga diperintah untuk menutup auratnya dengan sempurna. Tatkala keluar rumah (safar) selama sehari semalam harus disertai dengan mahramnya. Bagi muda-mudi yang sudah mampu, syariat memerintahkan segera menikah untuk menjaga kehormatannya. Bagi yang belum mampu diperintahkan untuk berpuasa.

Islam juga menyeru masyarakat dalam mencegah terjadinya kemaksiatan yakni dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Sedangkan bagi negara, wajib baginya menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan berbasis akidah Islam akan melahirkan individu yang bertakwa. Selain itu, sistem pergaulan Islam juga harus diterapkan. Negara menetapkan hukum positif sebagai upaya preventif dan kuratif. Hukum yang bersumber dari syariat Islam tegas memberikan sanksi keras bagi pelaku perzinaan. Dirajam bagi pelaku yang sudah pernah menikah, dan dicambuk serta diasingkan bagi pelaku yang belum pernah menikah.

Demikian sempurna Islam menjaga pergaulan laki-laki dan perempuan. Kesempurnaan aturan Islam hanya bisa dirasakan tatkala individu, masyarakat, dan negara bersama-sama menerapkannya dalam sistem kehidupan. Selama liberalisme dan sekularisme yang dijadikan sistem kehidupan, apa pun solusinya menimbulkan masalah. Maka, tidak ada pilihan lain kecuali kembali menjadikan Islam sebagai solusi untuk segala aspek kehidupan. Wallahu a'lam bisshowab[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Eni Imami, S.Si Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Black Garlic, Apa Sih Istimewanya?
Next
Paradoksironis, Jangan Apatis!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram