"Tidaklah orang yang beriman itu terperosok ke dalam satu lubang sebanyak dua kali."
(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Huraira )
Oleh. Mariyah Zawawi
NarasiPost.Com-Seperti biasa, saat pelajaran bahasa Arab melalui zoom, ustazah yang mengajar selalu memeriksa tugas kami satu persatu. Beliau memeriksanya dengan sangat teliti. Ada kesalahan sedikit saja, beliau tahu. Misalnya, saat ada yang menulis sebuah huruf yang merupakan penyusun sebuah kalimah (kata) agak terpisah dari huruf lainnya, beliau langsung tahu. Atau saat ada yang menggunakan huruf alif padahal seharusnya menggunakan huruf hamzah. Mungkin seperti guru bahasa Indonesia yang menjerit hatinya saat membaca tulisan yang banyak kesalahan ejaannya atau tidak sesuai tata bahasa.
Sering kali setelah tugas itu kami perbaiki, kami masih melakukan kesalahan. Suatu malam, sebelum beliau mengoreksi kembali hasil pekerjaan kami, beliau bertanya, "Bagaimana, sudah bisa mengerjakan tugasnya?" Seorang teman menjawab, "Sudah saya coba perbaiki, Ustazah. Tapi tidak tahu, sudah betul atau masih salah."
Setelah beliau mengoreksi tugas teman tersebut, ternyata masih ada banyak kesalahan. Teman itu pun berkata, "'Afwan Ustazah, masih banyak yang salah." Beliau kemudian menjawab, "Nggak apa-apa. Kita kan belajar dari kesalahan."
Saya pun manggut-manggut mendengar penjelasan Ustazah. "Benar juga ya kata Ustazah. Sepertinya kita memang sering belajar dari kesalahan," kata saya kepada diri sendiri.
Saat mencoba sebuah resep, bisa saja terjadi, hasilnya tidak sesuai harapan kita. Tidak seenak hasil masakan orang lain. Maka, kita akan berusaha untuk mencari di mana letak kesalahannya. Setelah menemukannya, kita bisa mencobanya lagi.
Begitu pula saat mendidik anak. Meskipun banyak teori tentang parenting yang kita pelajari, belum tentu fakta yang kita hadapi semudah teori yang kita baca. Karena itu, tetap ada kemungkinan kita melakukan kesalahan.
Atau saat membuat tulisan. Demikian pula dengan aktivitas-aktivitas lainnya. Kemungkinan melakukan kesalahan itu akan ada. Sebab, 'to err is human', kata orang Inggris.
Yang penting, saat kita melakukan kesalahan adalah tidak menimpakan kesalahan tersebut kepada orang lain. Mengakui kesalahan adalah sebuah sikap yang bijak. Dengan cara seperti itu, kita dapat memperbaiki diri kita.
Banyak hal yang bisa kita pelajari dari kesalahan yang kita buat atau kesalahan orang yang dibuat oleh orang lain. Dari kesalahan-kesalahan itu, kita kemudian menemukan yang paling tepat. Seorang chef misalnya, bisa jadi menemukan sebuah resep masakan setelah berkali-kali mencoba. Begitu pula dengan pengusaha atau pun yang lainnya.
Anggara Jati dan Riska Wahyu, pendiri dan pemilik usaha sebuah merek bolu lapis di Bogor, mengaku melakukan uji coba hingga berkali-kali. Melalui metode ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi), ia mencoba menemukan resep yang pas untuk membuat bolu kukus berbahan dasar terigu dan talas bogor. Hingga pada akhirnya ia menemukan takaran paling tepat, sehingga bolu kukus buatan mereka pun digemari banyak orang.
Hingga sekarang, bolu tersebut menjadi salah satu oleh-oleh khas kota Bogor. Tak berhenti di situ, pasangan suami istri itu kemudian mengembangkan lapis kukus Surabaya dan bakpia kukus di Yogyakarta. Kedua jenis kue itu juga menjadi oleh-oleh khas dari dua kota tersebut.
Jauh sebelum Orville Wright dan Wilbur Wright yang dikenal sebagai Wright bersaudara menemukan pesawat pada tahun 1903, ada orang lain yang menemukannya. Abbas Ibnu Firnas telah menciptakan pesawat kayu sederhana pada tahun 875. Ilmuwan bernama asli Abbas Abu Al-Qasim Ibnu Firnas Ibnu Wirdas Al-Takurini ini, lahir di Andalusia, Spanyol. Namun, ia menghabiskan sebagian besar usianya di Cordoba yang saat itu menjadi pusat belajar kaum muslimin.
Ibnu Firnas berhasil terbang selama beberapa menit. Namun, ia tidak bisa mendarat dengan baik hingga mengalami cedera yang serius. Dari kegagalannya, ia menyadari ada kesalahan pada rancangan pesawat buatannya. Ia lupa tidak menambahkan ekor pesawat yang bisa mengendalikan kecepatan pesawat. Sayangnya, ia belum sempat memperbaiki kesalahannya. Mimpinya untuk terbang meski tidak mempunyai sayap pun kandas. Sebab, Allah telah memanggilnya sebelum ia melakukan perbaikan pada pesawatnya.
Belajar dari kesalahan pula, Sultan Muhammad Al-fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel. Beliau berhasil menemukan strategi dan peralatan yang tepat untuk merealisasikan bisyarah Rasulullah saw. Dibantu Orban, seorang insinyur dari Hungaria yang berhasil membuat meriam terbesar sepanjang masa serta pasukan terbaik, Sultan Muhammad Al-Fatih berhasil mewujudkan mimpinya. Beliau pun menjadi panglima terbaik seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw.
Karena itu, jangan takut melakukan kesalahan. Baik itu saat belajar atau pun melakukan usaha. Sebab, dari kesalahan yang kita lakukan, kita dapat belajar memperbaiki diri kita. Dengan demikian, kita akan menjadi lebih baik.
Namun, bukan berarti kita merasa nyaman dengan kesalahan tersebut sehingga kita melakukannya lagi dan lagi. Sikap seperti ini tidak seharusnya dimiliki oleh seorang muslim. Sebab, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah telah mengingatkan hal ini. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda,
لَا يُلدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ حُجْرٍ وَاحِدٍ
"Tidaklah orang yang beriman itu terperosok ke dalam satu lubang sebanyak dua kali."
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Baari, seorang muslim harus selalu waspada. Ia tidak boleh lalai dalam urusan agama dan dunianya. Karena itu, tidak selayaknya ia melakukan kesalahan yang sama hingga dua kali. Apalagi jika kesalahan itu dilakukan berkali-kali.
Belajar dari kesalahan ini dapat diterapkan dalam banyak hal, termasuk dalam bidang pemerintahan. Belajar dari kesalahan para pemimpin negeri ini, seharusnya masyarakat sadar bahwa pinjaman dari asing akan menjerat negeri sehingga tak mampu berkutik. Belajar dari kesalahan para pemimpin negeri ini pula, seharusnya masyarakat mau meninggalkan sistem rusak yang saat ini diterapkan. Namun, lagi-lagi mereka lupa dengan semua itu. Akibatnya, mereka pun jatuh ke lubang yang sama. Lubang yang semakin dalam dan gelap. Wallaahu a'lam bishshawaab.[]