Harta Pejabat Naik, Rakyat Miskin Meningkat

“Pejabat negara harus korupsi kalau gajinya kecil, sebab ada partai dan tim sukses yang harus dirawat." (Budhi Surwono, Bupati Banjarnegara : tvonenews 5/10/2019)

Oleh: Rosyati Mansur (Mahasiswi UNIB)

NarasiPost.Com-Ironis sekali, di saat rakyat kesusahan makan di tengah pandemi, aktivitas mereka untuk memenuhi hajat hidup dibatasi, dan bantuan dana pun disunat sana-sini, kini rakyat disuguhi dengan laporan kenaikan harta pejabat negeri ini. Kenaikan harta tersebut bukanlah dalam jumlah yang sedikit, tapi dengan jumlah yang fantastis. Bukan hanya pejabat pusat, tapi pejabat daerah pun hartanya mengalami kenaikan. Beberapa pejabat yang hartanya mengalami kenaikan di antaranya Presiden RI Jokowi, kekayaannya meningkat sebesar Rp8,8 miliar, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dengan harta kekayaan meningkat 10 kali lipat selama hampir setahun pandemi, yakni mencapai Rp10 miliar, dan masih banyak pejabat yang lainnya. Berdasarkan data KPK, ada sebanyak 70,3 persen pejabat mengalami kenaikan harta kekayaan. KPK menjelaskan, walaupun peningkatan itu dirasa cukup wajar, namun pihak KPK akan terus mengawasi harta para pejabat, terlebih bagi mereka yang mendapakan dana hibah yang tak wajar. (merdeka.com 9/9/2021)

Menyedihkan sekali memang, para pejabat bisa menikmati kekayaannya dengan sesuka hati tanpa ada rasa bersalah dan tanggung jawab sedikit pun terhadap rakyatnya. Lihatlah! yang terjadi dengan rakyat bawah, mereka justru semakin merana merasakan pahitnya hidup. Satu keluarga di Kabupaten Gunung Kidul terpaksa harus tinggal di kandang lantaran terlilit utang. Pria yang berinisial “N” itu beserta dengan istri dan ketiga anaknya kini harus tinggal di kandang bersama dengan hewan ternak miliknya dan saudaranya sejak 4 bulan lalu. (Detik.com 1/9/21)

Tak kalah menyedihkan juga, di Brebes, Jawa Tengah, satu keluarga yang beranggotakan 6 orang terpaksa harus tinggal di rumah yang semi permanen dengan ukuran 5x6 meter yang terbuat dari anyaman bambu, sangat jauh dari kata layak untuk dihuni manusia. Masih banyak lagi yang menggambarkan bagaimana tingkat kemiskinian yang menimpa negeri ini.

Begitulah sistem demokrasi kapitalis yang membuka lebar pintu bagi pejabat dan segelintir orang untuk terus memperkaya diri sendiri, sedangkan akses untuk masyarakt bawah tertutup rapat-rapat, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar pun tidak bisa. Mungkin untuk mereka yang ada di jenjang atas, yang terbiasa dengan kegelimangan harta, kenaikan harta para pejabat tersebut adalah sesuatu yang wajar. Tapi yang menjadi pertanyaannya apakah wajar di saat rakyat besusah payah hidup di tengah pandemi, para pejabat negeri justru bersenang-senang dengan kenyamanan hartanya yang kian bertambah? Begitukah seharusnya sikap seorang pejabat pemerintah? Hidup dengan kemewahan, sedangkan rakyat yang dipimpinnya hidup nelangsa dengan penuh penderitaan.

Sungguh ironi hidup di bawah sistem kapitalisme demokrasi, kesenjangan sosial begitu terasa. Slogan “yang kaya semakin kaya, yang miskin makin miskin” sangat pas dengan kondisi saat ini. Banyak rakyat miskin yang tidak tahu mau makan apa, sampai-sampai harus makan batu dan di lain sisi ada sekelompok orang sampai bingung bagaimana mau menghabiskan makanan, karena semua jenis makanan berjejer di meja makan. Banyak juga yang bingung bagaimana menghabiskan uang dan berfoya-foya di media sosial. Mereka yang punya harta dan jabatan, hidupnya semakin melambung tinggi, dan mereka yang tak punya semakin nelongso, nyungsep ke bawah.

Begitulah yang terjadi saat ini, kesenjangan ekonomi begitu terasa. Melejitnya harta pejabat bukanlah sesuatu yang aneh di sistem demokrasi kapitalisme ini. Untuk mencalonkan diri menjadi pejabat bukanlah sesuatu yang murah, sehingga ketika menjabat yang terpikirkan adalah bagaimana caranya agar mereka bisa balik modal. Prinsip balik modal inilah yang sering kali membuka pintu gerbang korupsi. Misalnya, beberapa waktu lalu beredar video seorang pejabat Budhi Surwono, Bupati Banjarnegara, yang mengaku menyesal saat tahu gaji yang ia terima ternyata nominalnya kecil, bahkan ia berpendapat bahwa, “Pejabat negara harus korupsi kalau gajinya kecil, sebab ada partai dan tim sukses yang harus dirawat." (tvonenews 5/10/2019).

Kemudian setelah itu muncul berita, Budhi Surwono, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa Plpemerintahan Kabupaten Banjarnegra tahun 2017-2018. (kompas.com 04/09/21)

Selain adanya sistem balik modal, dalam sistem politik demokrasi dikenal juga dengan adanya prinsip kebebasan dan simbiosis mutualisme. Saat ini, banyak sekali para pejabat yang rangkap profesi menjadi pengusaha, ataupun pemilik aset yang justru menjatuhkan hidup banyak orang. Semua itu bebas dilakukan hanya semata-mata untuk memperkaya diri sendiri, dan semua itu dibenarkan di dalam sistem Demokrasi – Kapitalis. Sehingga, tak sedikit para pejabat memandang jabatannya bukanlah sebuah amanah, melainkan profesi semata yang harus mereka lestarikan demi kepentingan hidup mereka sendiri. Seharusnya profesi mereka sebagai pelayan rakyat, tapi rupanya terbalik, justru mereka yang ingin dilayani dengan istimewa, contohnya saja beberapa waktu lalu muncul statement atau usulan agar pemerintah mendirikan rumah sakit khusus Covid-19 untuk melayani para pejabat yang ada. Tidak terpikirkan oleh mereka bahwa jabatan yang saat ini mereka duduki adalah amanah besar, yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban.
Tapi memang begitulah wajah demokrasi, selagi masih hidup di bawah naungan kapitalisme demokrasi. Maka selagi itu juga kesejahteraan bagi rakyat tidak akan didapatkan, kesenjangan ekonomi akan semakin terasa, kesempitan hidup akan semakin menjadi. Karena pemimpin yang ada tidak memimpin atas dasar keimanan kepada Allah, mereka tidak sepenuhnya berpihak kepada rakyat. Yang mereka perjuangkan adalah agar bagaimana hidup mereka nyaman dan aman, tidak kekurangan.

Mereka memimpin untuk memperkaya diri, bukan menjalankan amanah yang seharusnya. Berbeda dengan Islam, ketika Islam diterapkan maka akan dipastikan pemimpin yang memimpin bukanlah pemimpin yang gila harta. Pemimpin dalam Islam akan memimpin dengan penuh kesadaran keimanan kepada Allah Swt. Di dalam Islam ada beberapa yang bisa dilakukan agar pemimpin atau pejabat negara tidak gila harta:

  1. Di dalam Islam, akan dilakukan pembinaan keimanan dan ketakwaan bagi para pejabatnya. Mereka harus menyadari bahwa harta dan amanah yang diberikan pasti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Mereka hidup sederhana meski kaya. Kekayaannya justru disedekahkan kepada rakyatnya, bukan disimpan. Mereka tak segan menggunakan harta kekayaannya untuk membantu rakyatnya yang kesusahan.
  2. Sistem Islam akan mengontrol dan mengawasi harta para pegawai negara dengan mengaudit secara berkala, jika terjadi peningkatan harta yang tidak wajar, maka mereka akan diminta untuk membuktikan bahwa kekayaan yang mereka miliki bukanlah hasil korupsi atau hasil dari hal haram lainnya. Jika terbukti harta tersebut diperoleh dari hal yang haram, maka secara langsung jabatan tersebut akan dicopot dan harta yang dimiliki akan disita. Sebagaimana, dimasa Khalifah Umar, beliau tak segan mencopot dan menyita harta yang yang dimiliki pegawai karena hartanya bertambah tak. wajar. Terlebih lagi, diketahui harta tersebut didapat bukan dari gaji yang diberikan negara.
  3. Selain itu, ada peran masyarakat yang melakukan pengawasan dan kontrol sosial. Pada masa kekhilafahan, ada Majelis Umat yang bertugas melakukan koreksi dan memberi masukan kepada khalifah dan struktur di bawahnya. Majelis Umat beranggotakan orang-orang dipercaya umat untuk menyampaikan pendapat, keluhan, kritik, dan saran kepada penguasa. Mereka dipilih berdasarkan integritas dan kepercayaan, bukan pencitraan sebagaimana dilakukan wakil rakyat dalam sistem demokrasi.

Begitulah, sangat agung sekali jika Islam yang mempimpin, tidak akan diragukan jika sistem politik Islam sudah diterapkan. Sistem politik ini tidak akan bisa dijalankan tanpa adanya pemerintahan Islam. Karena hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, pejabat tidak akan tergoda ataupun tergila-gila dengan harta, tidak ada istilah memperkaya diri sendiri. Karena semua akan berjalan atas dasar keimanan kepada Allah Swt. Tidakkah kita merindukan kembali kejayaan Islam? Masihkah kita percaya dan berharap kepada sistem kufur demokrasi? hidup di bawah naungan demokrasi hanya kesempitan hidup yang didapatkan. Maka, Sudah saatnya kita kembali kepada Islam kaffah, saatnya kita hidup dengan damai di bawah naungan Islam. Saatnya Islam memimpin dunia. Wallahu’alam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rosyati Mansur Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menulis dan Membaca Bagai Dua Sisi Mata Uang
Next
Jangan Batasi Sabarmu
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram