Baitul Hikmah, Mercusuar Ilmu Pengetahuan Dunia di Era Khilafah Abbasiyah

"Baitul Hikmah berkembang pesat dan menjadi pusat akademik ilmiah paling terkenal dalam sejarah. Baitul Hikmah memiliki perpustakaan khusus dan menjadi pusat penerjemahan, kemudian disusul sebagai pusat penelitian dan penulisan."

Oleh. Aya Ummu Najwa

NarasiPost.Com-Keberadaan perpustakaan ilmiah Islam sampai hari ini masih memiliki pengaruh besar dalam perkembangan peradaban manusia. Di antara perpustakaan Islam paling terkenal tidak diragukan lagi adalah perpustakaan Baitul Hikmah di Baghdad.

Perpustakaan ini adalah cerminan betapa agungnya peranan ilmu di dunia, yang tanpa dapat diketahui batasannya. Ia merupakan salah satu kemajuan ilmiah yang paling bernilai dalam pemikiran Islam. Kedudukan perpustakaan ini setara dengan universitas ilmiah kelas dunia. Ketika itu ia menjadi pusat tujuan berbagai negara dan agama dari timur hingga barat. Cahayanya menerangi dan menaungi jalan manusia hingga kurang lebih lima abad. Hingga masa kehancurannya di tangan bangsa Tartar.

Perpustakaan Baitul Hikmah didirikan oleh Khalifah Abbasiyah, Abu Ja'far Al-Mansur di kota kekhilafahan Baghdad. Sang Khalifah mengkhususkan pembangunannya untuk buku-buku yang bersumber dari tulisan-tulisan bangsa Arab serta terjemahan dari bahasa yang berbeda-beda. Setelah itu, Khalifah Harun Ar-Rasyid yang memerintah Khilafah Abbasiyah dari tahun 170 hingga 1903 Hijriah, mendirikan bangunan khusus untuk diisi dengan kitab-kitab yang ada, yang terbuka di hadapan setiap para pengajar serta penuntut ilmu. Ia juga mendirikan sebuah tempat yang luas dan megah untuk menyimpan buku-buku tersebut, yang kemudian disebut sebagai Baitul Hikmah.

Baitul Hikmah berkembang pesat dan menjadi pusat akademik ilmiah paling terkenal dalam sejarah. Baitul Hikmah memiliki perpustakaan khusus dan menjadi pusat penerjemahan, kemudian disusul sebagai pusat penelitian dan penulisan. Baitul Hikmah selanjutnya berkembang menjadi rumah ilmu yang memberikan pelajaran sempurna dan ijazah ilmiah. Bahkan kemudian perpustakaan ini dipakai sebagai tempat perkembangan ilmu falak atau astronomi.

Baitul Hikmah terbagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

Pertama, perpustakaan yang di dalamnya terdapat kitab-kitab tersusun di atas rak-rak dan dapat diambil oleh siapa saja yang membutuhkan. Untuk itu, harus ada divisi naskah dan penjilidan untuk mentransfer kitab-kitab, lalu menjilidnya. Ia menghindari terjadinya kerusakan dengan cara menambah buku, yang merupakan hasil dari membeli buku. Seperti ketika Khalifah Al Makmun mengutus utusan ke Konstantinopel untuk membeli buku apa pun bentuknya. Terkadang dia pergi sendiri membeli buku dan mengirimkannya ke Baitul Hikmah atau kadang ia menerima jizyah atau pembayaran pajak yang wajib dibayar dengan buku. Begitulah perpustakaan ini mendapatkan buku yang beraneka ragam, sampai-sampai tidak bisa dideteksi karena banyaknya.

Kedua, pusat penerjemahan. Khalifah Al Makmun memfokuskan pada penerjemahan kitab-kitab peninggalan zaman kuno, sehingga terbentuklah badan penerjemahan dan pensyarahan untuk menjaga agar naskah kuno itu tidak punah. Para penerjemah memindahkannya ke bahasa Arab. Setiap bulan penerjemah digaji 500 dinar atau setara dengan 2 kg emas. Sebagian penerjemah itu menerjemahkan buku dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab. Sebagian lagi dari bahasa Arab ke bahasa lain. Di antara para penerjemah itu adalah Yuhana bin Masuwiyah, Jibril bin Bskhtisyu', juga Hanin bin Ishak, yang diutus menuju Romawi untuk mendalami bahasa Yunani.

Ketiga, markas kajian dan karangan. Para peneliti serta penulis mengarang buku-buku khusus dalam perpustakaan ini. Di bawah divisi khusus, mereka mengerjakan penulisan dan penelitian atau di luar perpustakaan. Yang kemudian karya tersebut diserahkan kepada pihak perpustakaan. Khilafah telah memberikan bayaran yang besar untuk aktivitas mereka.

Keempat, menara astronomi. Khalifah Al-Makmun membangun menara astronomi di sebuah tempat bernama Asy-Syamsiah dekat Baghdad, agar bisa memantau daerah Baitul Hikmah. Ia mendirikannya agar para penuntut ilmu bisa mempraktikkan teori-teori ilmiah yang dipelajarinya. Menara astronomi ini juga digunakan oleh para ilmuwan astronomi, geografi, dan matematika, seperti Al Khawarizmi, anak-anak Musa bin Syakir, juga Al-Biruni.

Kelima, sekolah. Pada masa Khalifah Ar-Rasyid Al Makmun, Baitul Hikmah memiliki peran yang besar bagi dunia pendidikan dengan menyediakan tempat bagi pelajar dan pengajar. Beberapa metode digunakan di dalam pendidikan di Baitul hikmah, seperti ceramah, dialog, wacana, serta debat. Pendidikan yang diajarkan seperti filsafat, kedokteran, matematika, berbagai macam bahasa seperti Yunani, Persia, India, di samping bahasa Arab. Mereka diberikan ijazah setelah lulus oleh para guru sebagai bukti bahwa mereka telah mendalami ilmu tersebut.

Keenam, kantor Baitul Hikmah. Kantor Baitul Hikmah dibangun dan dikelola oleh Mudir atau direktur, yang disebut dengan Shahib Baitul Hikmah. Sahal bin Harun Al Farizi adalah Mudir pertama Baitul Hikmah, yang diangkat oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai penanggung jawab perbendaharaan buku-buku di Baitul Hikmah yang disalin dari bahasa Persia ke bahasa Arab.

Divisi-divisi dari Baitul hikmah inilah yang sangat berperan besar dalam perkembangan dunia pendidikan di masa peradaban Islam. Al Qasy-Qasyandi telah menggambarkan kemajuan ini dalam Shabahul Asya' tentang perpustakaan Baghdad. Dengan mengungkapkan _"Dalam dunia Islam ada tiga perpustakaan dengan koleksi buku paling besar, salah satunya adalah koleksi Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Terdapat buku-buku yang tak terhitung banyaknya di sana, serta tak ada yang dapat menyamai keindahannya. Sedangkan koleksi besar yang kedua adalah di Kairo dan ketiga di Cordova."

Hanya saja, orang-orang Tartar telah membawa kitab-kitab ini ke ibu kota Mongol. Namun, orang-orang Tartar sendiri dikenal tidak suka membaca, dan tidak ingin belajar. Hidupnya hanya untuk memuaskan nafsu syahwat dan kenikmatan semata. Mereka melemparkan peninggalan Islam ke sungai Tigris, sehingga warna air sungai berubah menjadi hitam, karena tinta buku. Bahkan ada yang mengatakan tentara berkuda pasukan Tartar menyeberangi sungai di atas jilid-jilid buku yang besar dari tepi sungai ke tepi yang lain.

Namun, sungguh sangat disayangkan, hanya sedikit sekali dari karangan ilmiah yang dapat diselamatkan. Semua buku-buku yang terselamatkan itu kemudian diakui banyak oleh kalangan ilmuwan Barat sebagai temuan mereka, padahal sejatinya karya ilmuwan Islam. Demikian perpustakaan Baitul Hikmah di Baghdad telah menerangi dan menaungi jalan manusia karena sangat berperan besar dalam peradaban manusia. Temuan-temuan di zaman Islam inilah yang telah menginspirasi dan membuka jalan bagi penemuan-penemuan di era sekarang. Tentunya kita merindukan peradaban terbaik itu. Peradaban yang mampu menghasilkan perpustakaan dan pendidikan terbaik, sehingga kembali mampu melahirkan para cendekiawan besar dan memberikan sumbangan besar bagi dunia.
Wallahu a'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Hukuman Mati bagi Koruptor, Jargon Jantan Retorika Tanpa Bukti
Next
Buruh Butuh Solusi Islam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram