"Kehidupan kita bukanlah kuasa kita. Suka duka yang mengiringinya hanya terjadi atas izin-Nya. Kegagalan dan kesuksesan yang silih berganti mendatangi diberikan-Nya sebagai ujian yang mengandung hikmah dan pelajaran."
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
Sobat, kira-kira apa yang akan kamu lakukan jika ada teman yang menitipkan tasnya padamu? Tentunya akan berhati-hati dalam menjaga tas tersebut, ya kan? Apalagi bila di dalamnya ada barang-barang berharga seperti uang, telepon genggam, ATM atau kartu-kartu penting lainnya, pasti tidak berani menyentuhnya. Khawatir tasnya lecet atau bahkan hilang isinya.
Ketika teman menitipkan barangnya kepada kita, maka sebenarnya dia percaya bahwa kita bisa dipercaya. Kita sendiri pun bila menitipkan barang atau sesuatu, pasti juga pilih-pilih orang yang bisa dipercayai-kan?! Rasa-rasanya susah bagi kita untuk rela menitipkan barang pada orang yang terkenal ceroboh atau kurang amanah. Wajarlah, karena kepercayaan pada orang yang semacam itu biasanya rendah.
Dari sini bisa kita ambil dua hal penting, yakni tanggung jawab dan kepercayaan. Tanggung jawab dari sisi orang yang diberi titipan. Apa pun bentuknya dan siapa pun yang memberikan titipan tersebut, maka orang yang menerima titipan harus berupaya semaksimal mungkin menjaganya.
Titipan adalah amanah. Artinya itu bukan milik kita. Sudah seharusnya sebagai penerima titipan, tak boleh memperlakukannya sesuka hati. Memakainya tanpa izin, menaruhnya sembarangan, meminjamkannya kepada orang lain, apalagi sampai merusaknya jelas tak diperbolehkan. Coba saja begitu, pasti dimarahi oleh yang punya barang tersebut. Hehe…
Di sisi lain, dalam barang titipan tersebut ada kepercayaan dari pemiliknya. Bila si pemilik barang menitipkan kepada kita, maka ia menganggap kita mampu menjaganya. Sebuah kepercayaan yang tak boleh disalahgunakan. Jangan mentang-mentang sobat dekat sendiri yang titip motornya ke kita, lantas boleh seenaknya saja. Motor yang harusnya kita jaga, eh malah dipakai jalan-jalan tanpa izin dari si empunya. Walau ia tak mengetahuinya, namun tetap tak boleh ya digunakan tanpa izin pemiliknya!
Titipan sifatnya sementara. Ia sama sekali bukan kepunyaan kita. Begitu pula dengan hidup yang kita jalani ini. Harta benda, keluarga, nama baik, gelar dan kedudukan serta semua yang hingga kini masih kita miliki, sejatinya bukan kita yang memiliki. Mereka hanya sebentar saja berada di genggaman. Suatu saat pasti diambil kembali oleh pemiliknya, yakni Allah Swt. Yang namanya titipan berarti harus dikembalikan kan, Sobat?
Setiap dari titipan itu tentunya ada aturan penjagaannya. Tidaklah cara kita menjaga melainkan sesuai keinginan dari-Nya. Merawat titipan-Nya bukanlah berdasarkan pemikiran dan perasaan kita sendiri sebab sejatinya kita tak memiliki hak apa pun atasnya. Kita hanya diminta menjaganya agar tidak rusak hingga di masa pengembaliannya.
Laksana barang titipan yang dijaga sepenuh hati karena tanggung jawab kepada pemiliknya. Begitu pun perlakuan kita terhadap titipan yang Allah berikan. Bila kita begitu berhati-hati menjaga barang milik manusia, maka seharusnya kita jauh lebih dari itu dalam menjaga titipan Allah. Dalam surah Al-Baqarah ayat 284, Allah telah berfirman: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa-paa yang ada di hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka, ampunan Allah untuk siapa yang dikehendaki-Nya dan siksa Allah untuk siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah berkuasa atas segala sesuatunya.”
