"Inilah yang ditakutkan oleh Rasulullah. Sebab, mendustakan termasuk kekufuran. Mendustakan juga bagian dari kesesatan. Rasulullah khawatir, jika umatnya mendustakan qadar, mereka akan jatuh dalam kekufuran dan kesesatan."
Oleh. Mariyah Zawawi
NarasiPost.Com-Nabi Muhammad saw. adalah seorang nabi yang sangat peduli dengan umatnya. Kasih sayang beliau kepada umatnya membuat beliau senantiasa memikirkan kita, umatnya. Bahkan, saat beliau saw. dalam kondisi sakaratul maut, beliau masih mengingat kita. Saat itu, beliau memanggil-manggil, "Umatku, umatku, …."
Kepedulian beliau terhadap kita, diungkapkan dalam beberapa hadis. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Khathiib. Dari Anas, beliau saw. bersabda,
أخاف على أمتي خصلتين تكذيبا بالقدر وتصديقا بالنجوم
"Aku takutkan pada umatku dua kebiasaan, yaitu mendustakan takdir dan membenarkan peramal."
Ternyata, apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah itu pun terbukti. Dalam kitab al-Ahaadits al-Mukhtaarah fii al-Akhlaaq wa al-Aadaab, Abdullah Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumary al-Idrisy menceritakan bahwa di masa tabi'in dan akhir masa sahabat, muncul sekelompok orang yang disebut al-Qadariyah. Mereka adalah orang-orang yang mengingkari qadar. Mereka mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi saat ini adalah hal yang baru. Artinya, semua yang terjadi tidak ditetapkan oleh Allah di masa azali. Bahkan, mereka beranggapan bahwa Allah tidak mengetahui semua itu, hingga hal itu terjadi. Sebagaimana kita tidak mengetahui segala sesuatu hingga hal itu terjadi.
Para sahabat pun banyak yang menentang paham ini. Salah satunya adalah Abdullah bin Umar. Abdullah bin Umar mengatakan,
فإذا لقيت أولىْك فأخبرهم أني بريء منهم وأنهم برآء مني والذي يخلف به عبد الله بن عمر لو أن لأحدهم مثل أحُد ذهبا فأنفقه ما قبل الله منه حتى يؤمن بالقدر
"Jika engkau bertemu mereka, sampaikanlah sesungguhnya aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dari diriku. Demi Zat yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang di antara mereka memiliki emas sebesar gunung uhud lalu diinfakkannya, Allah tidak akan menerimanya hingga ia beriman kepada takdir."
Meski paham qadariyah ini tidak berumur panjang, tetapi kemudian muncul kaum Mu'tazilah. Mereka memang tidak mengingkari bahwa Allah menetapkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Namun, mereka mengatakan bahwa Allah tidak berkehendak dan menakdirkan keburukan. Mereka juga menguatkan pendapat mereka dengan mengatakan bahwa kekufuran dan kemaksiatan terjadi tanpa kehendak dan takdir Allah.
Hal ini berbeda dengan yang ditunjukkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Misalnya dalam Surat al-Qamar [54]: 49 yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan kadarnya. Kemudian di dalam surat al-An'am [6]: 112, dan Surat al-Insan [76]: 30. Kedua ayat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak Allah.
Hal ini juga diperkuat dengan hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk 50 ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tirmidzi, dan Abu Dawud berbunyi sebagai berikut,
كتب الله مقادير الخلاىٔق قبل أن يخلق السموت والأرض بخمسين ألف سنة
"Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi” HR. Muslim, Thirmidzi dan Abu Dawud.
Di samping itu, Rasulullah juga menyatakan bahwa iman terhadap qadar merupakan salah satu rukun iman. Di dalam kitabnya Hadis Arba'in an Nawawiyah, Imam Nawawi menyebutkan sebuah hadis panjang yang berisi percakapan antara Rasulullah saw. dengan Malaikat Jibril as., "… engkau percaya kepada qadar Allah, baik dan buruknya."
Inilah yang ditakutkan oleh Rasulullah. Sebab, mendustakan termasuk kekufuran. Mendustakan juga bagian dari kesesatan. Rasulullah khawatir, jika umatnya mendustakan qadar, mereka akan jatuh dalam kekufuran dan kesesatan.
Sekadar tambahan informasi, konsep la qadar (tidak ada takdir) ini dikemukakan pertama kali oleh Ma'bad al-Juhani di Basrah pada sekitar tahun 70 H (691 M). Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, konsep ini kemudian dikembangkan oleh Ghaylan al-Dimasyqi di wilayah Syam.
Sedangkan Mu'tazilah muncul setelahnya, yaitu sekitar tahun 131 H (752 M). Ide ini dibawa oleh Wasil bin Ata', salah seorang murid Hasan al-Basri. Salah satu pemikirannya adalah bahwa orang yang melakukan dosa besar dianggap bukan mukmin dan bukan kafir (al-manzilah bayn al-manzilatayn). Paham mu'tazilah semakin berkembang saat Wasil pindah ke Basrah. Bahkan, paham ini berkembang menjadi sebuah mazhab.
Mu'tazilah mengalami perkembangan pesat antara tahun 146-239 H (754-847 M) karena mendapat dukungan dari para penguasa. Namun, paham ini mengalami kemunduran sejak penguasa yang baru tidak lagi mendukung ide ini.
Hal kedua yang ditakutkan oleh Rasulullah akan dilakukan oleh umatnya adalah mereka percaya kepada ahli nujum atau peramal. Misalnya, meyakini bahwa bintang-bintang itu merupakan pertanda kebahagiaan atau bencana. Atau menjadi pertanda akan meninggalnya seorang tokoh, terjadinya perang, kelaparan, atau yang lainnya.
Semua ini merupakan kebiasaan orang jahiliah yang diharamkan oleh syarak. Padahal hanya Allah yang mengetahui perkara-perkara yang gaib. Sebab, semua peristiwa di alam ini terjadi atas kehendak Allah. Begitu pula, bintang-bintang beredar atas perintah-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Qur'an surat an-Nahl [16]: 12 yang menyatakan bahwa bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Demikian pula firman Allah dalam surat Ibrahim [14]: 33. Di dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa Allah telah menundukkan matahari dan bulan yang terus beredar (dalam orbitnya).
Rasulullah saw. juga mengingatkan bahaya mendatangi dukun. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa mereka yang mendatangi dukun tidak akan diterima salatnya selama 40 hari. Beliau saw. bersabda,
من أتي عرافا فسأله عن شيىٔ لم تقبل له صلاة أربعين ليلة
"Siapa yang mendatangi tukang ramal (dukun) dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam." (HR. Muslim)
Di era serba canggih seperti sekarang, mendatangi dukun tidak harus dilakukan dengan mendatangi rumahnya atau tempat praktiknya. Membaca ramalan bintang yang dimuat di media cetak maupun elektronik pun termasuk di dalamnya membenarkan ramalan mereka.
Demikianlah betapa besar perhatian dan kasih sayang Rasulullah saw. kepada kita, umatnya. Maka, kita harus menghindarkan diri kita dari dua hal tersebut. Semoga Allah memberikan kepada kita kekuatan untuk menghindarinya. Agar kelak kita dapat berkumpul bersama Rasulullah di surga-Nya. Aamiin.[]