"Menurut Imam Al-Ghazali, jika seseorang itu mencari ilmu hanya agar menjadi hebat, mencari pujian atau untuk mengumpulkan kekayaan, maka ia sedang berjalan untuk menghancurkan agamanya, merusak diri sendiri, serta menjual akhiratnya dengan dunia."
Oleh. Mariyah Zawawi
NarasiPost.Com-Hari itu, saat jam istirahat tiba, beberapa teman laki-laki asyik mengobrol di dalam kelas. Sebut saja mereka A1, A2, dan A3. Kebetulan, nama depan mereka huruf A semua.
Saya yang saat itu juga berada di kelas, ikut mendengarkan obrolan mereka.
Saya kurang tahu, awal pembicaraannya. Yang saya ingat, mereka sedang membicarakan motivasi bersekolah. A1 dan A2 mengatakan bahwa mereka bersekolah karena ingin mendapatkan ilmu dan ingin meraih cita-cita serta membahagiakan orang tua. A3 mempunyai motivasi yang berbeda. Katanya, ia bersekolah karena teman-teman di lingkungannya semua bersekolah.
Saya sendiri waktu itu termotivasi untuk berangkat ke sekolah karena ingin meraih cita-cita. Meskipun saat itu saya belum tahu, ingin menjadi apa. Jadi, saya berangkat ke sekolah tanpa memahami apa tujuan saya.
Mungkin, saat ini banyak pelajar maupun mahasiswa yang seperti itu. Mereka berangkat ke sekolah atau kampus tanpa mengetahui tujuan mereka. Mereka berangkat ke sekolah hanya untuk memenuhi keinginan orang tua. Lainnya, belajar karena malu jika berdiam diri di rumah. Sebagian lagi, bersekolah atau kuliah agar mendapat ijazah. Sebab, dengan ijazah itu mereka akan mendapatkan pekerjaan yang bagus dan penghasilan yang besar. Parahnya, jika mereka bersekolah demi mendapatkan uang jajan.
Kondisi seperti ini tidak terlepas dari sistem yang saat ini diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Sistem yang sekuler membuat masyarakat, termasuk generasi mudanya, tidak mampu mengaitkan agama dengan pendidikan yang ditempuhnya. Mereka mencari ilmu hanya bertujuan mendapatkan materi.
Hal seperti ini sudah menjadi pemikiran mayoritas masyarakat. Termasuk umat Islam. Padahal, menurut Imam Al-Ghazali, jika seseorang itu mencari ilmu hanya agar menjadi hebat, mencari pujian atau untuk mengumpulkan kekayaan, maka ia sedang berjalan untuk menghancurkan agamanya, merusak diri sendiri, serta menjual akhiratnya dengan dunia.
Tentu hal ini merupakan kerugian yang sangat besar. Hal itu karena seorang muslim harus senantiasa melakukan aktivitasnya sesuai dengan tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya. Seharusnya, setiap aktivitas seorang muslim harus bernilai ibadah. Karena itu, seorang pembelajar atau pencari ilmu harus mendasarkan aktivitasnya untuk beribadah kepada Allah. Sebab, mencari ilmu termasuk salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Rasulullah saw. bersabda,
طلب العلم فريضة على كل مسلم
"Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Majah)
Seorang muslim yang mencari ilmu untuk beribadah kepada Allah, akan dimudahkan baginya jalan menuju surga. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan, "Siapa saja yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, akan dimudahkan baginya jalan menuju surga."
Melalui aktivitas menuntut ilmu, seorang muslim akan mendapatkan bekal dalam mengarungi kehidupan. Ia akan memahami tujuan hidupnya serta bagaimana cara meraih tujuan itu. Ia akan melakukan segala aktivitasnya untuk meraih rida Allah. Ia akan melakukan setiap aktivitasnya untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Ia melakukan berbagai upaya untuk meninggikan kalimat Allah.
Karena niat yang lurus itulah, banyak bermunculan ilmuwan muslim yang hebat pada masa kejayaan Islam. Mereka berhasil melakukan penemuan-penemuan yang sangat bermanfaat. Tidak hanya bermanfaat bagi umat Islam, tetapi juga umat manusia secara umum.
Ibnu Sina, misalnya, yang menghasilkan banyak karya tulis. Salah satunya adalah buku berjudul Al-Qaanuun fii Ath-Thibb. Buku yang berisi berbagai metode penyembuhan dan pengobatan itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Canon of Medicine. Buku yang dianggap sebagai ensiklopedia kedokteran itu sempat menjadi rujukan utama kedokteran di Eropa hingga abad ke XVII.
Kemudian ada Al-Zahrawi yang menemukan benang untuk menutupi luka. Karena itu, ia dijuluki Bapak Ilmu Bedah Modern. Bukunya yang berjudul At-Tashriif li man Ajiza 'an at-Ta'liif yang berisi tentang ilmu bedah serta alat-alat kedokteran masih dijadikan rujukan hingga sekarang.
Ilmuwan muslim yang hasil penemuannya masih digunakan hingga sekarang adalah Al-Khawarizmi. Ilmuwan di bidang matematika ini adalah penemu ilmu aljabar. Melalui bilangan 0 (angka nol) yang ditemukannya, sistem penomoran pun lebih mudah. Di samping itu, ia juga menemukan algoritma. Berdasarkan algoritma inilah dikembangkan berbagai macam alat seperti komputer, gawai, dan sebagainya.
Selain mereka bertiga, masih ada ilmuwan muslim lainnya yang karya mereka bermanfaat bagi umat manusia. Mereka berhasil melakukan hal itu karena mereka memahami tujuan mereka dalam mencari ilmu. Bukan karena dorongan nafsu ingin terkenal, mendapat pujian, atau materi. Namun, semua itu merupakan dorongan keimanan mereka. Mereka lakukan hal itu semata-mata untuk mendapatkan rida Allah Swt.
Maka, kita harus belajar dari mereka. Kita harus meluruskan kembali niat kita dalam menuntut ilmu. Agar kita mendapatkan hidayah dan rida Allah Swt. Dengan demikian, ilmu yang kita peroleh akan bermanfaat bagi kita dan orang lain. Tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak.
Wallaahu a'lam bishshawaab[]