Hidup kita adalah milik Allah. Itu adalah titipan-Nya. Dia perkenankan kita memilikinya agar mampu menjalaninya sebaik mungkin. Kehidupan ini memberikan kita kesempatan untuk menghimpun bekal sebanyak mungkin sebelum tiba saatnya kembali.
Sobat, menjaga hidup kita berada di jalan ketakwaan senantiasa bukan sekadar tanggung jawab biasa, tetapi juga memberikan pahala dan keselamatan. Setiap detik mengingat-Nya hingga takut diri berbuat dosa. Memelihara diri agar terhindar dari segala keburukan adalah tugas yang harus ditunaikan.
Menjalankan salat lima waktu bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban, melainkan bentuk kebutuhan akan pertolongan-Nya. Menutup aurat secara syar’i meski karenanya pekerjaan terhenti. Mantap berhijrah di jalan Allah mungkin akan membuat teman-teman undur diri. Meninggalkan riba demi meraih rida-Nya. Bersusah payah di jalan dakwah agar Allah melimpahkan berkah. Menghiasi diri dengan akhlak terbaik sebagaimana sang uswah meneladankan. Itu adalah bentuk tanggung jawab manusia menjaga kehidupan yang dititipkan-Nya.
Kehidupan kita bukanlah kuasa kita. Suka duka yang mengiringinya hanya terjadi atas izin-Nya. Kegagalan dan kesuksesan yang silih berganti mendatangi diberikan-Nya sebagai ujian yang mengandung hikmah dan pelajaran.
Memperlakukan hidup kita sembarangan berarti mengkhianati amanah-Nya. Meninggalkan perintah-Nya adalah menyia-nyiakan kebaikan yang telah Dia anugerahkan. Melanggar larangan-Nya menunjukkan tidak sadar dirinya kita sebagai manusia. Hilangnya rasa tanggung jawab atas titipan kehidupan dari-Nya menjerumuskan manusia pada kerugian yang amat besar.
Lalai dalam menjaga titipan-Nya bukan hanya membawa ragam permasalahan dan penderitaan, namun juga mengundang murka-Nya. Tiada satu perbuatan tanpa mendatangkan konsekuensi. Apa yang kita lakukan, itulah yang harus dipertanggungjawabkan.
Sobat, kita ini sesungguhnya miskin, tak punya apa-apa. Bila saat ini kita tinggal di rumah yang nyaman dan lapang, sebenarnya kita hanya menumpang. Sebab, itu adalah punya Allah yang dititipkan ke kita yang kapan pun bisa diambil tanpa menunggu izin dari kita. Bila kini kita masih bisa ke mana-mana dengan kendaraan yang bagus tanpa kepanasan di dalamnya, maka mudah bagi-Nya mengganti dengan kendaraan yang bobrok atau bahkan tak punya sama sekali.
Sobat, yakinkah kamu bahwa ayah dan ibumu akan bersamamu selamanya? Saudara, kerabat dan teman-teman yang berharga bisakah setia menemanimu selalu? Jawabnya pasti tidak, sebab di dunia ini tiada yang abadi. Mereka juga adalah titipan yang bukan kepunyaan kita. Sesungguhnya orang-orang kita akan meninggalkan kita pada gilirannya.
Titipan-titipan itu hadir dalam hidup kita karena Allah percaya bahwa kita pada dasarnya mampu untuk menjaga. Tanggung jawab manusia sebagai hamba penerima titipan sudah dipermudah dengan berbagai aturan yang Dia tetapkan. Padanya hanya ada kebaikan bila menurut perkataan-Nya. Demikian pula sebaliknya. Semua terserah kita, mau mengikuti atau bertindak sesuka hati.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]
Photo : qs.com