Algoritma Kurasi dalam Arus Globalisasi, Bagaimana Nasib Generasi?

"Aturan Islam yang sempurna mampu menjawab setiap tantangan global. Bukan karena syariat diubah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Akan tetapi, umat muslim akan melakukan ijtihad atau penggalian hukum yang baru sesuai dengan problem yang ada. Hal itu berdasarkan nas-nas syara dan digali oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya, termasuk menjawab fenomena algoritma kurasi yang marak terjadi di perguruan tinggi."

Oleh. Messy Ikhsan
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Perkembangan teknologi yang sangat pesat dalam kehidupan bukan lagi menjadi rahasia umum di tengah masyarakat. Dari masa ke masa selalu ada penemuan sesuatu yang baru dan unik menuju perubahan yang lebih canggih. Hal itu pada satu sisi sangat menebar pengaruh positif dan membantu memudahkan pekerjaan manusia. Contoh kecil, dulu orang-orang dalam menulis hanya mengandalkan mesin ketik. Sementara kini efek perkembangan teknologi, aktivitas menulis sudah beralih ke mesin yang lebih modern seperti menggunakan laptop dan komputer. Bahkan dengan mengandalkan ujung jari pun sudah bisa digunakan untuk menulis menggunakan gawai pintar. Ditambah lagi dengan kondisi pandemi saat ini, membuat semua aktivitas harus berlangsung dari rumah yang dilakukan via daring. Sehingga semakin membuat masyarakat terutama generasi muda begitu akrab dengan kemajuan teknologi.

Pada sisi yang lain, pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi juga berdampak buruk pada generasi seperti kecanduan gadget, hoaks yang masif, dan semakin merajalela tindakan amoral. Apalagi dalam proses pendidikan yang dilakukan secara online semakin membuat generasi muda minim nilai-nilai karakter.

Berdasarkan hal itu, seperti yang dilansir dari mediaindonesia.com, Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, meminta lembaga pendidikan tinggi untuk memberikan panduan dan pondasi yang kokoh agar anak didik bijak menanggapi arus teknologi dan informasi yang terjadi. Cara ini untuk menjawab peristiwa algoritma kurasi yang membuat individu atau golongan menganggap hanya informasi dari dirinya atau golongannya sebagai kebenaran. Sedangkan golongan lain juga berpanduan pada kebenaran yang diyakini oleh dirinya atau golongannya.

Lebih lanjut, Ma'ruf Amin menjelaskan bahwa penguruan tinggi sebagai tahap akhir jenjang pendidikan untuk dapat membekali sikap kritis dalam menanggapi arus informasi yang terjadi. Penampakan algoritma kurasi yang tengah merajalela di perguruan tinggi dikhawatirkan dapat menimbulkan efek negatif. Salah satunya terjadi kekeliruan dalam memahami informasi karena search engine memaparkan informasi yang sesuai diharapkan para pengguna, sehingga kemungkinan informasi yang muncul bersifat memihak pada pribadi atau subjektif.

Menanggapi hal tersebut, wakil presiden Indonesia meminta lembaga pendidikan untuk membekali anak didik memiliki sikap kritis. Dengan melakukan penguatan moral dan pendidikan karakter secara intensif dan konsisten untuk membentengi generasi muda dari beragam nilai yang bertentangan dengan konsep negara Pancasila. Lantas, bagaimana pendidikan karakter yang sesuai dengan Pancasila? Apakah hal itu efektif dalam menanggulangi masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini?

Algoritma Kurasi Lahir dari Rahim Demokrasi

Fenomena algoritma kurasi yang marak terjadi dalam dunia pendidikan terutama di perguruan tinggi bukan hanya menjadi kekhawatiran dan ketakutan bagi pemerintah saja. Masyarakat pun juga menjadi khawatir dalam memilah dan memilih informasi yang benar-benar betul agar tidak terjebak dalam disinformasi. Apalagi dalam arus globalisasi yang semakin maju, membuat informasi dengan cepat dan mudah tersebar di tengah masyarakat, terutama para generasi muda.

Bagaimana mungkin pendidikan karakter yang berdasarkan Pancasila mampu menyelesaikan masalah algoritma kurasi? Sementara mereka yang hobi teriak, 'Saya Indonesia, Saya Pancasila,' malah berbuat tindakan yang merugikan negara bahkan mendekam dalam penjara. Hal itu membuktikan bahwa sistem pendidikan sekuler hanya mengagungkan nilai materi semata, tetapi minim dari penerapan nilai pendidikan karakter.

Bukan pendidikan karakter dalam persepsi sistem kapitalisme saat ini yang salah, yakni menginginkan anak didik memiliki sikap kritis, moral yang tinggi, dan pejuang toleransi. Namun, kurikulum pendidikan yang hanya berorientasi pada nilai teori dan kumpulan materi hafalan semata, sehingga melahirkan generasi yang pintar secara intelektual, tetapi miskin nilai spiritual dan moral.

Akibatnya, anak didik tak memiliki pandangan dan prinsip yang jelas dalam membentengi diri agar tak terjerumus fenomena algoritma kurasi. Bahkan, semua informasi dilahap habis untuk memenuhi ambisi dan nafsu birahi. Tanpa memperhatikan apakah itu informasi yang benar atau informasi yang salah. Jikapun pendidikan karakter berbasis Pancasila digalakkan untuk mampu menjawab tantangan algoritma kurasi. Berharap generasi muda mampu membentengi diri dari nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila. Kemudian manut dengan proyek moderasi agama, menolak syariat, dan menjunjung tinggi kebebasan. Maka sungguh, hal itu sangat keliru. Begitulah penampakan sistem kapitalisme dalam mencari solusi masalah. Tak menyelesaikan masalah, malah menimbulkan masalah yang baru. Padahal, algoritma kurasi tumbuh subur dalam sistem yang menuhankan aturan manusia. Lantas, masihkah berharap sistem kapitalisme mampu menyelesaikan masalah umat?

Algoritma Kurasi Tuntas Berdasarkan Ayat Suci

Aturan Islam yang sempurna mampu menjawab setiap tantangan global. Bukan karena syariat diubah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Akan tetapi, umat muslim akan melakukan ijtihad atau penggalian hukum yang baru sesuai dengan problem yang ada. Hal itu berdasarkan nas-nas syara dan digali oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya, termasuk menjawab fenomena algoritma kurasi yang marak terjadi di perguruan tinggi.

Lembaga pendidikan baik formal, nonformal, dan informal harus saling bekerja sama dalam menyelesaikan fenomena algoritma kurasi. Agar tujuan yang diinginkan bisa tercapai secara baik. Langkah-langkahnya antara lain :

Pertama, sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Kurikulum pendidikan yang dibuat terintegrasi pada aturan syariat, sehingga mampu melahirkan individu yang bertakwa dan tunduk pada aturan Allah. Generasi muda muslim hanya menjadikan syariat sebagai tolak ukur dalam berpikir dan bertindak, bukan yang lain. Apa pun yang diharamkan oleh Allah secara otomatis akan mereka tinggalkan.

Kedua, generasi muda muslim tak hanya ditempa untuk memiliki kepribadian Islam dari sekolah saja. Di rumah, orang tua pun ikut serta menanamkan nilai-nilai akidah pada sang buah hati. Tak sekadar hanya teori, tetapi juga aplikasi nyata dalam kehidupan nyata. Dengan terlebih dahulu orang tua juga harus paham Islam kaffah dan menjadi sebaik-baik teladan. Sehingga bisa membentengi diri dan keluarga dari beragam informasi yang keliru dan beragam ancaman lainnya.

Ketiga, negara Islam sebagai pelayan dan penjamin hak-hak rakyat akan memfilter semua informasi secara detail. Memilih dan memilah informasi sebelum tersebar di tengah masyarakat. Negara hanya mengambil informasi yang benar yang mampu meningkatkan ketakwaan pada Allah. Lalu membuang informasi yang keliru yang dapat merusak pemahaman akidah. Sehingga kemungkinan besar tak ada kesalahan dalam memahami informasi tersebut. Sekali pun terjadi kekeliruan, individu-individu muslim sudah memiliki filter dalam menyerap informasi yang ada.

Sungguh luar biasa penjagaan sistem Islam terhadap individu dan generasi muda muslim, sehingga melahirkan pribadi yang kritis dan berpegang teguh pada syariat. Aturan Allah adalah harga mati yang tak bisa ditawar-menawar. Semoga janji Allah tentang kemenangan kaum muslim segera terealisasikan. Aamiin.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Messy Ikhsan Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Aturan Miras Dilonggarkan, Aturan Islam Ditinggalkan
Next
Kampus Darurat Pelecehan Seksual dan Wacana Hegemoni Global di Balik Ambigu Regulasi Liberal
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram