Kemacetan di Bahodopi Butuh Solusi Pasti

"Para buruh PT IMIP yang menjadi penguasa jalan Trans Sulawesi ini tentu saja membuat warga Bahodopi resah, khususnya masyarakat umum yang juga pengguna jalan Trans Sulawesi. Kemacetan yang terjadi tentu saja berdampak bagi pengguna jalan, lelah, stres, banyak waktu yang terbuang, pernapasan terganggu, rugi baik secara materi maupun waktu dan aktivitas pendidikan, perkantoran, perekonomian dan lain sebagainya jadi ikut terhambat akibat macet."

Oleh. Nur Hajrah MS
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

NarasiPost.Com-Macet sudah menjadi hal yang lumrah terjadi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, tepatnya di Kecamatan Bahodopi, Desa Fatufia. Kemacetan parah sampai berjam-jam sudah sering terjadi di jalur Jalan Trans Sulawesi ini, tepatnya di kawasan perusahaan smelter terbesar di Asia. Macet biasanya terjadi di saat pagi hari dan sore hari atau tepatnya saat karyawan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) masuk dan pulang kerja.

Emil selaku Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Morowali, mengatakan bahwa pemicu utama kemacetan yang terjadi di jalan poros nasional ini karena ada ribuan buruh PT IMIP yang menggunakan kendaraan roda dua dan satu-satunya jalan utama yang bisa dilalui karyawan menuju kawasan perusahaan PT IMIP adalah jalan poros nasional tersebut. Selain itu, Emil menyampaikan bahwa pihak pemerintah sudah mulai mengupayakan pelebaran jalan dan mengimbau pihak perusahaan untuk mengatur ulang jam kerja karyawannya agar tidak menimbulkan kemacetan. (metrosulteng.com, 10/11/2021)

Para buruh PT IMIP yang menjadi penguasa jalan Trans Sulawesi ini tentu saja membuat warga Bahodopi resah, khususnya masyarakat umum yang juga pengguna jalan Trans Sulawesi. Kemacetan yang terjadi tentu saja berdampak bagi pengguna jalan, lelah, stres, banyak waktu yang terbuang, pernapasan terganggu, rugi baik secara materi maupun waktu dan aktivitas pendidikan, perkantoran, perekonomian dan lain sebagainya jadi ikut terhambat akibat macet. Sebut saja Erni, salah satu warga Bahodopi yang ikut mengeluhkan kemacetan yang sering terjadi di jalan Poros Nasional ini. Pengiriman usaha dagangannya jadi sering terlambat hanya karena terjebak macet. Ia menyampaikan harapannya agar jalan Trans Sulawesi ini segera diperlebar. Selain itu, dilansir dari metrosulteng.com, warga meminta kepada pihak perusahaan agar dibuatkan jalan alternatif lain khusus untuk para buruh PT IMIP.

Dari pihak Dirlantas Morowali sendiri mengakui kewalahan menangani kemacetan yang terjadi di Kecamatan Bahodopi tepatnya di Desa Fatufia karena kekurangan personel.

Beberapa Faktor Penyebab Kemacetan

Seperti yang diketahui bahwa PT IMIP merupakan kawasan yang berbasis pengelolaan nikel, dengan rantai industri terpanjang di dunia yang memiliki jumlah karyawan mencapai 44 ribu lebih dan jumlah ini belum termasuk tenaga kerja tidak tetap atau kontraktor. Jumlah karyawannya mencapai puluhan ribu dimana sebagian besar mereka menggunakan kendaraan pribadi, dalam hal ini motor sebagai kendaraan utama yang bisa digunakan untuk kelokasi perusahaan.

Beberapa faktor yang menyebabkan kemacetan di Bahodopi tepatnya di Desa Fatufia adalah:

Pertama, jumlah karyawan yang mencapai 44 ribu, belum termasuk tenaga kerja tidak tetap, juga termasuk masyarakat umum yang menggunakan jalan Poros Nasional di Bahodopi. Dengan banyaknya pengguna jalan tersebut, tidaklah sebanding dengan lebar jalan Poros Nasional di Bahodopi yang tidak begitu lebar, sehingga mengakibatkan volume kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Kedua, rendahnya kesadaran pengguna jalan untuk tertib berlalu lintas menjadi salah satu penyebab kemacetan tidak terkendali di Desa Fatufia. Karena tidak sabar akhirnya berusaha saling mendahului dan menerobos masuk ke jalur lain. Bahkan sangat sering terjadi, para pengendara yang mengarah ke PT IMIP dari arah Bahodopi sampai menguasai seluruh badan jalan tersebut. Selain itu, akibat rendahnya kesadaran tertib berlalu lintas dan kurangnya edukasi sebagai pengguna jalan umum mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan di Bahodopi.

Ketiga, layanan transportasi umum di Bahodopi masih sangat minim, sehingga masyarakat dan karyawan PT IMIP hanya bisa mengandalkan kendaraan pribadi untuk bepergian termasuk ke lokasi perusahaan. Akibatnya, semakin bertambah jumlah karyawan PT IMIP, maka semakin bertambah jumlah volume kendaraan. Apalagi di era sekarang untuk mendapatkan kendaraan pribadi baru, baik motor maupun mobil begitu mudah didapatkan tanpa harus membayar secara tunai atau cash , yaitu dengan melakukan praktik kredit leasing, dimana terdapat transaksi ribawi di dalamnya. Transaksi yang haram dilakukan dalam Islam.

Solusi Pemerintah dalam Mengatasi Kemacetan

Sebagai solusi jangka pendek berdasarkan pengumuman yang disebarkan oleh PT IMIP pada 0
8 November 2021 lalu, pihak perusahaan berusaha mengurai kemacetan yang sering terjadi di Desa Fatufia dengan membuka lokasi area parkir yang baru yang terletak di sekitar kawasan bandara PT IMIP. Pihak perusahaan juga telah mengiyakan permintaan pemerintah untuk mengatur ulang jam kerja karyawan. Sedangkan untuk solusi jangka panjang, dilansir dari metrosulawesi.id, pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tengah telah mengajukan tiga proyek prioritas 2022 kepada Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, salah satunya adalah pengembangan jalan Nasional di Morowali.

Kepala Dinas Bima Marga dan Penataan Ruang Ir. H. Syaifullah Djafar, saat melakukan kenjungan ke PT IMIP pada 24 Februari 2021 lalu, beliau berdialog dengan jajaran Manajemen PT IMIP. Dalam dialog tersebut, Syaifullah Djafar mengatakan dalam pengembangan Jalan Nasional di Morowali akan diutamakan di Kecamatan Bahodopi sampai ke perbatasan Sulawesi Tengah - Sulawesi Tenggara. Selain itu, ia juga mengatakan untuk titik jalan nasional di sekitaran kawasan perusahaan tepatnya di Desa Fatufia, pihaknya akan melakukan peninjauan apakah akan melakukan pelebaran badan jalan dan atau pembuatan jalur underpass atau flyover.

Lantas yang menjadi pertanyaannya sekarang, apakah solusi ini memberikan dampak atas kemacetan yang sering terjadi di jalan Poros Nasional, tepatnya di kawasan perusahaan PT IMIP? Dari pantauan penulis dan tanggapan beberapa karyawan mengungkapkan bahwa solusi dalam hal ini solusi jangka pendek, walaupun durasi waktu macet dan panjang kemacetan sudah mulai berkurang tetapi kemacetan masih tetap terjadi di sekitar kawasan PT IMIP terutama di pagi hari. Namun tidak menutup kemungkinan kemacetan parah bisa saja terjadi kapan pun mengingat perusahaan masih terus merekrut karyawan baru dan tetap saja volume kendaraan yang ada di Kecamatan Bahodopi telah melebihi kapasitas jalan. Untuk solusi jangka panjang, masyarakat hanya bisa menunggu apakah solusi tersebut bisa segera terealisasikan.

Sebenarnya, jika melihat dari faktor-faktor penyebab kemacetan yang telah dipaparkan di atas, pemerintah dan pihak perusahaan bisa saja dengan segera mengatasi kemacetan yang ada.

Pertama, menegaskan aturan untuk wajib mutasi kendaraan bagi masyarakat pendatang baru yang telah berdomisili di Morowali, serta meningkatkan kualitas pelayanan dalam pengurusannya. Karena sejauh ini banyak kendaraan pribadi yang masuk di Morowali tetapi berpelat di luar daerah Morowali dan pemiliknya telah berdomisili di Morowali. Selain itu, penertiban STNK kendaraan yang telah mati masa berlakunya dan kendaraan tidak layak di jalan umum juga perlu ditegaskan. Dengan cara ini maka volume kendaraan di J
Jalan Poros Nasional tersebut bisa berkurang.

Kedua, membatasi produksi atau distribusi kendaraan pribadi di Bahodopi.

Ketiga, menghapus segala bentuk praktik kredit leasing yang memberi kemudahan, serta menggiurkan masyarakat. Padahal praktik tersebut malah merugikan masyarakat dan melawan hukum Allah.

Keempat, membenahi tata ruang di Bahodopi tepatnya di Desa Fatufia yang telah padat penduduk dan permukimannya begitu dekat dangan kawasan perusahaan. Seharusnya sejak di mulai pembangunan kawasan smelter di Desa Fatufia ini,
pemerintah juga sudah mengatur tata ruang di desa tersebut yang ketika itu belum padat penduduk.

Kelima, membenahi infrastruktur secara masif dan merata.

Keenam, meningkatkan kualitas dan kuantitas transportasi umum di Bahodopi.

Ketujuh, melakukan edukasi serta menegaskan aturan untuk tertib berlalu lintas dengan mematuhi rambu-rambu lalulintas yang ada.

Kedelapan, meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan Polantas dan Dishub serta menambah jumlah personelnya.

Kesembilan, menegaskan pihak perusahaan untuk menyediakan kendaraan angkutan khusus karyawan yang tinggal di luar lokasi perusahaan.

Pertanyaannya sekarang, maukah pemerintah melakukan hal tersebut secara keseluruhan? Jika melihat bagaimana politik pemerintahan saat ini yang telah condong ke arah sekuler liberal, maka tawaran solusi di atas akan mustahil dilakukan secara keseluruhan. Faktanya, pemerintahan di negeri ini malah minim melibatkan diri untuk mengurus sektor publik. Kemudian malah berujung menyerahkan tanggung jawab ke pihak swasta, baik itu pembangunan infrastruktur dan pengelolaan trasportasi umum yang tentu saja ini akan menambah beban rakyat. Contohnya saja pembangunan jalan tol di negeri ini, sebagian besar dikerjakan oleh pihak swasta dan kemudian berujung masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk menikmati fasilitas jalan tersebut. Konsep tersebut merupakan konsep bisnis ala kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan semata. Sarana umum yang seharusnya dibangun untuk memudahkan masyarakat, malah dijadikan ladang bisnis. Belum lagi dengan berbagai aturan pajak yang begitu beragam di negeri ini. Begitupun dengan jalan aspalnya, walaupun negeri ini memilki kualitas aspal terbaik di dunia namun sayangnya aspal jalan raya atau jalan poros nasional tidak semulus dan sebagus kualitas jalan sirkuit Sentul dan sirkuit Mandalika.

Begitupun halnya dengan pembangunan infrastruktur dan pengembangan jalan yang ada di Bahodopi. Selama ini hanya bisa melakukan solusi tambal sulam yang sekadar menambal jalan, namun tidak juga memberikan solusi terhadap kemacetan yang ada di Bahodopi. Jika pelebaran jalan akan dilakukan dan atau membuat flyover atau underpass, apakah pemerintah bisa memastikan tidak akan menzalimi hak rakyat? Apakah pemerintah bisa memastikan tidak akan menggusur mereka dengan cara paksa? Apakah pemerintah akan memberikan ganti rugi sesuai dengan jumlah kerugian yang dialami masyarakat? Atau rencana hanya akan tinggal menjadi wacana yang tidak akan pernah terlaksana?

Prinsip ini sangat berbeda dengan Islam. Sebab Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang sempurna lagi paripurna yang bukan hanya mengatur urusan ibadah atau akhlak seseorang, tetapi Islam juga mengatur urusan berbangsa dan bernegara, termasuk mengatur masalah pembangunan infrastruktur. Sistem pemerintahan Islam atau Khilafah sumber hukumnya berlandaskan dari Al-Qur'an dan As-Sunah sangat menentang pembangunan ala kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan pribadi bukan untuk kemaslahatan umat.

Pembangunan infrastruktur, baik jalan, jembatan, dan sarana layanan umum lainnya termasuk transportasi umum sudah menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Masyarakat bisa menikmatinya dengan biaya yang sangat murah bahkan gratis. Sistem pembangunannya pun tidak mengenal asal jadi, semuanya dibangun demi kemaslahatan dan kenyamanan masyarakat, sehingga kualitas infrastruktur yang dibangun tidak mudah rusak dan tahan lama. Walaupun menggunakan anggaran yang besar sekali pun, tidak akan ada yang berani mengambil sedikit pun anggaran tersebut untuk kepentingan pribadi.

Lain halnya dengan sistem kapitalis, tujuan pembangunannya saja sudah didasarkan atas nama bisnis yang mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat dan tidak sedikit kasus anggaran pembangunan infrastruktur pun menjadi incaran untuk mengisi pundi-pundi pribadi. Jadi, jangan heran melihat hasil pembangunan sarana publik ala kapitalis yang cepat rusak, bahkan karena standar keamanannya tidak terjamin, bisa membahayakan keselamatan dan keamanan masyarakat umum.Dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah sangat memperhatikan setiap infrastruktur yang dibangunnya, baik itu dari segi kualitasnya, keamanan serta kenyamanannya. Khalifah Umar bin Khattab bahkan pernah berkata, “Sekiranya jika ada keledai yang terperosok ke dalam lubang jalan di Baghdad, maka aku bertanggung jawab terhadapnya".

Tata ruang kotanya pun diatur sedemikian rupa, rapi bahkan sarana umumnya sangat lengkap, tempat istirahat bagi para musafir pun disediakan. Pembangunan infrastruktur yang secara merata dengan kualitas yang sama, serta terjaminnya lapangan pekerjaan di setiap wilayah daulah, sehingga menjadikan daulah Khilafah jauh dari yang namanya masalah kepadatan penduduk terutama di Ibu Kota Negara. Sehingga dapat dipastikan, macet bukanlah problematika yang sering dihadapi daulah Khilafah, tidak seperti zaman saat ini kemacetan menjadi problem di seluruh dunia terutama di kota-kota besar.

Masyarakat dalam naungan daulah Khilafah pun jauh dari namanya praktik kredit leasing selain karena praktik tersebut mengandung unsur ribawi yang dilarang oleh syariat Islam, masyarakatnya tidak begitu tertarik untuk memiliki kendaraan pribadi karena Khilafah telah menjamin sarana transportasi umum bagi masyarakatnya. Untuk distribusi hasil pertanian, perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya, masyarakat daulah Khilafah tidak perlu khawatir, kerena negara pasti akan memfasilitasi semuanya.

Lantas, yang menjadi pertanyaannya sekarang apakah pemerintah dengan sistem pemerintahannya saat ini mampu dan mau melakukan hal tersebut? Melihat bagaimana rancunya sistem pemerintahan saat ini, tentu semua itu hanyalah mimpi di siang bolong yang tidak akan mungkin diterapkannya. Kerena sesungguhnya hanya sistem pemerintahan Islam yang mampu menjalankan itu semua. Dalam naungan daulah Khilafah Islamiah masyarakat hidup aman lagi terjamin.

Wallahu a'lam bish-shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasIpost.Com
Nur Hajrah MS Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kriminalisasi Ulama, dan Wacana Pembubaran MUI, Test Water Rezim pada Umat Islam?
Next
Manusia vs Robot
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Risma
Risma
2 years ago

Desa kecil tapi rasa kota, hmmm bahodopi yg tiap hari macet...sy baru mendapat tulisan y mengangkat sisi kemacetan bahodopi dengan sudut pandang islami, tulisan yang bagus Sis, sy suka solusinya

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram