"Cueknya perusahaan pada risiko lingkungan, ditambah pemerintah tidak memiliki regulasi tegas, maka limbah farmasi tak dapat dihindari. Kekompakan perusahaan dan pemerintah yang setia pada sistem kapitalisme semakin merusak tatanan kehidupan manusia, bahkan merusak ekosistem lingkungan."
Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Permasalahan demi permasalahan hadir di tengah kehidupan. Sementara penyelesaiannya sering tak bertuan. Terlebih lagi jika persoalan itu buah dari salah kebijakan, maka sudah tentu rakyat kecil yang jadi korban.
Baru-baru ini publik dihebohkan oleh limbah parasetamol yang mencemari perairan Teluk Jakarta. Limbah farmasi parasetamol ini digadang-gadang memiliki kadar yang tinggi. Sebagaimana diberitakan sindonews.com (5/10/2021), Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menyebutkan bahwa tingginya kadar parasetamol di Teluk Jakarta yang menjadi perbincangan publik, menunjukkan pengelolaan limbah farmasi yang buruk.
Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana memanggil 27 perusahaan farmasi mengenai kandungan parasetamol di perairan Teluk Jakarta. Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menyatakan bahwa pihaknya akan menelusuri cara 27 perusahaan itu dalam mengelola limbahnya (CNNIndonesia.com, 5/10/2021).
Akar Masalah Limbah Farmasi
Limbah parasetamol yang kadarnya tinggi ataupun kadaluwarsa menjadi persoalan pelik bagi rakyat. Limbah farmasi yang kabarnya tidak berbahaya itu justru mencuat ke permukaan. Meski diyakini bukan sebagai pencemar, namun kandungan parasetamol di laut Jakarta menjadi sorotan setelah muncul dalam penelitian Konsentrasi Tinggi Parasetamol di Wilayah Perairan Teluk Jakarta, Indonesia. Kajian itu dibuat peneliti Oseanografi LIPI Wulan Koagouw dan beberapa peneliti lain (CNNIndonesia.com, 5/10/2021).
Pencemaran lingkungan tak dapat dihindari. Limbah farmasi termasuk emerging contaminant atau emerging pollutant. Efeknya bisa menimbulkan kerusakan ekologis dan kesehatan manusia. Pencemaran parasetamol ini sedikit banyak akan merusak biota laut. Jika demikian, maka rakyat yang mengonsumsi aneka biota laut akan terimbas juga.
Buruknya pengelolaan limbah farmasi tampak dari kasus ini. 27 perusahaan yang disebutkan KLHK bukanlah jumlah yang sedikit. Meski parasetamol diyakini bukan sebagai pencemar, tetap prosedur pengelolaan limbah industri farmasi harus diperhatikan. Tanda tanya besar saat terjadi pencemaran parasetamol dengan konsentrasi tinggi, justru pemerintah baru bergerak hendak menelusuri.
Pembuangan limbah farmasi tidak boleh serampangan demi menjaga lingkungan dan ekosistemnya. Namun, kenyataan berbicara lain. Fakta limbah farmasi ini seakan menunjukkan betapa perusahaan farmasi membuang limbahnya sembarangan. Pelanggaran pembuangan limbah wajar terjadi dalam sistem kapitalisme ini. Pasalnya, sistem kapitalisme mengizinkan siapa saja yang memiliki modal untuk mendirikan perusahaan.
Belum lagi ekonomi kapitalisme menjadikan keuntungan materi sebagai ultimate goal dalam tiap proyeknya. Asas manfaat menjadikan perusahaan ala kapitalisme hendak meraup untung sebanyak-banyaknya. Risiko kerusakan lingkungan tidak menjadi perhatian utama, omset dan laba yang menggerakan perusahaan itu melakukan produksi. Bahkan, ekonomi kapitalisme merendahkan arti sebuah kebijakan pemerintah. Sudah menjadi rahasia umum, modal yang mereka miliki seakan dijadikan alat untuk membeli kebijakan agar memuluskan segala proyeknya.
Belum lagi regulasi pemerintah yang memiliki nilai tawar rendah. Tindakan penelusuran terhadap perusahaan baru dilakukan saat terjadi pencemaran. Sungguh ironis, selama ini di mana peran negara hingga limbah farmasi ini terjadi? Sangat disayangkan, persoalan limbah farmasi ini seakan menunjukkan bahwa pengawasan dari pemerintah tidak ketat dan tidak dilakukan secara periodik. Pemerintah seolah membiarkan perusahaan jalan sendiri tanpa kontrol.
Cueknya perusahaan pada risiko lingkungan, ditambah pemerintah tidak memiliki regulasi tegas, maka limbah farmasi tak dapat dihindari. Kekompakan perusahaan dan pemerintah yang setia pada sistem kapitalisme semakin merusak tatanan kehidupan manusia, bahkan merusak ekosistem lingkungan. Maka, jelas akar masalah limbah farmasi adalah diterapkannya sistem kapitalisme dalam kehidupan.
Strategi Islam dalam Menjaga Lingkungan
Bertolak belakang dengan kapitalisme, Islam sangat memperhatikan kelestarian lingkungan. Tatkala Kekhilafahan menjadi mercusuar peradaban, konsep tata ruang sangat diperhatikan. Aspek sosial masyarakat dan kelestarian lingkungan menjadi pertimbangan dalam tiap pembangunan tata kota skala internasional kala itu.
Aspek sosial masyarakat menjadi perhatian dalam pembangunan agar bernilai ruhiyah. Sehingga, konsep pembangunan yang dilakukan mampu menunjukkan ketinggian Islam. Sementara penduduk yang tinggal di sana senantiasa merasakan dan menghadirkan suasana keimanan saat menyaksikan berbagai bangunan megah, atau menikmati fasilitas umum yang disediakan.
Begitupula pembangunan perusahaan, aspek sosial masyarakat akan sangat diperhatikan. Sehingga, perusahaan yang dibangun juga tak lepas dari nilai ruhiyah. Maknanya, perusahaan yang dibangun tidak menjadi biang persoalan. Sebaliknya, perusahaan mampu membuat ketentraman dan suasana keimanan terjaga.
Adapun aspek kelestarian lingkungan merupakan bagian terpenting dalam pembangunan. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-A'raf ayat 56, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…”
Islam senantiasa melakukan edukasi dan sosialisasi agar individu memperhatikan kelestarian dan kebersihan lingkungan. Islam pun mewajibkan perusahaan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Bagaimana pembangunan gedung dan perusahaan tidak boleh asal-asalan. Birokrasi mudah dalam perizinan selama perusahaan tidak mendatang mudarat bagi masyarakat dan lingkungan.
Pengawasan ketat akan proses pembangunan dan produksi akan diawasi oleh para khubaro (tenaga ahli) agar tidak mencemari dan merusak lingkungan. Perusahaan industri akan dibangun hanya di kawasan industri saja dengan memperhatikan kanal irigasi maupun pembuangan limbah. Ekploitasi lingkungan diharamkan dalam Islam. Perusahaan tidak sembarangan mengantongi izin pendiriannya jika diprediksi mendatangkan mafsadat. Perusahaan ramah lingkungan harus diwujudkan. Polusi harus bisa diminimalisasi dengan pengelolaan limbah yang juga ramah lingkungan. Pendirian perusahaan dengan regulasi ketat ini merupakan cerminan keimanan rakyat dan para penguasa.
Adapun bagi perusahaan yang jelas mencemari lingkungan akan disanksi dengan berat dan tegas. Pemerintah Islam bisa mencabut izinnya, memenjarakan pelaku, dan meminta ganti rugi atas pencemaran lingkungan itu. Sosialisasi, edukasi, dan kontrol pemerintah akan berjalan sebagaimana mestinya demi menjaga kelestarian ekosistem dan lingkungan.
Wallahu a'lam bishawab.[]