"Betapa negeri ini sudah cacat sosial, masih memperlakukan seorang Pedofilia dengan spesial. Menutup mata akan dampak negatif pada korban akibat pelecehan seksual tersebut "
Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Negara ini sudah berjuang melawan kekerasan seksual pada anak sejak puluhan tahun lalu. Komnas PA (Perlindungan Anak) berdiri di garda terdepan dalam menyuarakan perlindungan hak anak. Mereka juga merehabilitasi anak-anak yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Namun, usaha bertahun-tahun Komnas PA bagai disapu air bah, sia-sia. Semenjak seorang mantan narapidana kasus pelecehan seksual, Saiful Jamil (SJ), bebas dari bui.
Saipul Jamil yang berprofesi sebagai penyanyi dangdut, terjerat kasus pelecehan anak dan kasus suap. SJ yang masuk bui pada 2016 lalu, akhirnya bisa menghirup udara kebebasan pada 2 September 2021. Yang menjadi sorotan masyarakat adalah sikap yang ditunjukkan SJ pasca keluar dari gerbang penjara. Bukannya rasa bersalah dan malu yang terpampang, wajah tersenyum dan banggalah yang muncul di permukaan. Apalagi kebebasannya disambut keluarga dan orang terdekat bak pahlawan yang pulang dari perang. Dengan karangan bunga yang menggantung di leher, ditambah mobil Porsche yang mentereng. Tak lupa, berbagai media turut menyambutnya. Inilah suguhan panggung megah bagi bekas tahanan pelecehan seksual. (m.tribunnews.com, 6/9/2021)
Masyarakat Mulai Kritis
Masyarakat yang muak dengan sajian drama kepulangan SJ, mengumpulkan petisi yang ditandatangani hampir 500.000 orang, tepatnya 473.680 pada 7/9/2021 lalu. Petisi ini ditujukan kepada KPI, dengan tuntutan boikot Saipul Jamil dari media televisi dan Youtube. Kesadaran masyarakat mulai terasa, rakyat yang selalu disajikan kebohongan, ketidakadilan, dan bobroknya aturan, juga tak amanahnya pejabat negeri, mulai gerah dan mengumpulkan suara. Kasus pelecehan pada anak, bukanlah kasus biasa. Kasus seperti ini sangat mungkin terulang, jika tidak ada suara yang 'berisik' menuntut keadilan. Sebab, jika pelaku diberi karpet merah, disambut bak pahlawan, negara ini akan terbiasa dengan pelaku kejahatan, pun akan menganggap biasa kasus pelecehan seksual. Bisa dibayangkan, bagaimana nasib negeri ini selanjutnya, jika semua kejahatan dianggap biasa?.
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, mengaku sakit hati atas sikap Saipul Jamil. Ia menganggap glorifikasi Saipul Jamil telah melecehkan Komnas PA. Sebab, selama 20 tahun Komnas PA berusaha memutus rantai kejahatan seksual, terasa sia-sia dengan sambutan kebebasan pelaku pelecehan seksual yang dramatis. Ia pun dengan tegas menyerukan aksi boikot terhadap mantan penyanyi dangdut tersebut.
Penolakan tersebut juga datang dari sesama pesohor. Najwa Shihab mengunggah video dengan judul "Glorifikasi dan Bahaya Normalisasi Kekerasan Seksual". Najwa mengungkap bahaya di balik megahnya sambutan kepada Saipul Jamil. Dalam video berdurasi 3 menit 19 detik itu, Najwa mengatakan jika penyambutan ini akan menjadi pemakluman terhadap pelaku kejahatan seksual dan kejahatan seksual itu sendiri. Tak hanya Najwa, Kemal Pahlevi, Zaskia Adya Mecca, Arie Kriting, dan yang lainnya pun turut ambil suara menentang sikap berlebihan keluarnya Saipul Jamil dari penjara. (m.tribunnews.com, 6/9/2021)
Tanggapan KPI
KPI sebagai regulator penyiaran, terkena getahnya setelah kemunculan Saipul Jamil dalam beberapa acara di media televisi dan kanal Youtube, KPI pun berjanji akan mengkaji ulang penayangan Saipul Jamil di pertelevisian Indonesia. KPI juga meminta semua media berhenti untuk mengglorifikasi kebebasan SJ. (amp.kompas.com, 7/9/2021)
Namun, tak lama kemudian ketua KPI pusat, Agung Suprio, saat menjadi bintang tamu di kanal Youtube Deddy Corbuzier pada 9/9/2021, mengatakan jika Saipul Jamil dapat tampil di publik dengan syarat hanya memberi edukasi bahaya predator seksual. Ia menganggap jika dalam kasus ini terdapat HAM, etika, dan hukum yang ditegakkan. Pernyataan ini menggambarkan betapa negeri ini sudah cacat sosial, masih memperlakukan penjahat dengan spesial. Apalagi, belum lama tubuh KPI juga tertoreh kasus yang sama. Perundungan dan pelecehan seksual yang mengemuka. Meski kejadian sudah bertahun lamanya, namun baru terkuak ketika media sosial menjadi perantara. Aduan korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh anggota KPI, tak digubris meski sudah melayangkannya pada KPI pusat dan kepolisian. Jika dalam tubuh KPI saja terdapat cacat tahunan, bagaimana KPI menyolusi masalah yang sama di luaran?
