Di Mana Ukhuwah Muslim Dunia untuk Uighur?

"Paham nasionalisme yang dijunjung tinggi terbukti menjadi tembok penghalang ukhuwah islamiah. Nyatanya, nasionalisme hanya versi lain dari penyakit egoisme individualisme khas ideologi kapitalis yang menjangkiti level negara. Nasionalisme tak lebih dari primordialisme gaya baru bila dipandang dari kacamata global."

Oleh. Raihana Radhwa

NarasiPost.Com-Indonesia tidak termasuk dalam daftar 43 negara yang mengecam Cina terhadap permasalahan Xinjiang menyangkut muslim etnis Uighur. Padahal menurut Duta Besar Prancis untuk PBB, Nicolas De Riviere, kecaman dari negara -negara tersebut dinyatakan usai banyaknya laporan kredibel soal pelanggaran kemanusiaan di Xinjiang. Hal ini disampaikannya dalam Join Statement pada Sidang Komite III Majelis Umum PBB Ke-76 di New York, 21 Oktober 2021 (merdeka.com, 24/10).

Nihilnya kesertaan Indonesia dalam kecaman ini dinilai ganjil, mengingat Indonesia merupakan negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Juru bicara Kemenlu RI, Teuku Faizasyah, menjelaskan alasan Indonesia tidak tergabung dalam negara yang mengecam karena memilih cara lain. Menurutnya, Indonesia tetap menyuarakan agar berbagai pandangan terhadap isu HAM disampaikan melalui mekanisme seperti Universal Periodic Review (UPR) atau pelaporan instrumen HAM. (republika.co.id, 25/10)

Keganjilan dalam sikap negara-negara muslim dalam kasus Uighur tak hanya itu. Beberapa suara negara muslim yang sebenarnya signifikan malah berada di kubu 62 negara yang menyampaikan joint statement berisi dukungan pada sikap Pemerintah Cina, di antaranya Saudi Arabia, Pakistan, dan Kuwait.

Disinyalir ada sejumlah kesamaan utama di balik kebisuan negeri-negeri muslim ini, yakni pertimbangan politik, ekonomi dan kebijakan luar negeri. Pakar kebijakan Cina dari Universitas Nasional Australia, Michael Clarke, sejak 2018 lalu mengatakan bahwa kekuatan ekonomi Cina menjadi faktor besar dalam politik komunitas nuslim. Ketakutan mendapat balasan dari Pemerintah Cina dalam aspek politik ekonomi menghantui negeri-negeri muslim ini. (tempo.co, 24/12/18)

Sikap tetap lunak terhadap penguasa kafir sekaligus zalim sejatinya lahir dari cara pandang sekuler. Cara pandang yang melahirkan sikap kebebasan, dengan kata lain melepaskan diri dari aturan dan tuntunan Tuhan. Lebih luas lagi, kebijakan-kebijakan publik dipandang tidak berkaitan dengan prinsip-prinsip agama termasuk politik luar negerinya. Padahal di sisi lain, negara-negara adidaya sekuler mempropagandakan slogan-slogan candu sebagai belenggu bagi negeri-negeri muslim agar tidak membawa alasan agama untuk menentang kepentingan mereka, salah satunya adalah slogan internasional ‘non-intervensi’.

Tak hanya slogan yang yang menipu, sikap pengecut penguasa muslim juga lahir dari jeratan investasi asing pada berbagai pembangunan infrastruktur di negaranya. Justru keputusan untuk berdiam diri terhadap kasus Uighur mengungkap kelemahan penguasa mengelola ekonomi negara. Ekonomi selama ini dibangun dengan menggadaikan identitas dan kemandirian. Sayang sekali, identitas negeri muslim tersandera oleh kepentingan ekonomi yang notabene akhirnya menguntungkan negara asing daripada menyejahterakan rakyat sendiri.

Paham nasionalisme yang dijunjung tinggi terbukti menjadi tembok penghalang ukhuwah Islamiyah. Nyatanya, nasionalisme hanya versi lain dari penyakit egoisme individualisme khas ideologi kapitalis yang menjangkiti level negara. Nasionalisme tak lebih dari primordialisme gaya baru bila dipandang dari kacamata global.

Sikap negeri-negeri muslim yang berdiam diri atau bersikap lunak bahkan mendukung pemerintah Cina yang berdasarkan laporan kredibel telah melakukan diskriminasi terhadap muslim Uighur adalah sikap yang diharamkan syariat. Justru Islam memerintahkan bersikap keras dan tegas terhadap penguasa kafir yang zalim terhadap umat Islam.

Khalil al-Musawi dalam bukunya berjudul “Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana”, menjelaskan bahwa kaum muslimin harus menunjukkan sikap tegas untuk menghadapi para penguasa lalim, orang-orang yang sombong, munafik, dan musuh-musuh agama. Umat Islam tidak dituntut untuk berlaku lembut kepada para penguasa lalim dan orang-orang kafir yang memusuhi umat Islam. Allah berfirman dalam al-Quran surah at-Taubah ayat 73, “Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”

Tak ada pilihan lain bagi penguasa muslim kecuali membela saudara muslimnya di Uighur. Begitu pula terhadap saudara muslimnya di negeri-negeri lain yang sedang tertindas penguasa lalim. Penguasa negeri muslim, utamanya Indonesia yang merupakan negeri mayoritas muslim terbesar seharusnya lantang membela muslim Uighur. Indonesialah yang seharusnya terdepan menantang kepongahan penguasa lalim pemerintah Cina.

Politik luar negeri Islam yang sepatutnya dilakukan adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh dalam pembelaan terhadap muslim Uighur dengan memutus hubungan dagang maupun politik dengan Cina. Apabila Cina tak menyudahi kezalimannya terhadap muslim Uighur, maka telah layak bagi penguasa muslim mengirimkan kekuatan umat Islam agar menolong muslim Uighur yang terjajah di tanah miliknya sendiri.

Alasan bahwa negara yang ada sekarang bukan negara agama patut kita pertanyakan. Apabila dengan bernegara kita tidak bisa menjalankan agama Islam yang kita anut, maka patutkah kita mempertahankan konsep negara bangsa yang digandrungi dunia saat ini? Umat Islam telah lama mendambakan negara yang melindungi mereka dalam hal akal, perut, hati, dan jiwa. Negara yang meletakkan akidah sebagai pondasi dan syariah sebagai solusi. Dengan negara Islam ini, semua kemunafikan penguasa muslim diakhiri, kezaliman penguasa kafir dihabisi.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Raihana Radhwa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Cabai, Termasuk Buah atau Sayur, Ya?
Next
Hak Rakyat atas Pemanfaatan Sumber Daya Alam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram