Jadi Rebutan Swasta, Blok Wabu Seharusnya Dikelola Negara

Sungguh luar biasa besarnya kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia. Namun miris, sumber daya alam yang melimpah tersebut tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyatnya. Rakyat masih dirundung problem kemiskinan dan jumlahnya semakin bertambah banyak. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Oleh. Dwi Indah Lestari, S.TP

NarasiPost.Com-Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tersebut, seharusnya blok Wabu dikelola negara untuk kemakmuran rakyat. Namun faktanya, pemerintah justru hendak menyerahkannya pada swasta.

Tambang emas Wabu merupakan salah satu blok yang pernah dipakai oleh PT Freeport untuk menambang emas. Namun blok yang terletak di Kabupaten Intan Jaya, Papua, ini telah diserahkan kembali kepada pemerintah pada tahun 2018. Bahkan PT. Freeport menyatakan tidak berkeinginan untuk mengeksplorasinya lagi. (kumparan.com, 22 September 2021)

Meski begitu, blok Wabu ternyata menyimpan potensi yang sangat besar sehingga banyak perusahaan berebut untuk dapat mengelolanya, di antaranya MIND ID dan PT.Aneka Tambang Tbk. Tambang. MIND ID menyebutkan potensi emas yang terkandung di blok tersebut mencapai 8.1 juta ounces. Bahkan Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, menyatakan kandungan emas di blok Wabu lebih besar dari Grasberg dengan nilai mencapai hampir Rp300 triliun. (okezone.com, 3 Oktober 2021)

SDA dalam Cengkeraman Swasta

Sungguh luar biasa besarnya kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia. Namun miris, sumber daya alam yang melimpah tersebut tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyatnya. Rakyat masih dirundung problem kemiskinan dan jumlahnya semakin bertambah banyak. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Hal ini disebabkan kekayaan alam tersebut tidak bisa dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh rakyat. SDA Indonesia, seperti tambang emas di Papua, justru berada dalam penguasaan swasta yang mengeruknya hingga tak bersisa. Swastalah yang justru menikmati semua keuntungan dari harta yang seharusnya milik rakyat itu.

Bagamana bisa? Hal itu terjadi sebab apa yang mereka lakukan, ternyata legal berdasarkan undang-undang. Artinya, tindakan mereka memprivatisasi SDA tersebut direstui oleh para pemegang kebijakan di negeri ini. Mereka bebas melakukan eksploitasi karena diizinkan, bahkan meski berakibat pada kerusakan alam.

UU Cipta Kerja merupakan salah satu produk perundang-undangan yang telah membuka pintu selebar-lebarnya bagi para pemilik modal, baik dari dalam maupun luar negeri untuk masuk dan menguasai SDA dengan dalih investasi. Bahkan mereka diberikan kemudahan-kemudahan dengan pemberian infrastruktur dan birokrasi yang lebih lunak.

Inilah akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis neoliberal. Sistem ini membuat sebagian besar kekayaan alam dinikmati oleh segelintir orang saja. Sementara rakyat hanya mendapatkan porsi kecil. Ironisnya, mereka justru harus membayar mahal untuk dapat menikmati SDA yang sebenarnya milik mereka. Sementara negara hanya memosisikan diri sebagai regulator saja, bukan pelindung dan pengurus kepentingan rakyatnya. Negara mengabaikan tanggung jawabnya mengelola SDA yang dimiliki untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat dari konstitusi dasar yang berlaku di negeri ini. Hal ini membuktikan betapa rusak sistem ekonomi kapitalis neoliberal yang dijalankan negara dalam mengatur kekayaan alam negeri ini.

Pandangan Islam

Rasulullah saw pernah bersabda,

Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini menjadi dasar larangan untuk memonopoli kekayaan alam yang merupakan harta milik umum, yaitu golongan air, seperti sungai, laut, sumber mata air, kemudian padang rumput, termasuk hutan, padang gembalaan yang luas, dan api, dimana hasil tambang termasuk di dalamnya. Semua itu termasuk dalam kepemilikan umum, dimana semua orang diperbolehkan untuk memanfaatkannya.

Hanya saja dalam praktiknya, Islam telah mewajibkan negara sebagai pengelola harta milik umum tersebut agar tidak terjadi kekacauan dalam pemanfaatannya oleh umat. Negara wajib mengatur, mengeksploitasi dan mengolahnya dengan sebaik-baiknya sesuai tuntunan syariat. Kemudian hasilnya akan dikembalikan untuk memenuhi kepentingan umat. Bentuk pengembalian hasil pengelolaan SDA tersebut dapat berbentuk barang seperti BBM, air, gas, listrik dan lain-lain yang akan diberikan atau dialirkan secara langsung ke rumah-rumah penduduk. Bisa juga berupa infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan pemberian jasa, seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan. Semua itu bisa dinikmati oleh rakyat secara cuma-cuma.

Dengan begitu, kekayaan alam yang luar biasa melimpah ruah itu benar-benar akan mampu mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Setiap individu bisa bersekolah dan berobat secara gratis. Rakyat pun akan terpenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Semua itu terwujud dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang lahir dari syariat Islam oleh negara. Sistem inilah yang akan memastikan kekayaan alam terdistribusi secara merata, serta melarang terjadinya privatisasi SDA oleh individu maupun kelompok.

Pemimpin dalam negara Islam betul-betul hadir untuk melayani kepentingan rakyat dan mengaturnya dengan syariat Allah yang sempurna.

“Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”
(HR al-Bukhari dan Ahmad).

Untuk itu, sudah saatnya umat kembali diatur dengan sistem Islam yang akan mengakhiri berbagai persoalan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Hanya dengan syariat Islam sajalah keadilan dan kesejahteraan umat betul-betul terwujud secara hakiki. Wallahu’alam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dwi Indah Lestari Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Jangan Berduaan, Bahaya!
Next
Berjumpa di Jannah-Nya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram