Fitrah Anak Ternoda, Sekularisme Biang Bencana

"Dan perlakukanlah mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan." (TQS: An-Nisa: 19)

Oleh. Misnawati
(Aktivis Dakwah)
 

NarasiPost.Com-Memiliki anak yang berbakti kepada orang tua, saleh dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan harapan dan cita-cita terbesar. Namun sayang, tidak semua orang tua bisa mewujudkannya, malah mendapatkan hal yang buruk. Seperti yang terjadi baru-baru ini, seorang anak tega menganiaya ibunya sendiri hingga meninggal dunia. 

Diketahui, seorang remaja berinisial MF (17) lantaran ditegur oleh ibunya agar tidak bermalas-malasan dan nonton TV justru melakukan penganiayaan hingga merenggut nyawa ibunya sendiri. Peristiwa itu terjadi di Desa Singorojo, Kecamatan Mayong Jepara.Tak perlu lama kepolisian dengan sigap menangkap pelaku MF. Perbuatan MF dikenai Pasal 44 ayat (3) UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan diancam hukuman penjara selama 15 tahun atau denda uang senilai Rp45 juta (kompas.com, 21/9/2021)

Sungguh memilukan, peristiwa di atas menandakan negeri ini tidak aman dari tindak kriminal. Dalam sistem kapitalisme sekularisme, nilai-nilai agama yang seharusnya mengatur kehidupan manusia justru dilenyapkan. Sebab sistem ini menganggap hukum syariat mengekang kebebasan dalam segala hal. Jadilah pengagungan sikap kebebasan dengan alasan bagian dari hak asasi manusia. Ditambah adanya perundang-undangan semakin mengokohkan ide tersebut. Akibatnya, sikap kebebasan berperilaku merajalela tanpa batasan, bertindak sesuai hawa nafsu setan. Sehingga hilang rasa kemanusian. Anak yang berkewajiban memuliakan orang tua dengan berani melakukan tindak aniaya bahkan menghilangkan nyawa. 

Dalam sistem demokrasi sekuler, Islam dilaksanakan sebatas ibadah mahdhah, tetapi tidak diperbolehkan
mengatur pendidikan, pergaulan, ekonomi, kesehatan, sanksi hukum, sosial-budaya maupun politik. Karenanya, negara yang memakai sistem ini akan berjalan sesuai kehendaknya alias bebas menentukan sikap. 

Prinsip kebebasan lahir dari akidah sekularisme, yang merupakan bagian ideologi kapitalisme. Ketika keluarga Muslim menjadikan akidah sekularisme sebagai jalan kehidupan, maka disadari atau tidak, bermakna pengingkaran keberadaan Allah Swt. sebagai Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia. Sedangkan akal manusia terbatas dan lemah, tak akan mampu menjangkau pemecahan persoalan kehidupan kecuali mengikuti apa-apa yang telah diperintahkan Allah Swt. dan yang dicontohkan Rasulullah saw. Akibatnya, muncul berbagai kemudaratan dan ketidakharmonisan tatanan sosial masyarakat. 

Wajarlah, jika ada yang mengatakan, siapa pun yang berada dalam sistem aturan buatan manusia, maka akan menjadi korban.
Sistem ini membuktikan. Anak-anak tidak mendapatkan hak-haknya selayaknya dalam Islam. Begitupun fungsi orang tua tak berjalan sesuai syariat. Padahal orang tua bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan dan kepengurusan anak-anaknya di rumah. Tetapi karena kemiskinan dan biaya hidup semakin sulit, membuat orang tua lebih keras mencari nafkah, ibu yang seharusnya di rumah, turut membantu banting tulang. Saat pulang ke rumah, anak-anak pun luput dari perhatian dan pengawasan orang tuanya sebab sudah lelah bekerja seharian. Jika keadaan sudah begini, anak-anak akan mencari perhatian dan mencontoh perilaku dari luar. Akhirnya ia tumbuh menjadi anak yang kehilangan arah, malas, lemah bahkan tak beradab. 

Selain itu, yang tak kalah penting adalah peranan negara yang masih lemah mengontrol dan menyaring tayangan TV, medsos dan akses penyiaran lainnya yang bermuatan negatif, seperti: kekerasan, kejahatan, pornoaksi dan pornografi dan sebagainya. Seharusnya menutup akses tersebut serapat-rapatnya. Sebab tontonan inilah yang membuka peluang bagi remaja untuk meniru, merusak moral dan akidah. Penjagaan anak-anak dari tontonan negatif tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada orang tua. Negara berkewajiban memutus mata rantai penyiaran negatif dengan tidak memberi izin kepada pihak media/swasta untuk menayangkan, apa pun alasannya.

Peran Ibu dalam Islam

Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup. Sejak awal dibawa Rasulullah saw. telah sempurna dan komprehensif. Termasuk menjelaskan kedudukan seorang ibu. Sering kita mendengar ungkapan "surga terletak di bawah telapak kaki ibu", begitulah Islam menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan ibu. Allah Swt. memerintahkan kepada siapa pun agar berbuat baik kepadanya. Sebagaimana firman Allah Swt. berikut:

"Dan perlakukanlah mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan." (TQS: An-Nisa: 19)

Islam menjamin pemenuhan kebutuhan ibu, seperti: jaminan keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra. telah mengeluarkan kebijakan untuk memberi upah bagi ibu yang menuntaskan penyusuan anaknya selama 2 tahun, yang diberikan di awal penyusuan, dalam rangka perawatan kesehatan dan memberikan nutrisi bergizi bagi si anak. 

Kemuliaan ibu dalam Islam senantiasa terjaga. Ia akan mendapatkan hak dan kewajibannya dalam mengabdi kepada Allah Swt. demi mendapatkan keridaan-Nya.
Negara dan keluarga saling bersinergi dalam mendidik dan menjaga anak.

Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan keluarga muslim yang ideal, ada hal-hal yang saling memengaruhi, di antaranya:

Pertama, orang tua sebagai madrasah pertama sekaligus pendidik bagi anak-anaknya menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Membersamai mereka penuh kesabaran, menjaga jiwa dan jasmaninya, memberikan makanan halal dan thayyib, menjaga pergaulannya tetap islami dan sehat. Menanamkan kecintaan kepada agama di atas perkara dunia, menyemangatinya untuk senantiasa belajar Islam kaffah, dan mendorongnya untuk senang beramal saleh.

Kedua, lingkungan sosial masyarakat yang perhatian dengan keadaan sekitar turut membantu mengawasi dan mendeteksi anak-anak atau anggota keluarga jika sewaktu-waktu ada perbuatan yang tidak wajar.
Dengan adanya masyarakat yang beramar ma'ruf nahi mungkar diharapkan ketertiban dan keamanan lingkungan tetap terjaga. 

Ketiga, negara yang berfungsi sebagai periayah dan penjaga akan menerapkan hukum-hukum Islam (qishas, diyat, ta'zir, hudud) bagi pelaku kriminal sebagai bentuk zawajir dan jawabir. Sebagai hukuman yang ampuh memberikan efek jera. Namun, sebelumnya negara terlebih dulu akan memberikan pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder termasuk jaminan keamanan bagi seluruh rakyatnya, termasuk ibu dan anak-anak.

Anak-anak yang telah terpenuhi semua hak-haknya, ia akan tumbuh menjadi generasi yang sehat secara fisik dan mental, otomatis ia akan mudah diarahkan untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya, termasuk berbakti kepada kedua orang tua.

Allah Swt. memerintahkan kepada seorang anak senantiasa berbuat baik dan memuliakan kedua orang tua. sebagaimana peringatan Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-Isra: 23 yang berbunyi "Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu."

Jika orang tua meminta pertolongan kepada anaknya, jangan mengatakan "ah" atau sampai mengeluarkan perkataan buruk, kasar maupun membentak. Hendaklah seorang anak berkata lemah lembut dan sopan santun. Seorang anak yang menyayangi dan mengasihi orang tua, akan terus mendoakan keduanya agar mendapatkan ampunan dan keberkahan hidup di sisa usianya atau bagi yang telah meninggal. Seperti dalam QS. Ibrahim: 14 yang artinya: "Ya Rabb kami, beri ampun aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (kiamat)."

Demikianlah, gambaran keharmonisan kehidupan keluarga muslim dalam balutan syariat Islam. Saling bersinergi dan berjalan sesuai fungsi masing-masing. Hal ini membutuhkan peran negara untuk merealisasikan dan menjalankan syariat Islam secara totalitas di semua lini kehidupan, sebab juga merupakan kewajiban dari Allah Swt. Karenanya, perwujudan perlindungan dan penjagaan terhadap ibu dan anak akan tercapai. Wallahu a'lam []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Bunga Padi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Rayuan Dunia
Next
Misykat
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram