Prasangka yang Mendatangkan Murka

"Sikap melampaui batas tersebut muncul karena mereka berpikir, “Untuk apa salat? Toh, tetap miskin juga.” Mereka berpikir, “Untuk apa beribadah? Toh, nasib akan begini-begini saja.” Mereka menganggap, Allah hanya akan memasukkan ke dalam surga orang yang pantas menurut Dia. Sementara, sudah menjadi takdir mereka hidup dalam kesulitan dan mendapat tempat buruk di dunia dan akhiratnya."

Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sahabat muslim, mungkin pernah mendengar bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala itu sesuai prasangka hambanya. Jika seorang hamba berprasangka baik kepada Allah, maka baik pula urusannya. Namun, jika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah maka buruk pula urusannya.

Misalnya, kita mengalami sakit yang setiap orang pasti pernah merasakannya. Minimal flu biasa di kala musim hujan. Nah, coba diingat-ingat bagaimana perasaan kita saat mengalami sakit tersebut? Pastinya sangat tidak nyaman, makan dan minum terasa sulit, kerja susah, hidup tidak semangat dan kreativitas terhambat. Tentu saja, mayoritas kita akan setuju kondisi ini bukanlah kondisi yang kita inginkan.

Namun, saat kita berprasangka baik kepada Allah, sabar dengan sakit dan berikhtiar terbaik dalam menghadapinya. Maka, di sinilah letak kebaikan itu. Rasa sakit mampu menghapuskan dosa, kesabaran mampu melipatgandakan pahala. Demikian, urusan yang tadinya dinilainya tidak baik menjadi baik seketika.

Tentu saja, hal ini berlaku dalam setiap kondisi. Saat dalam kondisi senang atau mendapat musibah. Semua akan menjadi urusan baik, jika seorang hamba menghadapinya dengan berpikir positif dan berprasangka baik kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassallam:

Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (HR, Muslim no. 7500)

Nabi shalallahu alaihi wasallam menyebut urusan apa pun yang menimpa kaum muslim sebagai hal yang menakjubkan. Rasa syukur saat diberikan hal yang menyenangkan dan kesabaran saat ditimpa kesulitan. Bagi orang- orang yang beriman, ada banyak cara baginya untuk melihat segala kesulitan yang menimpa hidupnya dengan sudut pandang yang tak bisa terpikirkan oleh orang lain. Dalam keadaan kesulitan sekalipun, selalu ada celah untuk berpikir bahwa ada kebaikan dan hikmah di baliknya.

Pribadi yang bertakwa akan berpikir bahwa, Allah sedang menguji imannya. Allah hendak menghapuskan dosa-dosa. Allah sedang menempanya agar layak menjadi pribadi yang bertakwa. Dan lebih jauh dari itu, pribadi mukmin juga berpikir bahwa saat ujian itu menghampirinya itu adalah cara Allah mencintanya.

Tentu saja, hal ini bukanlah angan-angan kosong. Karena Allah sendiri pernah menyampaikan melalui sabda Rasul-Nya, “ …Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia memberi cobaan kepada mereka. Maka siapa yang rida maka baginya rida dan siapa yang marah maka baginya kemarahan.” ( HR Bukhari)

Masyaallah! Inilah yang menjadikan setiap hamba beriman wajib senantiasa bersyukur, dalam setiap kondisi yang menimpanya. Tidak mengukur kebahagiaan lewat nikmat mendapatkan segala yang dipinta saja. Sebab, dalam musibah pun tak luput Allah berikan berbagai keistimewaan yang diperuntukkan untuk kita hamba-Nya. Selain ada hikmah yang berlimpah, ujian merupakan tanda cinta Allah kepada hamba-Nya.

Tentu saja, tak semua orang akan mampu berpikir sama. Ada beberapa yang berpikir ujian hidup adalah karena Allah tidak peduli dan adil kepadanya. Mereka lalu berpikir, “Kenapa hal ini menimpa aku? Kenapa tidak orang lain, saja!” Meratapi nasibnya dan menyalahi Allah karena memberikan ujian yang dia pikir tak pantas untuk diterima.

Bukan tidak ada orang seperti ini, ada banyak malah. Mereka marah kepada Allah. Lantas sikap marah itu semakin menambah kekafirannya. Mereka enggan menaati Allah dan beribadah kepada Allah. Lalu memilih sekularisme sebagai jalan hidupnya. Yakni paham memisahkan Allah dalam setiap urusan kehidupan mereka. Mereka telah berputus-asa kepada Allah, karenanya menganggap hukum Allah sebagai hukum yang mandul tak menghasilkan apa-apa. Lalu berbekal iman yang mulai pudar mereka mulai memilah-milah wilayah yang mana Allah boleh mengatur dan tidak.

Aduhai, mengapa mereka bertindak melewati batas? Sebab, mereka berpikir Allah tak pernah memahami mereka. Prasangka salah ini, akhirnya membawa mereka pada sikap pembangkangan yang tak dapat ditoleransi lagi. Mereka mencantumkan status muslim, hanya sekadar nama di ijazah atau tanda pengenal saja. Namun, enggan melaksanakan rangkaian ibadah seperti salat, puasa, zakat dan tipis pengharapan kepada Tuhan yang menciptakannya.

Sikap melampaui batas tersebut muncul karena mereka berpikir, “Untuk apa salat? Toh, tetap miskin juga.” Mereka berpikir, “Untuk apa beribadah? Toh, nasib akan begini-begini saja.” Mereka menganggap, Allah hanya akan memasukkan ke dalam surga orang yang pantas menurut Dia. Sementara, sudah menjadi takdir mereka hidup dalam kesulitan dan mendapat tempat buruk di dunia dan akhiratnya.

Jangan hanya melihat apa yang ingin kita lihat. Lihatlah dengan kaca mata iman. Niscaya, kita mampu melihat segenap kebaikan yang tak akan mampu kita dustakan.

Perlu kita camkan! Ujian memang mampu membawa segenap pahala bagi kaum yang beriman. Namun, bagi mereka yang menolak dengan menyalahi Allah, ancaman keras tengah menunggu di hari pembalasan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ ۚ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ ۖ وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sejahat-jahat tempat kembali.” (QS. Al Fath ayat 6)

Wallahu’alam bi ash-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Liberalisme Suburkan Penistaan Agama
Next
Kekayaan Penguasa Dipertontonkan, Rakyat Miskin Diabaikan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram