"Praktik kesyirikan di Indonesia masih berlangsung luas di sebagian besar masyarakat. Aneka tuntutan kebutuhan dunia telah membutakan mata dan menggelapkan hati. Di antaranya pesugihan, agar dagangan laris, hingga ilmu kekebalan."
Oleh. Heni Rohmawati, S.E.I
NarasiPost.Com-Perih sekaligus teriris saat mengetahui ada orang tua yang tega membunuh dan menganiaya anak-anaknya sendiri. Berita mengenaskan ini berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan pada Minggu (5/9/2021) dari kompas.com. Diberitakan sekeluarga mengikuti sebuah ritual pesugihan dengan mengorbankan kedua anak perempuannya sebagai tumbal. Sang kakak berinisial DS (22) telah meninggal akibat dicekoki garam sebanyak 2 liter. Dan adiknya AP (6) dicongkel bola matanya. Sungguh biadab perbuatan keluarga ini terhadap anak-anak yang seharusnya mereka sayangi dan lindungi. Hingga kini kasus ini masih diusut oleh pihak kepolisian untuk mengetahui asal usul ritual sesat yang sangat berbahaya ini.
Sungguh tak bisa dibayangkan aksi biadab oleh keluarga terdekat korban. Tak ada perasaan kasihan dan juga perlindungan. Keluarga telah berubah menjadi monster paling menakutkan. Telah hilang rasa manusia dan cinta kepada anak yang dilahirkannya sendiri. Rasa sakit tak terperi dirasakan oleh sang putri AP (6). Bocah yang masih butuh penjagaan orang tua, malah jadi tumbal pesugihan menyesatkan.
Anak adalah Amanah
Anak adalah amanah sekaligus darah daging orang tuanya. Seharusnya naluri orang tua terhadap anaknya bagaikan samudera kasih sayang yang penuh kelembutan. Jika anak sakit, pastilah orang tua akan segera mencarikan obat untuk mengobatinya. Bila anak meminta, orang tua akan segera memenuhi permintaan yang dibutuhkan sesuai dengan kesanggupannya. Sebagian orang tua bahkan rela berkorban demi memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Namun, apa jadinya jika orang tua telah berubah menjadi mahluk yang paling berbahaya bagi anak-anaknya?
Kasih sayang dan kelembutan orang tua, kini seolah makin tergerus oleh zaman. Tak jarang kita mendengar berbagai kezaliman dan perlakuan buruk hingga meregang nyawa pada anak dilakukan oleh para orang tua. Sungguh ini adalah malapetaka yang sangat besar yang dilahirkan dalam sistem kapitalisme yang sengaja menjauhkan Islam dari kehidupan. Berbagai bencana kehidupan terus melanda hingga ke institusi terkecil kehidupan, yakni keluarga.
Kesyirikan Lestari karena Dibiarkan
Asas negara sekularisme yang diterapkan di negeri ini telah mengabaikan sejumlah hak-hak perlindungan bagi pemeluk Islam di negeri ini. Atas asas yang memisahkan agama dari kehidupan, pemahaman umat akan agamanya pun porak-poranda. Meski masih ada UU tentang kebebasan memeluk agama, nyatanya tak mampu menjaga umat ini dari kesyirikan dan paham sesat lainnya yang terbukti merugikan umat ini baik dunia dan akhiratnya.
Praktik kesyirikan di Indonesia masih berlangsung luas di sebagian besar masyarakat. Aneka tuntutan kebutuhan dunia telah membutakan mata dan menggelapkan hati. Di antaranya pesugihan, agar dagangan laris, hingga ilmu kekebalan.
Lemahnya Iman dan Pemahaman
Kelestarian syirik juga akibat dari lemahnya iman. Keyakinan yang tidak didapat melalui proses berpikir akan berujung pada dangkalnya keimanan. Jika iman tak kuat, tentu akan mudah terombang ambing dan terseret oleh badai permasalahan kehidupan. Padahal keimanan ini adalah hal yang paling krusial pada manusia. Yang akan menentukan selamat atau tidaknya seseorang di dunia dan akhiratnya. Maka seorang muslim hendaknya memperhatikan masalah keimanannya. Karena dengan keimanan yang kuat seorang muslim telah memiliki pondasi yang cukup untuk bisa mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Hal ini harus didukung oleh pemahaman Islam yang kuat.
Pemahaman juga merupakan faktor penting dalam membentuk kepribadian seorang muslim. Setiap muslim, hakikatnya harus senantiasa terikat dengan hukum-hukum Islam. Sebagai konsekuensi keimanan, bahwa setiap perbuatannya akan dihisab di akhirat. Tentu dengan pemahaman yang benar, hal ini akan memudahkan ia menghindari dari perbuatan-perbuatan yang dimurkai Allah. Ia akan senantiasa memperhatikan aktivitasnya. Karena pencapaian terbesar seorang muslim adalah ketika mendapatkan rida dan ampunan-Nya, sehingga ia pun akan selamat di dunia dan di akhirat.
Perlu Masyarakat yang Peduli
Dirasa atau tidak, sistem kapitalisme saat ini telah menciptakan jarak di antara manusia. Iya itulah individualisme. Individualisme telah mencuat dan menjangkiti berbagai usia. Tak sedikit orang yang abai terhadap berbagai perilaku buruk orang-orang di sekitarnya. Enggan untuk mengingatkannya. Ini merupakan lemahnya kesadaran amar makruf nahi mungkar. Sebagian besar orang hanya peduli terhadap diri dan keluarga mereka sendiri.
Hal inilah yang pada gilirannya, menyuburkan manusia berbuat kerusakan atau kemaksiatan. Karena minimnya kontrol sosial sehingga mereka merasa nyaman, tanpa perlawanan.
Seharusnya masyarakat saling tolong-menolong dalam kebaikan dan mengingatkan dalam menjauhi kemungkaran. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla, "Tolong menolonglah kamu di dalam kebaikan dan jangan tolong menolong di dalam berbuat dosa dan permusuhan." (TQS. Al Maidah:2)
Ketika kontrol sosial telah berjalan, maka manusia tak bisa sembarangan melakukan kemaksiatan.
Perlu Kehadiran Negara dalam Menjaga Akidah Umat
Negara hadir sebagai pelindung rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang mulia, “Al imamu ro’in, wa huwa mas ulun ‘an ro’iyatihi”. Artinya,”kalian adalah pengurus rakyat (khalifah) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. ” (HR. Bukhari)
Dalam Islam negara memiliki peran penting. Salah satunya adalah menjaga agama dan akidah umat. Negara tak akan membiarkan paham-paham sesat merajalela. Negara juga akan memperhatikan kehidupan rakyat hingga kesejahteraannya agar rakyat tak mudak terpapar berbagai ritual pesugihan. Karena rakyat telah memiliki iman yang kuat juga kesejahteraan yang mapan.
Negara pun akan mengedukasi rakyat dengan pemahaman Islam melalui berbagai sarana. Bisa melalui pendidikan formal dan nonformal, bahkan media cetak dan elektronik atau dengan teknologi mutakhir yang diperlukan. Saat rakyat telah memiliki keimanan yang benar dan pemahaman Islam yang kuat, maka ini berarti kondisi masyarakat telah kuat. Mampu menghindari paham sesat, dan bahkan membantu negara dalam aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Berharap peran negara saat ini hadir dalam menjaga akidah umat sangatlah susah. Jangankan menjaga, aliran sesat pun di negeri ini malah dipuja. Semakin menyesakkan dada. Saat umat butuh pembelaan dan perlindungan dalam hal akidah, negara cenderung banyak melakukan tindakan yang kontroversial. Akankan perlindungan akidah umat didapatkan dalam sistem sekuler? Wallahu a’lam bishowab.[]