"Mungkin akan terbersit dalam benak kita, masalah ini besar dan pelik. Tak kuasa tangan kita untuk mengubahnya. Lalu berdasarkan pemahaman itu, kita mengabaikan segala masalah yang tengah menimpa masyarakat saat ini, lalu fokus hanya memperbaiki diri. Kita berpikir itulah pilihan terbaik agar terbebas dari segala kekacauan ini."
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Di zaman ini, kita temui banyak muslim yang sibuk sendiri. Bekal takwa yang diperjuangkannya hanya cukup untuknya sendiri. Karenanya kita lihat, yang religius semakin baik spiritualnya, dan yang bablas semakin tidak terkendali. Disebabkan diamnya orang-orang yang paham di antara kita. Egoisme dalam beragama mendorong kita merasa, alim hanya cukup untuk diri sendiri.
Padahal, tidaklah sempurna iman seseorang ketika nasihat dan menasihati tidak dijalankan. Terlebih kita hidup di tengah kehidupan, di mana agama telah tergerus oleh nilai-nilai sekuler yang mengaburkan antara halal dan haram. Ada banyak aturan Islam yang berbenturan dengan kondisi masyarakat saat ini.
Dan masalahnya, mayoritas masyarakat kita tidak tahu, bahwa halal dan haram tidak bisa disatu-padukan. Jika pun tahu mereka tidak paham, karenanya budaya melanggar perintah Allah terus langgeng dan dilestarikan. Katakan saja, budaya buka aurat emak-emak saat di luar rumah, dengan daster lengan pendek dan jauh dari kata syar'i. Cara berpakaian muslimah separuh baya ini, lazim kita tengok hampir tiap hari. Pun budaya campur baur di saat ada hajatan, budaya pemuda dan pemudi pacaran, budaya zina, hamil luar nikah, bahkan aborsi. Bukankah pemandangan ini sering kita lihat, sehari-hari?
Jujur saja, muslim mana yang akan leluasa hidup di tengah kondisi ini? Berbagai masalah yang ada di hadapan mata, walaupun tidak terjadi pada diri kita sendiri, cukup membuat kita sakit kepala, gerah, marah, geram dan sakit hati. Bagaimana tidak geram dan sakit hati, jika sewaktu-waktu kita melihat tetangga yang melakukan KDRT. Di lain waktu kita dapati tetangga kita selingkuh dan sedang diarak warga ke kantor desa. Di waktu yang lain lagi, kita dengar ada bayi yang dibuang di selokan, diduga anak hamil luar nikah. Situasi ini, tidak hanya terjadi di berita televisi, namun terkadang terjadi dekat dengan kita dan bisa disaksikan dengan dua mata kita sendiri.
Mungkin akan terbersit dalam benak kita, masalah ini besar dan pelik. Tak kuasa tangan kita untuk mengubahnya. Lalu berdasarkan pemahaman itu, kita mengabaikan segala masalah yang tengah menimpa masyarakat saat ini, lalu fokus hanya memperbaiki diri. Kita berpikir itulah pilihan terbaik agar terbebas dari segala kekacauan ini.
Lalu apakah pilihan kita sudah benar? Apakah dengan diam dan fokus memperbaiki diri masalah bisa diperbaiki? Tidakkah kita sadar, mengambil jalan ini, adalah sikap pengecut dan bukan ciri-ciri muslim sejati? Tidak lebih, kita hanya pribadi yang egois. Di saat Rasulullah sendiri telah memerintahkan kita untuk saling menasihati. Sebagaimana sabdanya, "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat." (HR. Bukhari)
Sebagai pribadi muslim seharusnya kita sadar, bahwa segala problematika hidup yang kita temui hari ini, terjadi karena tidak diterapkan Islam dalam kehidupan. Dengan kata lain, kita wajib menyadari, bahwa Islam adalah solusi hakiki. Ide hebat ini, yakni Islam yang begitu kita junjung tinggi, hanya akan bertahan pada segelintir orang jika yang paham enggan mendakwahkan ke tengah umat.
Benar, masalah yang menimpa umat begitu besar dan pelik dibandingkan ilmu dan pemahaman yang kita miliki. Tapi, bukankah Rasulullah memerintahkan kita menyampaikan "Walau hanya satu ayat"? Yang bermakna, bahwa Allah akan menghargai setiap usaha yang kita kerahkan dalam rangka menyebarkan kebaikan Islam walau baru secuil ilmu yang kita miliki.
Tugas mulia ini tentunya tidak bisa kita limpahkan pada ulama saja. Karena perintah "sampaikan walau hanya satu ayat" tidak hanya diperuntukkan bagi ulama saja. Namun, itu adalah perintah umum bagi siapa saja yang mengaku muslim. Di zaman ketika syariat Islam kian diabaikan, maka dakwah adalah kewajiban utama yang wajib senantiasa dilakukan oleh kita bersama.
Kita bisa lihat, bagaimana mayoritas masyarakat kian jauh dari Islam, nilai-nilai sekuler semakin subur tak terkontrol lagi. Kendati gema hijrah semakin membahana, kemaksiatan pun kian merajalela. Kian ramai tayangan religi, budaya hedonis masih tetap dipuja-puji. Semakin masyarakat waspada dengan teknologi yang kian canggih, konten pornografi semakin ganas memangsa anak-anak bangsa. Kita bisa lihat, bagaimana rantai gajah liberalisme dan dunia permisif masih menjerat kehidupan generasi kita saat ini.
Karenanya, kita tidak boleh abai dengan persoalan yang menimpa umat saat ini. Sekecil apa pun kontribusi kita untuk dakwah, wajib kita kerahkan demi memenangkan ide-ide Islam di atas hukum jahiliah saat ini. Jika kita belum bisa menjadi pendakwah yang andal, karena keterbatasan ilmu yang kita miliki, setidaknya kita bisa mengajak orang-orang, menghadiri majelis di mana orang yang lebih mafhum menjadi pemateri. Kita juga bisa berkontribusi dengan harta, yang kita infakkan di jalan Allah. Bahkan kita bisa menggunakan rumah kita, memfasilitasi agenda dakwah berjalan. Lihatlah, kontribusi apa pun yang kita lakukan untuk dakwah, ternyata bisa menjadi wasilah, "satu ayat" yang nabi perintahkan itu, sampai ke tengah umat.
Yakinlah, jika umat Islam saling bersinergi dalam dakwah ini, niscaya syiar Islam akan semakin melaju kencang. Gaung Islam semakin semarak. Semakin banyak orang paham Islam, semakin kebaikan mendominasi. Semakin dominan yang bertakwa semakin mudah kebangkitan Islam kita raih. Sehingga, rahmatan lil ‘alamin yang selama ini kita cita segera tercipta. Kebangkitan Islam yang sempat diragukan oleh orang-orang munafik, menjadi niscaya. Janji Allah berupa kemenangan yang ke dua, pun segera terealisasi. Insyaallah, sebentar lagi.
Wallahu'alam.[]