" Manusia pada dasarnya dibekali oleh Sang Pencipta dengan tiga buah naluri, yaitu naluri beragama, naluri mempertahankan diri, dan naluri meneruskan keturunan. Naluri seksual adalah wujud dari naluri meneruskan keturunan."
Oleh. Maretatik
NarasiPost.Com-Akhir-akhir ini, ramai dibicarakan tentang kasus perundungan dan pelecehan seksual. Sebagaimana diberitakan di harian Republika, seorang pria yang mengaku sebagai pegawai KPI Pusat mengaku sebagai korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh pegawai lainnya di Kantor KPI Pusat selama periode 2011-2020. Ternyata di lembaga sekelas KPI pun, diduga terjadi kasus seperti itu.
Tak kalah heboh, berita bebasnya seorang aktor yang tersandung kasus pedofilia, yang disambut bak pahlawan lalu mendapatkan tawaran job dari televisi nasional, bahkan sejak masih dalam penjara, sebagaimana diberitakan laman riau24.com beberapa waktu lalu. kecaman pun muncul dari berbagai macam pihak yang menyayangkan sikap stasiun televisi yang memberikan panggung bagi pelaku pedofilia sekaligus mengecam KPI yang tak mengambil sikap atas tayangan tersebut. Setelah banyak kritikan, barulah KPI bersikap, tetapi Ketua KPI masih memperbolehkan sang artis tersebut untuk tampil di televisi untuk menjelaskan bahaya pedofil. Memilukan.
Mengapa Demikian?
Diterapkannya sistem kapitalis sekuler di negeri ini, disinyalir menjadi penyebab maraknya kasus pelecehan seksual. Karena dalam sistem kapitalis, makna kebahagiaan adalah dengan mendapatkan kenikmatan fisik sebanyak-banyaknya. Watak kapitalis yang lain, yaitu menghalalkan segala cara, menjadikan seseorang yang ingin memenuhi berbagai keinginannya tak lagi memandang aturan agama.
Manusia cukup mengakui keberadaan Tuhan, tapi tak perlu memakai aturan Tuhan dalam kehidupannya. Aturan Tuhan cukup berada di ruang-ruang ibadah ritual. Sedangkan di ranah publik, semua diserahkan kepada aturan manusia. Di sinilah letak kekeliruannya.
Selain itu, tayangan vulgar yang beredar bebas di medsos, telah menjadi salah satu pemantik yang memancing naiknya naluri seksual manusia. Namun sayangnya, tidak disalurkan lewat jalan yang benar yaitu dengan pasangan halalnya. Padahal jika belum memiliki pasangan, Rasulullah saw. memerintahkan supaya berpuasa. Tidak sekadar menahan lapar, tapi menahan nafsunya.
Naluri manusia adalah sesuatu yang fitrah pada manusia. Tak ada salahnya, manusia memiliki hasrat terhadap lawan jenisnya. Yang keliru adalah jika dipenuhi bukan dengan pasangan halalnya, termasuk terhadap anak-anak, atau dengan cara yang tidak semestinya, misalnya dengan sesama jenisnya. Naluri pada manusia, termasuk naluri seksual, tidak dapat dihilangkan, tapi dapat dikendalikan. Naluri seksual muncul ketika ada rangsangan yang muncul dari luar, baik berupa tayangan video, audio, ataupun chat mesra. Naluri ini dapat dialihkan pada naluri yang lain. Karena manusia pada dasarnya dibekali oleh Sang Pencipta dengan tiga buah naluri, yaitu naluri beragama, naluri mempertahankan diri, dan naluri meneruskan keturunan. Naluri seksual adalah wujud dari naluri meneruskan keturunan.
Ketika satu naluri muncul, tetapi belum bisa dipenuhi dengan benar, maka yang seharusnya dilakukan adalah dengan mengalihkan kepada naluri yang lain, misalnya naluri beragama. Wujudnya, dengan banyak beribadah, salah satunya berpuasa. Selain mengalihkan, naluri dapat dikendalikan dengan menjauhkan semua rangsangan yang dapat membangkitkan naluri tersebut. Demikianlah Islam mengatur.
Bagaimana Peran Negara?
Dalam setiap sisi kehidupan, negara memiliki peran penting untuk menciptakan sebuah sistem yang dapat menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Karena negara adalah pengatur, maka negara dengan seperangkat lembaga yang dimilikinya dapat membuat aturan yang harus dilaksanakan oleh seluruh warga negara. Aturan lembaga yang satu harus sinkron dengan aturan lembaga lainnya, karena pada dasarnya semua lembaga itu saling berhubungan, kebijakannya saling berpengaruh. Jangan sampai ada tumpang tindih, apalagi saling menegasikan. Misalnya saja, pengaturan di lembaga pendidikan, akan berkaitan dengan lembaga penyiaran. Bagaimana bisa, pendidikan mengajarkan kebaikan, lalu dimentahkan oleh siaran yang merusak pemikiran, yang seharusnya dikendalikan oleh lembaga penyiaran. Ini salah satu contoh saja, bahwa ada keterkaitan antarberbagai lembaga. Belum lagi jika nanti terjadi pelanggaran dari berbagai lembaga tersebut, bagaimana lembaga pemberi sanksi akan bertindak. Lalu, nanti bagaimana setiap lembaga itu dapat bekerja, tentunya membutuhkan anggaran alias uang. Sehingga semua lembaga tersebut, pastinya juga berkaitan dengan lembaga keuangan.
Dalam sistem Islam, semua aturan disandarkan kepada akidah Islam. Semua lembaga mendasarkan kerjanya kepada prinsip pelayanan. Bahwa penguasa adalah pelayan rakyat. Dengan demikian, semua yang diprogramkan adalah hal yang bersifat melayani rakyat. Dengan basis ketaatan kepada Allah, maka semua pelayanan itu diyakini akan benar-benar memberikan yang terbaik untuk rakyatnya.
Dalam hal kasus pelecehan seksual tadi, banyak lembaga ikut berperan di sana. Lembaga pendidikan berkewajiban menanamkan berbagai nilai yang seharusnya diberlakukan di masyarakat. Lembaga penyiaran berkewajiban menyaring berbagai informasi, agar informasi yang disajikan kepada masyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh lembaga pendidikan. Lembaga pemberi sanksi harus memberi sanksi yang bisa membuat efek jera, sehingga tidak akan terjadi kasus berulang. Demikianlah Islam menyajikan solusi. Adakah yang lebih baik dari Islam?[]