Laku syirik semacam ini semestinya mendapat perhatian serius dari pemerintah, supaya tidak semakin berkembang dan diikuti oleh masyarakat. Pemerintah harus memberikan edukasi sekaligus tindakan yang tegas, mengingat hal ini sangat mengancam akidah umat. Selain itu juga seringkali memakan korban hingga nyawa melayang. Namun, sampai sekarang tak ada upaya yang tegas untuk menghentikannya. Dari zaman dulu, mitos penuh mistik nyatanya masih dipegang erat oleh sebagian masyarakat.
Oleh. Ita Mumtaz
NarasiPost.Com-Polisi mengamankan empat pelaku penganiayaan terhadap anak perempuan berusia enam tahun hingga bola matanya copot di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka tega mencongkel mata korban lantaran diduga mempelajari ilmu hitam pesugihan untuk menjadikan korban sebagai tumbal (cnnindonesia.com, 04/09/2021).
Berita tentang orang tua mencongkel mata anak kandungnya yang berusia enam tahun di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan membuat masyarakat geram. Mereka tega menganiaya darah dagingnya sendiri, sosok mungil yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya.
Astaghfirullah, perbuatan sadis itu dilakukan demi mendapatkan kekayaan dengan jalan pesugihan, yaitu bagian dari ilmu hitam. Hanya orang tua tidak waras dan tak beriman yang nekat mengorbankan anaknya menjadi tumbal demi harta.
Di zaman modern ini, ritual pesugihan ternyata masih kerap dilakukan oleh sebagian masyarakat, demi mendapatkan harta kekayaan secara instan. Perilaku maksiat ini pun masih lestari hingga saat ini, bahkan dilakukan secara turun temurun. Padahal, kebanyakan dari mereka adalah muslim. Tampaknya, orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya itu tak pedulikan lagi bahwa perbuatannya termasuk dosa besar. Bagi orang-orang yang kurang iman, maka apapun akan dilakukan asal bisa kaya mendadak tanpa harus kerja keras. Sudahlah berbuat syirik, ditambah lagi menzalimi dan menganiaya sesama manusia, terlebih anak kandungnya.
Maraknya Praktik Pesugihan di Tengah Umat
Kabarnya, banyak sekali praktik pesugihan yang masih marak di negeri muslim ini. Kelakuan tak logis dan penuh klenik itu dipercaya bisa mendatangkan kekayaan secara instan. Meski persyaratan yang harus dipenuhi sarat dengan hal-hal aneh berbalut kemaksiatan, namun ada sebagian masyarakat yang secara turun temurun sudi melakukannya.
Sebut saja tempat pesugihan terkenal yang ada di Malang, Jawa Timur, tepatnya Gunung Kawi. Praktik pesugihan di Gunung Kawi ini termasuk favorit, karena bisa dilakukan dengan cara sederhana. Para peziarah diwajibkan menjalani ritual tapa brata selama tiga hari, di bawah sebuah pohon yang dianggap keramat, yakni pohon yang bernama dewandaru. Tapa brata bisa dihentikan jika ada lembar daun dari pohon dewandaru yang gugur dan jatuh tepat di tubuh pertapa.
Konon kalau sudah begitu artinya sang penguasa gaib, penunggu pohon dewandaru telah memberikan persetujuan untuk menjamin kekayaan kepada si pemuja. Mitosnya, jika ingin memperoleh kekayaan mendadak, seseorang harus melakukan ritual pesugihan pada hari baik, yaitu Jumat Legi. Selain itu juga tanggal 1 dan 2 setiap bulan Syuro. Maka tak heran jika waktu-waktu tersebut Gunung Kawi menjadi ramai dikunjungi oleh para pelaku pesugihan. Na'uzubillah min dzalika.
Laku syirik semacam ini semestinya mendapat perhatian serius dari pemerintah, supaya tidak semakin berkembang dan diikuti oleh masyarakat. Pemerintah harus memberikan edukasi sekaligus tindakan yang tegas, mengingat hal ini sangat mengancam akidah umat. Selain itu juga seringkali memakan korban hingga nyawa melayang. Namun, sampai sekarang tak ada upaya yang tegas untuk menghentikannya. Dari zaman dulu, mitos penuh mistik nyatanya masih dipegang erat oleh sebagian masyarakat.
Keindahan kawasan Gunung Kawi misalnya, seharusnya menjadi tempat wisata yang bebas syirik, bahkan bisa dijadikan sarana untuk tadabur alam. Keindahan alam dan kesuburan tanahnya justru sebagai pengingat manusia akan kekuasaan dan kebesaran Sang Pencipta.
Sekularisme adalah Pangkal Laku Kesyirikan
Suasana sekularisme memang menjadikan manusia jauh dari mengingat Allah. Segala fenomena alam dan kejadian sekitar tak lagi klik dengan kebesaran Allah sebagai Sang Pencipta sekaligus Pengatur manusia. Mereka menganggap bisa berbuat suka-suka demi menuruti hawa nafsunya. Aturan dari Allah, yakni syariat Islam tak dianggap penentu baik dan buruk. Halal dan haram ditabrak demi mendapatkan kesenangan semu yang diidamkan. Rida Allah tidak lagi menjadi parameter kebahagiaan sejati.
Wajar, jika aturan Islam yang mulia ini banyak dipinggirkan, dan hanya diambil yang sesuai dengan keinginan. Tidak masalah dengan aturan salat, puasa, haji dan ibadah ritual yang lain. Namun, alergi dengan penerapan syariat Islam lain secara kaffah seperti ekonomi tanpa riba, pergaulan Islam yang sangat menjaga batasan laki-laki dan perempuan, pendidikan yang berbasis akidah Islam, hingga Khilafah Islam sebagai sistem pemerintahan.
Akibatnya, dalam diri umat masih tersisa perilaku syirik, termasuk melakukan pesugihan. Iman mereka rapuh dan mudah runtuh, sebab tidak ada edukasi dan penjagaan terbaik dari negara. Justru negara lebih gencar memfasilitasi moderasi agama yang bisa menjadi benih-benih kesyirikan. Jika umat ini tak lagi berpegang teguh pada akidah Islam, terbiasa longgar dengan penerapan syariat-Nya, maka pastilah mudah terjerumus ke lembah maksiat bahkan kesyirikan yang nyata.
Kesyirikan dan Tanggung Jawab Negara
Syirik adalah menyekutukan Allah dengan menjadikan sesuatu sebagai obyek pemujaan atau tempat menggantungkan harapan. Syirik termasuk dalam kategori kufur. Karena perbuatan tersebut sama dengan mengingkari kebesaran dan kemahakuasaan-Nya.
Syirik merupakan muara dari berbagai kejahatan yang akan menimbulkan rusaknya pikiran dan tingkah laku. Syirik termasuk dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah. Kecuali, seseorang itu bertobat dan kembali membaca syahadat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (النساء: ٤٨)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa-dosa di bawah syirik bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa berbuat syirik kepada Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’: 48)
Sistem kehidupan kapitalisme telah menyulap orang tua yang memiliki naluri kasih sayang menjadi beringas tanpa hati. Pandangan bahwa harta adalah segalanya telah menjadikan mereka buta nurani lalu oleng dan binasa. Sebagai seorang muslim, apapun kondisi yang mendera keluarga, termasuk himpitan ekonomi, hendaknya tidak membuat kalap dan putus asa.
Menjadi tugas negara untuk menjaga dan melindungi umat dari berbagai tekanan yang bisa mengakibatkan terganggu kejiwaannya hingga hilang naluri kasih sayangnya. Benar sekali apa yang diingatkan oleh Rasulullah saw., bahwa kefakiran bisa mengakibatkan kekufuran. Oleh karena itu, negaralah yang paling bertanggung jawab ketika ada yang tidak beres pada diri rakyatnya. Kemiskinan adalah masalah utama yang harus segera diselesaikan. Bukan malah sibuk dengan berbagai hal yang tidak ada kontribusinya dengan kesejahteraan rakyat.
Rakyat pun harus senantiasa mendapatkan pembinaan dan pencerahan tentang keimanan dan hakikat kehidupan. Akidah mereka harus dijaga dan dilindungi dari hal-hal yang bisa mengancam kemurniannya. Agar tak mudah terseret ke lembah kesyirikan, temasuk praktik pesugihan. Wallahu a'lam bish-shawwab.[]