Meski fisik tak seberapa kuat, meski diri hanya orang biasa, meski banyak kekurangan dimiliki, namun keberanian dalam membela agama-Nya mampu mengalahkan itu semua. Apa sesungguhnya yang membuat keberanian itu muncul? Bagaimana bisa segala macam ketakutan yang ditimpakan itu sama sekali tak menyurutkan langkah dalam perjuangan?
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kala itu, salah seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Mas’ud dengan berani membaca Al-Qur’an di hadapan kaum kafir Quraisy. Padahal jelas sekali mereka sangat membenci Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan siapa pun yang mengikutinya. Mereka akan melakukan kekerasan terhadap siapa saja yang berani menunjukkan keimanannya pada risalah yang dibawa Nabi.
Benar saja, Ibnu Mas’ud pun akhirnya dihajar habis-habisan oleh para kafir Quraisy tersebut hingga babak belur dan berdarah. Meski mengalami kejadian tersebut, namun Ibnu Mas’ud sama sekali tak takut dan menyesal sedikit pun. Ia melakukannya hanya untuk mengharap rida dan berkah dari Allah.
Begitu pula dengan Ammar bin Yasir dan keluarganya yang mendapatkan siksaan hebat dari orang-orang Quraisy. Keluarga Ammar tetap bertahan dalam keimanan Islam. Hingga kemudian sang ibunda, Sumayyah, meninggal akibat kerasnya penyiksaan yang dilakukan orang-orang tersebut. Sumayyah menjadi syuhada wanita pertama dalam Islam. Tak lama berselang, ayah Ammar pun juga akhirnya meninggal dalam perjuangan mempertahankan iman kepada Allah Swt. Gugurnya orang tua Ammar dan segala penyiksaan kejam yang mereka alami tak menyurutkan keteguhan dan keberaniannya untuk tetap setia di jalan Allah.
Ada juga sahabat Bilal bin Ra’bah, seorang budak kulit hitam dari Habasyah (Ethiopia) yang mendapat siksaan keji dari majikannya karena menolak meninggalkan agama Allah. Ia disiksa dengan dihimpit oleh batu besar panas di tengah terik matahari yang menyengat supaya mau kembali pada ajaran yang lama. Namun, Bilal tetap teguh dan berani mempertahankan akidahnya.
Masih banyak lagi kisah-kisah keberanian dari para sahabat Nabi dan orang-orang terdahulu yang begitu menggetarkan jiwa. Mereka menjadi teladan dalam menetapi jalan keimanan. Mereka tak goyah sedikit pun walau segala macam ujian, cobaan, dan rintangan datang mendera. Mereka tetap berdiri dengan gagah berani mengepalkan tangan pertanda keyakinan yang tak luntur pada-Nya. Meski kaki dan tangan terpisah dari tubuh, mereka tetap tegak dan tak bergeser dari tempat semula. Tanpa keraguan, manusia-manusia pemberani itu menantang setiap pecundang yang menentang jalan Allah dan Rasul-Nya.
Meski fisik tak seberapa kuat, meski diri hanya orang biasa, meski banyak kekurangan dimiliki, namun keberanian dalam membela agama-Nya mampu mengalahkan itu semua. Apa sesungguhnya yang membuat keberanian itu muncul? Bagaimana bisa segala macam ketakutan yang ditimpakan itu sama sekali tak menyurutkan langkah dalam perjuangan?
Mereka, para pemberani yang kisahnya tak lekang oleh zaman dan tak pernah bosan diceritakan itu sesungguhnya memiliki syaja’ah. Keberanian karena yakin berada di jalan kebenaran, itulah syaja’ah. Berani karena benar, yakni menurut apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu WA Ta’ala.
Bukanlah keberanian yang tanpa isi. Bukan pula keberanian dengan modal nekat dan tanpa perhitungan. Bukan juga keberanian yang muncul karena ada teman atau hanya ikut-ikutan. Keberanian yang dilandasi oleh keimanan pada Sang Khalik, itulah syaja’ah sesungguhnya.
Sebuah keimanan yang mantap mampu memancarkan sifat keberanian yang tiada bandingannya. Keyakinan bahwa berjuang di jalan Allah adalah untuk mendapatkan rida-Nya. Dengan begitu, tiada satu pun mampu menghentikan langkah atau memalingkannya dari tujuan mulia. Tidak ada ketakutan, kekhawatiran, atau pun hal-hal yang bisa melemahkan tekadnya untuk berjuang membela agama.
Ancaman, hadangan, atau siksaan yang nyata bagai tak berarti di hadapan jiwa sang pemberani. Tersebab ia telah terisi oleh sebaik amunisi, yakni keberanian dari Ilahi. Keberanian ini tak akan mati, walau apa yang terjadi. Selama ia berpegang teguh pada tali-Nya, maka keberanian akan terus mengiringi.
Penting untuk memiliki keberanian dalam bersikap, terlebih lagi dalam berdakwah. Dengan keberanian ini, gentarlah musuh-musuh Allah. Karena keberanian inilah, Islam bisa terus tegak di tengah gempuran kaum kafir penjajah. Dengan keberanian, umat Islam akan kembali bangkit dan menyingkirkan segala belenggu yang membuatnya terpuruk selama ini. Dengan keberanian lillah, dakwah syariat Islam kaffah akan terus bergelora di seluruh penjuru bumi.
Keberanian dalam dakwah sangat dibutuhkan agar kebenaran bisa tersampaikan. Dengannya, kemungkaran akan terkalahkan. Cahaya Islam akan terus bersinar menyingkirkan kegelapan. Jiwa-jiwa yang tangguh berselimut keberanian tak surut oleh apa pun juga.
Keberanian dalam menghadapi segala bentuk kezaliman. Tak takut menghentikan kemaksiatan. Tak ragu menyampaikan kebenaran di hadapan kekuasaan. Walau diri mungkin tak punya kekuatan, namun dengan lisan masih sanggup mengungkapkan. Berani menanggung segala resiko yang menjadi konsekuensi atas apa yang dilakukan.
Dengan keyakinan pada janji Allah, semua yang menghadang dan membuat nyali surut akan lenyap. Keberanian dan keteguhan dalam menapaki jalan yang benar akan mendapat kekuatan dan rida-Nya. Tak perlu risau, takut atau sedih atas apa yang terjadi, sebagaimana pernyataan Allah dalam surah Ali Imran ayat 139: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan kamu bersedih hati; dan kamu adalah yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman.”
Dakwah di tengah manusia dalam sistem yang kufur ini memang tak mudah. Akan selalu ada penentangan dan perlawanan terhadap dakwah dan para pengembannya. Orang-orang kafir akan senantiasa melakukan segala upaya untuk menghalangi dan menghentikan langkah para pengemban dakwah. Mereka menimpakan berbagai macam kesulitan dan ketakutan agar para pengemban dakwah menjadi lemah. Namun, bagi para pemberani semua itu tak ada apa-apanya. Bagi mereka, perintah Allah adalah yang utama. Apa yang menjadi perintah-Nya, sungguh menjadi jalan yang mestinya ditempuh, seperti yang telah difirmankan-Nya dalam surah Huud ayat 112 berikut: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan siapa saja yang telah bertaubat bersama kamu; dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah Maha Melihat atas apa saja yang kamu lakukan.” (Huud: 112)
Teladan terbaik dalam keberanian berjuang di jalan Allah sudah pasti adalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang begitu luar biasa. Beliau dengan gagah berani melakukan dakwah di tengah berbagai ancaman, tekanan dan perlawanan yang dilancarkan oleh orang-orang kafir. Tak surut langkah beliau menyampaikan risalah agung kepada manusia. Berbagai peperangan yang beliau jalani menjadi bukti keberanian yang menginspirasi para sahabat dan seluruh umat.
Maka, sudah seharusnya kita meneladani Nabi Muhammad dalam berdakwah. Senantiasa kita istikamah dalam menjalani tahapan dan metode dakwah yang telah beliau contohkan. Di samping juga menempa diri setiap saat dengan keberanian dan keteguhan dalam perjuangan mengemban dakwah. Berjuang dengan penuh keberanian karena Allah. Kita persembahkan yang terbaik dari diri kita untuk jalan dakwah Islam kaffah, untuk Allah semata. Wallahu a’lam bish-shawwab.[]