"Sayangnya, pinjaman yang mereka ambil berbunga selangit. Baik pinjol legal maupun ilegal, meraup untung dari bunga pinjaman yang diberikan ke nasabah. Satu hal yang dianggap biasa dalam sistem kapitalis. Sebab, berusaha dengan modal sekecil-kecilnya dan hasil sebesar-besarnya merupakan prinsip ekonomi mereka."
Oleh. Mariyatul Qibtiyah, S.Pd
(Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Sudah jatuh, tertimpa tangga. Begitulah pepatah yang menggambarkan kesusahan bertubi-tubi yang dialami oleh para nasabah pinjaman online (pinjol). Mereka yang meminjam uang untuk menyelesaikan masalah keuangan yang mereka hadapi, ternyata harus berhadapan dengan masalah lain yang lebih pelik. Utang mereka melalui pinjol menambah susah hidup mereka. Bukannya mendapatkan solusi, mereka justru mengalami depresi.
Keruwetan akibat utang melalui pinjol ini bahkan mendorong mereka untuk mengakhiri hidup. Mereka berpikir, bahwa mati adalah solusi terbaik bagi persoalan mereka. Itulah yang dilakukan oleh WPS (41 tahun). Ibu rumah tangga yang terlilit utang melalui pinjol itu menggantung diri di teras rumahnya.
Sebelum melakukan hal itu, ia sempat menulis surat kepada suaminya. Isi suratnya menyampaikan permintaan maaf serta menjelaskan alasan mengapa hal itu ia lakukan. Melalui surat itu diketahui bahwa utang WPS mencapai lebih dari Rp53 juta. Pinjaman itu tersebar di 23 aplikasi pinjol. Tentu saja, hal itu membuat masyarakat terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa pinjol bisa mengakibatkan seseorang mengakhiri hidupnya.
Kapitalisme Sumber Persoalan
Indonesia, negeri tempat kita tinggal saat ini, termasuk salah satu negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem kapitalis, kebebasan kepemilikan sangat dijunjung tinggi. Siapa pun berhak untuk memiliki apa pun yang diinginkannya, dengan cara bagaimana pun yang disukainya. Tidak ada batasan halal haram, baik menyangkut barang yang ingin dimiliki maupun cara yang hendak ditempuh.
Negara hanya bertindak sebagai regulator. Negara hanya membuat berbagai peraturan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat. Sayangnya, sebagian besar aturan itu dibuat untuk kepentingan para pemilik modal. Sebab, merekalah yang telah berjasa menaikkan para penguasa ke kursi kekuasaannya.
Maka, tidak mengherankan jika pada akhirnya para pemilik modallah yang menikmati kue pembangunan. Meski jumlah mereka hanya sedikit, tetapi mereka menguasai sebagian besar kekayaan negeri ini. Sementara rakyat kecil yang mayoritas harus berebut remah-remah kue yang tidak seberapa jumlahnya.
Kondisi ini diperparah dengan pandemi yang melanda. Banyak di antara mereka yang awalnya berpenghasilan minim, harus kehilangan pekerjaan. Hal ini membuat ekonomi mereka semakin terpuruk. Mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kesulitan mereka pun ditangkap oleh para pemilik modal. Dengan iming-iming proses yang cepat dan syarat yang mudah, beraksilah para pemilik modal ini menjerat calon mangsanya. Mereka tawarkan pinjaman online. Masyarakat yang sudah gelap mata pun tergiur dengan bujuk rayu mereka.
Maka, bisnis pinjol menjadi berkembang. Menurut Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), perputaran uang pinjol hingga Agustus 2021 mencapai Rp251 triliun dengan 193 juta transaksi. Besarnya keuntungan yang diperoleh dari bisnis ini, membuat banyak pemilik modal tertarik untuk membuka usaha di bidang ini. Ada yang legal. Namun, tak sedikit yang ilegal. Hingga awal bulan September 2021 ini, tercatat ada 107 pinjol legal di OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Meskipun yang tercatat hanya 107 penyelenggara pinjol, tetapi sebagian besar pinjol-pinjol tersebut bekerja sama dengan aplikasi pinjol ilegal. Jumlah pinjol ilegal ini lebih banyak dibandingkan pinjol legal. Mereka biasanya berada di bawah satu perusahaan. Nah, saat seorang nasabah mengajukan pinjaman melalui pinjol legal, pinjol-pinjol ilegal memberikan pinjaman kepada nasabah tersebut tanpa persetujuannya. Akibatnya, nasabah tersebut memiliki banyak utang ke beberapa pinjol sekaligus. Berikutnya, si nasabah akan dikejar-kejar untuk segera melunasi utangnya dalam waktu yang sangat singkat. Inilah yang menyebabkan nasabah tersebut merasa tertekan.
Karena banyaknya kasus yang serupa, pemerintah kemudian menghentikan kegiatan pinjol ilegal. Menurut Menkominfo, Johnny G. Plate, hingga Oktober 2021, pemerintah telah menghentikan 4.906 fintech (financial technology) yang melanggar peraturan. (bbc.com, 26/10/2021)
Namun, upaya pemerintah ini dinilai tidak akan efektif. Pasalnya, masyarakat Indonesia sudah terbiasa berutang, bukan menabung. Termasuk untuk memenuhi hal-hal yang bersifat konsumtif. Hal ini juga tidak terlepas dari apa yang dilakukan oleh pemerintah selama ini. Pemerintah lebih banyak memberikan pinjaman kepada masyarakat, termasuk dalam memberi bantuan kepada mereka.
Di samping itu, kapitalisme telah menciptakan budaya konsumtif pada masyarakat. Masyarakat tidak lagi bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Semua dianggap kebutuhan. Karena itu, mereka tidak merasa bersalah jika berutang untuk memenuhi keinginan yang mereka anggap kebutuhan tersebut.
Sayangnya, pinjaman yang mereka ambil berbunga selangit. Baik pinjol legal maupun ilegal, meraup untung dari bunga pinjaman yang diberikan ke nasabah. Satu hal yang dianggap biasa dalam sistem kapitalis. Sebab, berusaha dengan modal sekecil-kecilnya dan hasil sebesar-besarnya merupakan prinsip ekonomi mereka.
Sistem Ekonomi Islam, Sistem Terbaik bagi Manusia
Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam tidak menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Setiap aktivitas yang dilakukan harus terikat dengan aturan yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Melalui penerapan peraturan itu, akan terwujud kemaslahatan bagi semua.
Islam memperhatikan kesejahteraan setiap individu rakyatnya. Pemenuhan kebutuhan primer adalah tanggung jawab negara. Negara juga akan membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekunder, bahkan tersier masyarakat sesuai kemampuan mereka.
Negara akan menyediakan lowongan pekerjaan bagi masyarakat, terutama kaum laki-lakinya. Sebab, kaum laki-lakilah yang memiliki kewajiban mencari nafkah bagi keluarganya.
Jika karena suatu keadaan, seorang laki-laki tidak mampu mencari nafkah, keluarga dekat dan kerabatnya yang harus membantu. Jika kerabatnya pun tidak mampu, negara yang harus mengambil alih tugas tersebut. Negara akan memenuhi kebutuhan keluarga tersebut secara layak.
Dalam sistem Islam, para pemberi pinjaman yang berbunga tidak akan diizinkan beroperasi. Sebab, mengambil manfaat dari pinjaman yang diberikan termasuk riba. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Harits bin Abi Usamah, Ali bin Abi Thalib menuturkan bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah melarang praktik qardh (pinjaman) dengan mengambil manfaat atau jasa.
Dalam riwayat lain disebutkan,
كُل قرض جر منفعة فهو ربى
"Setiap praktik qardh (pinjaman) yang disertai dengan unsur mengambil manfaat (jasa) adalah riba."
Karena itu, dalam Islam tidak akan ditemukan bank atau pun lembaga sejenis yang mengambil keuntungan dari peminjaman yang mereka berikan. Termasuk aplikasi pinjol, baik yang terdaftar maupun tidak. Sebab, aktivitas semacam itu merupakan riba, sehingga tidak diperbolehkan beroperasi.
Hal ini bukan berarti bahwa tidak boleh melakukan peminjaman uang. Dalam Islam, memberi pinjaman termasuk satu hal yang disunahkan. Bahkan, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Hibban, Rasulullah saw. bersabda,
ما من مسلم يقرض مسلما قرضا مرتين إلا كان كصدقة مرة
"Tidaklah seorang muslim yang memberikan pinjaman kepada muslim lainnya sebanyak dua kali, kecuali dia seperti bersedekah satu kali."
Demikianlah, Islam yang agung telah memberikan solusi secara tepat bagi persoalan hidup manusia. Hal ini tidak mengherankan. Sebab, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt., Sang Khalik Al-Mudabbir.
Karena itu, tidak ada peraturan yang diturunkannya memberikan keuntungan kepada sebagian manusia, tetapi menyengsarakan sebagian yang lainnya. Bagaimana pun, Islam akan memberikan rahmat bagi seluruh alam. Tidak hanya bagi manusia, tetapi juga makhluk Allah lainnya. Wallaahu a'lam bishshawaab.[]