Oleh: Kholda Najiyah
Founder Komunitas Istri Strong (KIS) dan Kelas Bengkel Istri
NarasiPost.com
Tanya:
"Mbak, kok suamiku menang banyak ya. Baju dicuciin, makan tinggal makan. Sekarang lagi nganggur, aku yang mikirin uang belanja. Nyesek aku tuh. Capek kerja, masih capek ngurus rumah, ngurus anak. Aku lelah."
Jawab:
Subhanallah, itu kan perhitungan dunia, Mbak. Itu karena mindsetmu dalam pernikahan masih sebatas rugi-laba. Merasa sebagai istri harus meraih "keuntungan" sebanyak-banyaknya dari suami. Berupa uang belanja yang melimpah, perhatian, dsb. Rugi amat kalau punya suami malah kita yang banyak memberi padanya.
Coba kalau hitunganmu akhirat, kamu yang menang banyak. Bayangkan saja, kamu ngasih sedekah hasil kerjamu buat keluarga. Suamimu. Anakmu. Kebayang gak, setiap mereka mampu berdiri tegak untuk salat lima waktu karena makanan yang dibelanjakan hasil keringatmu, pahala mengalir untukmu. Setiap teguk air minum yang masuk tenggorokan setelah tilawah mereka, pahala untukmu.
Setiap mereka sujud dengan sarung dan baju koko licin yang kau cuci-setrika dengan tanganmu, pahala mengalir untukmu. Setiap mereka tidur nyenyak dalam keadaan perut kenyang karena pembelanjaanmu, pahala untukmu.
Engkau lelah karena merasa paling banyak memberi pada keluargamu. Padahal, tahukah kamu, bahwa kebahagiaan hakiki justru terletak pada memberi? Bukankah seorang dermawan yang suka bersedekah, lebih bahagia dibanding pengemis yang menengadah?
Apalagi yang kau beri adalah orang-orang yang kau sayangi. Suami yang kau pilih sendiri. Kau bersedia mengikat akad nikah dengannya, berarti bersedia memuliakannya. Menjadi partner sejati. Termasuk bersabar saat dicoba dengan sempitnya rezeki.
Percayalah, Allah Swt. tak akan membiarkan kamu dan keluargamu kelaparan, meski suami sedang jadi pengangguran. Buktinya, Allah Swt. mengalirkan rezeki melalui tanganmu. Apakah kau lupa, ketika kau bekerja mendapat rezeki atas izin suami pula? Bersyukurlah.
"Tapi kan …"
Stt … bersabarlah. Percayalah ini hanya sementara. Roda akan terus berputar. Doakan dengan tulus agar suami segera mendapatkan pekerjaan. Yakinlah, tak ada suami yang bangga menjadi pengangguran. Semua karena keadaan. Waktu akan mengubah kenyataan, karena tak ada di dunia ini yang stagnan.
Andai pun tak bekerjanya suami adalah sebuah kelalaian, biarlah Allah Swt. yang memperhitungkannya kelak di hari penghisaban. Tak wajib istri mendidik suami, melainkan sebatas memotivasi. Hasilnya biar Allah Swt. yang menggerakkan hati.
Tetapi yang wajib adalah istri mendidik hatinya sendiri, agar selalu jernih memandang situasi. Jangan buru-buru menghakimi suami, sementara dalam hatinya, ia tak henti mencari solusi. Bantulah perjuangannya, niscaya Allah Swt. akan membantu kalian. Sebab berkahnya pernikahan terletak pada berkasih-sayangnya kedua pasangan.
Dunia ini fana, akhirat kekal. Dunia sebentar, akhirat lama. Andai pahala bersuami itu seperti emas yang kasat mata, niscaya tak ada istri yang rela berdiam diri dari berkhidmat pada imamnya. Ia tak akan rela menukar dunia dengan akhirat.(*)
Salam strong untuk emak-emak yang juga bekerja demi memperjuangkan ekonomi keluarga. []
Sumber https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3252108994887090&id=100002640650815