"Sejatinya, investasi asing adalah topeng busuk negara super power untuk mengeruk kekayaan negeri-negeri muslim. Investasi asing dalam proyek litium di Morowali adalah salah satu dari sekian penjajahan terselubung di bidang ekonomi."
Oleh. Dian Afianti Ilyas
NarasiPost.Com-Seiring dengan perubahan tren global industri otomotif abad ini, kendaraan bertenaga baterai kini menjadi kendaraan yang paling diminati. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Cairn Energy Research Advisors, sebuah perusahaan riset yang berfokus pada industri baterai dan mobil listrik, diprediksi akan terjadi lonjakan penjualan mobil listrik sebesar 36 persen dan setidaknya akan terjual 3 juta kendaraan untuk pertama kalinya pada 2021. Tak main-main, menurut analis Bernstein Mark Newman, produksi kendaraan listrik diperkirakan naik sebesar 1,3 juta hingga 1,5 juta. (Tempo.co, 14/10/2021)
Dengan komitmen ingin menurunkan emisi karbon dioksida, Cina dan Eropa digadang-gadang akan menjadi pasar terbesar di dunia untuk kendaraan listrik. Pemerintah kedua negara ini pun mendorong rakyatnya untuk beralih menggunakan kendaraan listrik dan meninggalkan kendaraan berbahan bakar minyak. Melihat potensi pasar yang begitu menjanjikan, afiliasi raksasa baja dan nikel dari Cina, Shenzen Chengxin Lithium Group Co Ltd Cina dan Tsingshan Holding Group berencana akan menanamkan investasi dalam proyek litium senilai Rp5 triliun di Morowali untuk memenuhi permintaan baterai kendaraan listrik (EV).
Morowali, Lahan Basah Investor Meraup Cuan
Morowali merupakan salah satu wilayah strategis di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam tambang yang melimpah. Dengan kebijakan pemerintah yang menunjang dan potensi kekayaan alam yang melimpah, investor Cina melirik Morowali untuk dijadikan target investasi. Gayung bersambut, dibangunlah kawasan industri olahan nikel bernama PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada 2014 lalu.
Dengan luas lahan 1.200 hektare, di kawasan industri ini terdapat beberapa perusahan yang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, di antaranya PT Sulawesi Mining Invesment, PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry, PT Indonesia Tshingsan Stainless Steel, dan lain-lain. Produk utama nikel olahan yang dihasilkan berupa Nikel Pig Iron (NPI), stainless steel, dan carbon steel.
Di kawasan industri nikel terbesar se-Asia Tenggara inilah nantinya akan dibangun pabrik baterai kendaraan listrik (EV). Perlu diketahui, bahan baku utama yaitu lithium tidak terdapat di Indonesia, maka kemungkinan besar bahan bakunya akan diimpor dari Australia yang terkenal dengan sumber daya mineral spodumene yang kaya akan litium.
Seolah menjadi angin segar di tengah impitan pandemi yang melanda, kabar akan dibangunnya pabrik baterai kendaraan listrik ini disambut suka cita oleh sebagian besar masyarakat lokal. Mereka beranggapan bahwa megaproyek ini adalah sebuah kemajuan yang akan menjadi magnet perekonomian bagi warga sekitar, menambah pendapatan daerah dan membuka lapangan kerja besar-besaran.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia demi terciptanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan serta kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, salah satunya dengan membuka keran investasi bagi asing dan aseng. Hal ini sejalan dengan instruksi dari kepala negara, yakni Presiden Jokowi memperingatkan agar kepala daerah menyambut baik masuknya investasi dan jangan dipersulit.
Tak ayal, pemerintah pun sigap menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan menempuh beberapa langkah. Pertama, menyederhanakan birokrasi terkait pelayanan perizinan usaha dan regulasi yang ada, hal ini bisa kita lihat dari pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) serta peningkatan pelayanan perizinan melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu. Kedua, sinergi atas kebijakan penanaman modal antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat. Lantas, benarkah investasi ini adalah berkah atau justru menjadi petaka ?
Tak Ada Kedaulatan selama Sistem Ekonomi Kapitalisme yang Diterapkan
Bagi negara berkembang, pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada investasi. Pemerintah sebagai penyelenggara tertinggi negara akan berupaya mencari cara untuk mengundang para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Pemerintah berdalih bahwa tingginya investasi asing akan meningkatkan perekonomian Indonesia sehingga kesejahteraan rakyat dapat mewujud nyata. Benarkah demikian adanya?
Jauh panggang dari api. Investasi asing yang tujuannya untuk menyerap tenaga kerja lokal hanyalah kamuflase belaka. Buktinya bisa kita lihat dengan kehadiran tenaga kerja asing yang mengalir deras di Indonesia, tak terkecuali Morowali. Bahkan untuk menempati posisi buruh kasar yang tak memerlukan keahlian pun harus didatangkan dari negara asal investor. Hal ini memicu kecemburuan sosial, bahkan seringkali berujung pada perkelahian antara pekerja lokal dan pekerja asing.
Mitos lain mengatakan bahwa investasi asing akan meningkatkan pendapatan daerah dan pajak pendapatan. Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa begitu banyaknya investor asing yang terlibat dalam penghindaran pajak, seperti kasus yang tengah heboh saat ini terkait Pandora Papers yang melibatkan banyak nama para elite dan politikus dunia yang culas mengakali pajak. Tidak menutup kemungkinan praktik curang seperti ini juga terjadi di kawasan industrial Morowali.
Di sisi lain, getolnya pemerintah mendorong investasi justru menjadi bumerang bagi Indonesia. Investasi asing nyatanya menjerumuskan negara ini dalam kubangan utang berbunga. APBN pun harus dialokasikan untuk membayar utang dan bunganya dalam jangka waktu yang panjang. Perlu diingat, sumber utama APBN Indonesia adalah pajak yang didapat dari “memalaki rakyat”. Ujung-ujungnya rakyat yang dirugikan.
Tak hanya itu, investasi asing menjadikan kedaulatan negara ini tergadaikan. Investor asing memiliki “tabiat yang khas”, yaitu mengajukan syarat-syarat yang cenderung merugikan negara tujuan investasi, baik di bidang ekonomi, politik, pertahanan, maupun keamanan. Negara tak memiliki taji, tak punya pilihan selain mengikuti “titah” investor asing. Hal ini bisa dibuktikan dengan tidak dipenuhinya tuntutan para buruh ke pemerintah daerah Morowali terkait kesejahteraan pekerja dengan menaikkan upah minimun regional, tidak adanya tindak lanjut laporan terkait peraturan perusahaan yang semena-mena, serta tuntutan-tuntutan lainnya.
Ditinjau dari aspek lingkungan, kehadiran investasi asing di Morowali memunculkan polemik terkait indikasi alih fungsi hutan mangrove untuk perluasan pelabuhan bongkar muat (jetty) di kawasan industri tersebut. Akibatnya, warga sekitar pelabuhan pun harus kehilangan pekerjaannya yang bergantung pada ekosistem hutan mangrove. Biota-biota laut yang menjaga keseimbangan alam pun ikut musnah dengan hadirnya pelabuhan tersebut. Prinsip yang diterapkan oleh korporasi (pemodal), yaitu meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengeluaran seminimum mungkin juga menjadi pemicu kerusakan ekosistem dan lingkungan. Tidak bisa dinafikkan bahwa kehadiran smelter akan menghasilkan limbah bahan berbahaya beracun (B3) yang berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Pengelolaan limbah B3 yang lumayan merogok kantung, acap kali membuat perusahaan mangkir untuk melakukan pengelolaan terhadap limbah tersebut. Seperti laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Sulteng ketika melakukan kunjungan ke kawasan IMIP yang menemukan tumpukan limbah B3 dari hasil produksi limbah 10 ribu ton per tahun.
Jarak perusahaan yang hanya selempar batu orang dewasa dari permukiman warga juga memicu polusi udara yang disebabkan oleh debu batu bara. Kebutuhan batu bara guna memasok listrik sejumlah pabrik di kawasan IMIP membuat puluhan tongkang pengangkut batu bara hilir mudik di pelabuhan milik perusahaan. Aktivitas pembongkaran batu bara yang dilakukan hampir setiap hari menimbulkan debu yang tertiup angin laut memasuki permukiman warga. Hal ini jelas menjadi ancaman kesehatan bagi warga sekitar kawasan, sebab jika dihirup dalam waktu yang lama secara berlebihan akan menimbulkan kerusakan paru-paru serta dapat memicu kematian dini.
Pengabaian terhadap hak publik pun kerap dilakukan oleh PT IMIP. Penggunaan jalan negara tanpa izin yang berlangsung hingga detik ini menjadi bukti nyata pembangkangan korporasi terhadap negara. Selain itu, jumlah karyawan yang semakin hari bertambah banyak tidak didukung dengan sarana jalan yang memadai kerap menimbulkan kemacetan parah. Terkadang, karyawan harus menunggu selama satu jam atau lebih untuk bisa bebas dari kemacetan. Selain itu, wilayah Morowali menjadi wilayah yang rentan terjadi bencana. Adanya Sesar Matano yang terletak di darat melewati daerah Kabupaten Morowali dan menerus hingga ke laut (teluk tolo) menjadi penyebab daerah ini sering terjadi gempa bumi. Berkembangnya permukiman dan tambang di zona rawan bencana menunjukkan tidak sigapnya pemerintah dalam hal mitigasi bencana.
Penjajahan Gaya Baru Berkedok Investasi
Dari penjabaran di atas, masihkah kita bersorak bergembira menyambut investasi asing di negeri tercinta ? Sejatinya, investasi asing adalah topeng busuk negara super power untuk mengeruk kekayaan negeri-negeri muslim. Investasi asing dalam proyek litium di Morowali adalah salah satu dari sekian penjajahan terselubung di bidang ekonomi.
Kebebasan kepemilikan meniscayakan kepemilikan individu dalam perekonomian. Prinsip berbahaya ekonomi kapitalisme ini memberi kebebasan manusia untuk memiliki apa pun. Tak ada batasan yang jelas terkait sektor-sektor yang boleh dimasuki oleh pihak investor swasta dalam iklim kapitalisme mengakibatkan aset-aset nasional termasuk sektor strategis akhirnya dikuasai dan dimonopoli oleh investor asing.
Selain itu, kapitalisme juga meminimalkan peran negara dalam mengatur perekonomian. Mekanisme pasar dijadikan regulator utama dalam kehidupan ekonomi.
Sejak disahkannya undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, maka di situlah dimulainya perjalanan neoliberalisme dan neoimperialisme di negeri zamrud khatulistiwa. Inilah bentuk jebakan neoliberalisme yang terjadi di negeri ini, keran investasi dibuka hingga mengarus deras di dalam negeri yang tanpa disadari telah terjadi penjajahan gaya baru. Akhirnya rakyat terhalangi untuk menikmati “harta karun” di negerinya sendiri, sedangkan kaum imperialis ongkang-ongkang kaki menikmati hasil jarahannya.
Islam sebagai Solusi Tuntas Membasmi Penjajahan
Konsep ekonomi kapitalisme begitu kontradiktif dengan konsep yang dimiliki ekonomi Islam. Islam menetapkan kepemilikan negara Khilafah mencakup tiga jenis, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Rasulullah saw. bersabda “Kaum muslimin berserikat atas tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Pengertian api dalam hadis ini mencakup seluruh jenis energi yang digunakan sebagai bahan bakar bagi kendaraan, industri, dan mesin. Barang tambang yang depositnya melimpah dan tidak terputus baik cadangannya di permukaan bumi maupun di dalam perut bumi, berbentuk padat, cair, atau gas, semuanya adalah kepemilikan umum.
Dalam syariat Islam, pengelolaan kepemilikan umum dilakukan oleh negara Khilafah, baik tahap eksplorasi, penjualan, hingga pendistribusian. Negara Khilafah akan memastikan setiap rakyat mendapatkan haknya dalam kepemilikan umum tersebut.
Pendistribusian hasil pengelolaan kepemilikan umum ini bisa dalam bentuk zatnya atau pelayanan kepada seluruh warga negara. Tak ada celah bagi swasta terlebih asing dan aseng untuk menjarah sumber daya alam negeri-negeri muslim. Begitu indahnya Islam. Tak hanya sekadar mengatur aspek ibadah semata, namun juga memiliki seperangkat aturan yang dapat menuntaskan segala permasalahan manusia.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-a’raf : 96)
Oleh karena itu, permasalahan penjajahan gaya baru berkedok investasi asing hanya akan tuntas jika negara ini menerapkan syariat Islam.
Sudah saatnya, rakyat Indonesia khususnya warga Morowali menyatukan suara menolak tegas praktik-praktik investasi asing dengan ikut memperjuangkan kembali tegaknya institusi Khilafah Islamiyah yang akan melindungi jiwa, harta, dan kehormatan warga negaranya.
Wallahu’alam bisshowab[]