Menteri BUMN juga mengakui adanya kesalahan pengelolaan bisnis Garuda Indonesia. Hal ini dinilai oleh pemegang saham bahwa manajemen tidak memaksimalkan ceruk pasar domestik yang potensial.
Namun sejatinya patut diakui bahwa krisis yang menimpa maskapai Garuda ini terjadi sebagai akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini.
Oleh. Ummi Nissa
(Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)
NarasiPost.Com-Maskapai nasional Garuda kini berada di ujung tanduk. Dulu perusahaan milik negara ini merupakan industri penerbangan yang sangat bergengsi dengan tarif pesawat yang cukup tinggi. Tapi siapa sangka kini justru keadaannya menjadi terpuruk, bahkan terpaksa harus menelan pil pahit kebangkrutan. Utang yang menumpuk menjadi salah satu indikasi perusahaan ini tengah mengalami krisis.
Nilai utang PT Garuda Indonesia (persero) membengkak dari angka sebelumnya yakni Rp70 triliun, kini mencapai USD 7 miliar atau setara Rp100,5 triliun (kurs Rp14.334 per USD).
Sebagai pemegang saham mayoritas, kementerian BUMN pun mengambil langkah penyelamatan, salah satunya melalui pola restrukturisasi dengan para kreditur lessor. Namun demikian, belum diketahui secara pasti hasil negoisasi tersebut.
Adapun jangka waktu yang ditetapkan untuk restrukturisasi utang emiten dengan kode saham GIAA itu hingga kuartal ke II-2022. Apabila pola ini tidak berjalan mulus, maka opsi pailit pun akan ditempuh. (okezone.com, 5/10/2021)
Terkait hal ini Menteri BUMN, Erick Thohir, berpendapat ada beberapa faktor yang menjadi penyebab utang Garuda Indonesia menumpuk. Selain efek pandemi yang telah melumpuhkan sektor ekonomi termasuk penerbangan, juga adanya indikasi korupsi yang terjadi di internal perusahaan. Hal ini diakuinya menjadi salah satu faktor krisis yang menimpa Garuda Indonesia.
Penyebab lain yang menambah utang semakin membengkak adalah lantaran biaya sewa (leasing cost) yang terlalu mahal. Tercatat, biaya sewa Garuda Indonesia mencapai 26% atau tertinggi di dunia. Namun demikian, menteri BUMN ini tidak merinci nilai pengadaan setiap pesawat yang dilakukan managemen emiten (investor pemegang saham) sebelumnya.
Selain itu, menteri BUMN juga mengakui adanya kesalahan pengelolaan bisnis Garuda Indonesia. Hal ini dinilai oleh pemegang saham bahwa manajemen tidak memaksimalkan ceruk pasar domestik yang potensial.
Namun sejatinya patut diakui bahwa krisis yang menimpa maskapai Garuda ini terjadi sebagai akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini. Dimana pengelolaan perusahaan vital negara dilakukan dengan cara swastanisasi. Negara memberikan kesempatan pada para investor untuk mengelola indusri penerbangan ini, sehingga orientasinya hanya pada keuntungan sebesar-besarnya.
Dengan tata kelola yang diberikan pada pihak swasta tentu hanya akan bertumpu pada komersialisasi industri. Negara tidak akan mampu berperan sebagai pengelola utama, ada pihak-pihak lain yang turut mengendalikan pengelolaan industri ini. Sehingga aturan seperti ini hanya melahirkan penjajahan ekonomi. Akibatnya bisa dipastikan langkah apa pun yang diambil sebagai upaya penyelamatan tidak akan menjadi solusi, baik opsi restukturisasi utang, ataupun mempailitkan perusahaan dan menggantikannya dengan maskapai lain sebagai flag carrier (maskapai resmi negara). Semua opsi itu hanya sebagai tambal sulam dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Padahal, infrastruktur dan moda transportasi udara merupakan instrumen vital bagi suatu negara. Begitu pula industri transportasinya, seperti industri penerbangan tidak kalah penting. Sebab hal ini dapat menjadi salah satu cara untuk aktualiasi sebuah negara besar. Sebagai gambaran, Boeing adalah perusahaan pesawat penerbangan yang dimiliki AS. Perusahaan ini berkontribusi sejak masa perang Dunia I. Sebenarnya Boeing adalah pesawat komersial namun demi aktualisasi politik AS ternyata dapat diberdayakan untuk memproduksi pesawat perang.
Gambaran ini sebagai contoh proyeksi sebuah negara adidaya yang berdasarkan ideologi kapitalisme. Meskipun AS sebagai pengusung ideologi ini kini di ambang keruntuhan, setidaknya roadmap pembangunan industri penerbangannya ini dapat menjadi motivasi dalam rangka membangun negara besar.
Dengan demikian saat ini dibutuhkan solusi yang komprehensif dan visioner agar industri vital negara ini dapat dikelola secara mandiri, sehingga pemanfaatannya dapat dirasakan oleh rakyat di samping dapat memperkuat negara secara politik. Tata aturan ini tentu hanya akan didapatkan pada ideologi yang sahih (benar), yakni aturan Islam. Dimana aturannya bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Aturan Islam diturunkan oleh Allah sebagai agama yang sempurna mampu menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.
Dalam aturan Islam industri transportasi, baik darat, laut, juga udara seperti halnya industri penebangan merupakan industri vital yang terkategori sebagai harta milik publik (umum). Sementara moda trasportasi dan asetnya merupakan milik negara. Oleh sebab itu, negara semestinya mengelola industri ini untuk kepentingan rakyat bukan untuk komersialisasi. Begitu pula, tidak boleh dimonopoli atau dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu.
Dengan tata kelola yang ditujukan untuk kepentingan rakyat, maka industri penerbangan semestinya dapat dirasakan manfaatnya sebagai transportasi udara yang terjangkau oleh rakyat. Dalam hal ini setidaknya ongkos penerbangan murah atau serendah-rendahnya. Hal tersebut dapat terwujud ketika industri penerbangan dikelola secara mandiri tanpa intervensi pihak asing atau swasta. Maka industri penerbangan dapat diarahkan untuk kepentingan rakyat bahkan untuk menambah kekuatan politik negara sehingga berpengaruh di dunia.
Adapun sumber keuangannya berasal dari beberapa pos anggaran pendapatan, antara lain hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA), pajak dari kafir dzimmi (jizyah), kharaj, fai, ghanimah, harta tidak ada pemiliknya dan lain-lain. Semua pemasukan tadi digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Salah satunya membangun maskapai penerbangan. Hal ini dapat menjadi sebuah kekuatan negara. Sebagaimana firman Allah Swt, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah juga musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya." (QS. Al-Anfal: 60)
Dengan demikian, solusi untuk mengatasi terpuruknya maskapai nasional ini hanya dengan menerapkan aturan Islam secara sempurna. Sehingga dapat mengoptimalkan pengelolaan industri penerbangan sebagai instrumen vital bagi seluas-luasnya kepentingan rakyat serta menunjukkan kekuatan di hadapan negara lain. Wallahu a'lam bish shawab.[]