"Moderasi beragama justru membahayakan kerukunan antarumat beragama terutama menyebabkan kecurigaan sesama umat Islam sendiri karena ada penyebutan Islam radikal dan moderat."
Oleh. Maftucha, S.Pd.
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
NarasiPost.Com-Kita tentu mengenal berbagai macam jenis pisang, ada pisang ambon, pisang susu, pisang mas, pisang pipit, dan lain sebagainya. Masing-masing memiliki keunikan rasa, kita tentu tidak bisa memaksakan bahwa pisang ambon harus berasa pisang susu. Dua anak kembar identik memiliki tingkat kesamaan fisik yang banyak, namun wataknya pasti berbeda. Meskipun orang tuanya membelikan baju dan sepatu yang sama, tapi wataknya tentu tidak bisa dipaksakan sama.
Program aksi moderasi beragama yang saat ini kembali dihidupkan oleh kementerian agama, memiliki persepsi bahwa agama bisa memicu seseorang untuk memiliki pemikiran fundamentalisme. Sikap ini dianggap bisa menafikan nilai-nilai kebenaran dari kelompok lain. Pada akhirnya, ide moderasi bisa melenyapkan truth claim yang mereka anggap sebagai pemicu tindakan terorisme atau intoleransi.
Ide moderasi beragama pada dasarnya sama saja dengan memaksakan karakter dua anak yang berbeda, yakni memaksakan agar seluruh manusia menganggap semua agama sama saja.
Siapa Sasaran Moderasi?
Selama ini tuduhan pelaku terorisme, intoleransi selalu ditujukan kepada Islam dan pemeluknya. Pelaku kejahatan di Papua hanya disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), bukan teroris, padahal kelompok ini sudah membunuh banyak aparat negara, rakyat sipil bahkan yang terbaru penyerangan nakes dan pembakaran bangunan kesehatan. Bukankah tindakan ini sudah masuk dalam kategori tindakan terorisme?
Islam perlu untuk dimoderasi karena menurut mereka kerudung mengekang para wanita, sikap taat istri kepada suami dianggap penindasan, menjadi ibu rumah tangga dianggap tidak berdaya secara ekonomi, pembagian waris dianggap tidak adil, tidak mengucapkan perayaan hari besar agama lain dianggap intoleransi, dan jihad dianggap bentuk kekerasan. Moderasi beragama justru membahayakan kerukunan antarumat beragama. Utamanya menyebabkan kecurigaan sesama umat Islam sendiri karena ada penyebutan Islam radikal dan moderat.
Islam Agama Rahmat dan Penuh Toleransi
Setiap manusia butuh panduan dalam menjalani kehidupan ini, sama seperti para musafir, mereka butuh peta untuk sampai ke tujuan. Agama juga seperti cahaya di tengah kegelapan. Tanpa agama manusia bisa tersesat, atau kebingungan dalam kegelapan.
Peta yang digunakan para musafir haruslah peta yang valid, jangan sampai seperti GPS yang kadang menunjukkan jalan sawah yang becek bisa dilewati sebuah truk. Cahaya juga harus berupa cahaya yang terang, jangan remang-remang karena jalan yang dilewati bisa jadi berupa jurang.
Dalam Al-Qur’an Allah ta’ala berfirman,
ان الدين عند الله الاسلام
Artinya “Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali-Imran: 19)
Pada surat yang lain Allah juga menjamin bahwa syariat Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam
وما أرسلناك الا رحمةً للعالمين
Artinya “Tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Kemudian, Allah sendiri juga menjamin bahwa Islam tidak memaksa kepada pengikut agama lain untuk mengikuti kewajiban yang telah diperintahkan kepada muslim, seperti memakan daging anjing dan babi yang menurut mereka boleh, asalkan tidak dijual bebas yang menyebabkan orang muslim memakannya. Ketika syariat Islam diterapkan, juga tidak memaksakan nonmuslim untuk berpindah keyakinan.
Fakta sejarah dari zaman Rasulullah hingga Kekhilafahan terakhir tahun 1924 mencatat bahwa tidak pernah jihad yang ditegakkan oleh Islam dengan membantai rakyat sipil, merusak bangunan, dan lain sebagainya. Sebab, jihad adalah bagian dari syiar Islam, bahkan Muhammad Al-Fatih ketika menaklukkan Konstantinopel tidak menghancurkan gereja dan membiarkan pemeluknya tetap dalam keyakinannya.
Islam memiliki konsep toleransi yang jelas “bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Toleransi yang diajarkan oleh Islam tidak mengajarkan bahwa pemeluk agama lain harus ikut meyakini ajaran Islam, tapi cukup memberikan keleluasaan dalam menjalankan perintah agamanya.
Generasi ini butuh identitas dan itu bisa didapatkan dari didikan agama yang lurus, bukan mengamputasi ajaran Islam, generasi Islam yang taat justru bisa terselamatkan dari pergaulan bebas, narkoba, tawuran antar pelajar, geng motor, dan lainnya.
Wujud Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam akan tampak jelas jika seluruh aturannya diterapkan. Saat itulah ide moderasi beragama dan pluralisme hanya sebuah isapan jempol saja. []