Cara Islam Mengatasi Pelaku Kelainan Seksual
Islam mengharamkan pedofilia. Pedofilia adalah kelainan seksual, yang pelakunya tertarik dengan anak praremaja. Dalam kasus Saipul Jamil, pakar psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan bahwa dalam kasusnya, Saipul tidak terkategori sebagai pedofilia. Sebab, anak yang menjadi korbannya sudah memasuki usia remaja. Sebutan yang pas adalah istilah ephebophilia, yakni kecenderungan tertarik secara seksual kepada anak pubertas. Meski dalam kasus ini masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut, apakah memang hanya tertarik kepada remaja atau tidak. (Tribunnews.com, 6/9/2021)
Namun yang menjadi perhatian utama, pelecehan seksual pasti akan menimbulkan dampak negatif pada korban, antara lain trauma, stres hingga depresi, bahkan sampai pada pengucilan diri sendiri. Dampak lain yang tak kalah bahaya adalah lingkaran setan yang menjadi kelanjutan dari pelecehan seksual saat kecil. Korban mempunyai kemungkinan untuk melakukan hal yang sama saat ia dewasa. Maka rantai ini harus segera dipotong agar tidak bertambah panjang.
Islam sebagai pedoman kehidupan, tentu mempunyai seperangkat mekanisme untuk menyelesaikan setiap permasalahan kehidupan. Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, bagai hidup sepanjang zaman. Dari keduanyalah hukum syariat digali untuk menyelesaikan segala persoalan. Pun dengan masalah pedofilia dan pelecehan seksual. Pelaku pedofilia akan diberi sanksi hukuman ta'zir jika yang dilakukannya belum sampai pada zina. Hal ini akan menjadi wewenang Khalifah untuk menentukan hukuman. Namun, jika sudah terjadi zina maka akan dibedakan, jika pelaku sudah menikah (muhshon) maka ia diberi hukuman rajam hingga mati, dan jika belum menikah (ghairu muhshon) hukumannya adalah cambuk 100 kali, dan diasingkan setahun lamanya.
Begitupula jika pelecehan seksual ini sudah masuk kategori liwath (homoseksual), pelakunya mendapatkan had, yakni hukuman mati. Sebagaimana yang tertulis dalam kitab Sistem Sanksi dan Hukum Pembuktian dalam Islam, karya Abdurrahman Al-Maliki dan Ahmad Ad-Daur. Dalam kitab tersebut menjelaskan hukuman bagi pelaku liwath adalah hukuman mati. Sanksi yang diterima pelaku pelecehan seksual tentu akan dilaksanakan dengan tanpa adanya remisi seperti hukum saat ini. Hebatnya hukuman Islam, ketika dilaksanakan sesuai syariat maka akan menghapus dosa yang dilakukannya saat itu. Hukuman ini, juga memiliki efek jera. Dengan ketegasan negara dalam memberi sanksi, juga hukuman yang dipertontonkan di khalayak ramai.
Selain itu, negara juga akan membuat langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual, juga berulangnya kejadian serupa. Langkah pertama, memberikan pendidikan berbasis akidah kepada masyarakat. Dengan keimanan yang tinggi, akan menjadi benteng kuat bagi individu untuk menjauhi maksiat. Kedua, menerapkan hukum sosial, memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali dalam hal yang diperbolehkan syara', misalnya pendidikan, pengobatan, muamalah dan hukum. Kontrol masyatakat juga ikut andil dalam kesehatan sosial, adanya amar makruf nahi mungkar akan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah.
Ketiga, adalah pemberlakuan aturan oleh negara. Tak jarang, perilaku menyimpang didapat dari media. Peran penting ini hanya negara yang mempunyai kendali. Negara mempunyai kekuatan untuk memfilter segala konten-konten di media agar tidak menimbulkan rangsangan negatif pada masyarakat. Media dijadikan sumber pembelajaran dan dakwah, bukan alat mengeruk harta. Tak hanya itu, negara juga yang akan memfasilitasi pendidikan, membuat suasana kondusif bagi masyarakat untuk beramar makruf dan menghukum jika masih ada pelaku pelecehan seksual. Dengan berfungsinya negara sesuai aturan syariat Islam, masyarakat akan terlindungi dari segala kemaksiatan, meminimalisasi bahkan menghilangkannya. Negara inilah yang menerapkan hukum Islam sebagai satu-satunya aturan. Negara ini disebut dengan Khilafah. Allahu a'lam bis-showwab.[]