Stop, Jangan Ada Novia yang Lain!

"Kasus Novia hari ini hendaknya menjadi pelajaran berharga. Bukan hanya bagi para orang tua agar membenahi proses pengasuhan dan pendidikan terhadap anak-anak mereka, tapi juga bagi semua orang. Yakni bagi masyarakat yang menganggap pergaulan bebas sebagai sesuatu yang lumrah sehingga membiarkannya tanpa sedikit pun upaya mencegahnya."

Oleh. Rizki Ika Sahana
(Aktivis Muslimah, Praktisi Homeschooling)

NarasiPost.Com-Setiap ibu pasti shock sekaligus perih membaca kasus Novia yang viral. Tak terbayang bagaimana jika hal yang sama menimpa anak gadis sendiri. Terlebih, kasus serupa dengan berbagai versi terus bermunculan tanpa tahu sampai kapan matai rantainya bisa diputus. Celakanya, arus deras liberalisasi yang menjadi akar persoalannya nyaris tak tersentuh, justru semakin tumbuh subur.

Mungkin benar, Novia mudah jatuh ke pangkuan laki-laki dengan menjalin hubungan 'istimewa' (pacaran) karena membutuhkan sosok pelindung yang mengayomi, sementara dirinya telah ditinggal wafat sang ayah. Mungkin juga benar, Novia kurang mendapat support keluarga dan kerabat sehingga harus menanggung beban berat psikologis seorang diri. Mungkin juga benar, keadaan mental Novia yang terus drop karena tekanan berbagai pihak tidak segera disadari orang-orang di sekitarnya (teman, sahabat). Tapi jangan lupa, kasus bunuh diri Novia bukan semata karena kepribadiannya yang rapuh tersebab pola asuh. Bukan pula semata karena mental healthnya terganggu tersebab beragam tekanan mendera. Justru tragedi tersebut berawal dari pergaulan bebas (baca: pacaran) yang hari ini bukan hanya dibiarkan tapi justru dipropagandakan melalui berbagai media dengan sangat masif.

Kasus bunuh diri dipicu pergaulan bebas bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, pada Mei 2021 misalnya, pemuda asal Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor berinisial LRP (23) bunuh diri karena sakit hati setelah diputus oleh pacarnya. LRP nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di sebuah rumah kosong. Pun pada September 2021, seorang mahasiswi Universitas Hasanuddin Makassar berinisial QA (20 tahun) tewas gantung diri, diduga patah hati dari temuan sepucuk surat yang ditinggalkan korban. Selang sebulan, yakni pada Oktober 2021, pemuda di Pemalang berinisial TP (21 tahun) juga nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Kuat dugaan, TP patah hati karena putus cinta. TP sempat menceritakan masalah tersebut kepada tantenya.

Kasus-kasus tersebut baru secuil, belum termasuk kasus kekerasan hingga pembunuhan oleh pacar, kekasih, atau teman dekat yang dengannya korban menjalin hubungan asmara di luar pernikahan sah. Yang mengerikan, trennya terus meningkat. Astaghfirullah..

Maka, kasus Novia hari ini hendaknya menjadi pelajaran berharga. Bukan hanya bagi para orang tua agar membenahi proses pengasuhan dan pendidikan terhadap anak-anak mereka, tapi juga bagi semua orang. Bagi masyarakat yang menganggap pergaulan bebas sebagai sesuatu yang lumrah sehingga membiarkannya tanpa sedikit pun upaya mencegahnya. Masyarakat harus segera menyadari perannya untuk meminimalisasi bahkan menghentikan perilaku serba bebas di kalangan muda-mudi agar tak semakin menjadi. Karena sebab pertama yang menyulut munculnya berbagai kondisi hingga mengantarkan Novia pada jalan bunuh diri adalah pergaulan bebas.

Berikutnya, negara harus melakukan evaluasi besar-besaran dalam menyelenggarakan sistem pendidikan dan sistem sanksi. Sebab sistem pendidikan yang sekuler dan tak memiliki visi pembentukan generasi luhur bertakwa jelas melahirkan produk yang kering dari nilai-nilai ruhiyah serta akhlaqul karimah. Demikian juga dengan sistem sanksi yang berlaku tak adil dan diskriminatif, juga tak memberi efek jera pada pelaku, harus segera direvisi sehingga mampu menghentikan sekaligus mencegah perilaku serba bebas yang berujung pada hilangya nyawa.

Negara juga harus mengontrol berbagai produk dan konten media di seluruh lini untuk menjaga kemuliaan dan ketinggian martabat masyarakatnya. Konten-konten pornografi, pornoaksi, juga kampanye liberalisasi dalam bentuk hard core maupun yang soft wajib diblock dan pelaku pembuat serta penyebarnya diberi sanksi berat. Tanpa pandang bulu, tanpa toleransi sedikit pun. Sebab pangkal dari berbagai kerusakan moral di tengah masyarakat termasuk tingkat ketidakpedulian yang tinggi terhadap pergaulan bebas, semua bermula dari sini, yakni liberalisasi yang massif hingga membentuk tabiat dan karakter masyarakat yang liberal.

On top of that, kembali kepada aturan Pencipta manusia adalah hal yang tepat selain urgent dan perlu. Sebab aturan tersebut, yang tak lain dan tak bukan adalah syariat Islam, telah terbukti memuliakan dan menyejahterakan perempuan di sepanjang penerapannya.

Dalam sejarahnya, al-Mu’tasim Billah misalnya, salah seorang pemimpin yang menegakkan syariat Islam, pernah menyambut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi di pasar. Khalifah al-Mu’tasim Billah pun serta merta menurunkan puluhan ribu pasukannya untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Bahkan diriwayatkan, panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana Khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki), karena jumlah pasukan yang demikian besar. Bayangkan, demi membela kehormatan seorang muslimah saja. MasyaAllah!

Sungguh pembelaan Islam dan pemimpinnya demikian besar terhadap para perempuan. Islam dan pemimpinnya akan menjaga akal, jiwa, kehormatan, juga iman-Islam mereka dengan paripurna. Islam dengan seperangkat mekanisme penjagaan yang ketat di seluruh aspek kehidupan tidak akan membiarkan para perempuan jatuh pada pergaulan bebas, mengalami kondisi depresi berat, merasa tak punya pilihan, lalu mengakhiri hidupnya dengan tragis. Islam akan memberlakukan sistem pendidikan, sistem sanksi, sistem pergaulan, juga sistem informasi (pers/media) yang berbasis wahyu. Sistem ini niscaya akan membuat para ibu tenang, bebas dari gamang dan perasaan was-was terhadap nasib anak-anak gadis yang mereka cinta. Wallahu a'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rizki Ika Sahana Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Varian Omicron, Bukti Rezim Global Gagal Kendalikan Virus
Next
Sultan Ulama
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram