Memutus Rantai Predator Anak, Mustahil Terwujud dalam Sistem Rusak

"Kejahatan seksual ini bagaikan lingkaran setan, tidak akan terputus jika sistem rusak tetap bercokol. Negara terbukti gagal melindungi dan memberikan rasa aman pada generasi muda. Masihkah kita berharap pada sistem kufur ini?"

Oleh: Chaya Yuliatri, S.S.
(Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Bebasnya mantan narapidana pelaku pedofilia, Saiful Jamil, disambut euforia para penggemarnya. Sontak hal ini mengundang sorotan publik. Banyak pihak yang menyayangkan glorifikasi salah sasaran ini. Pelaku pedofilia disambut bak pemenang medali emas. Bahkan, Saiful Jamil langsung mendapat undangan dari stasiun televisi tanah air. (kompas.com, 6/9/2021)

Jelas hal ini mendatangkan banyak cacian dan kritikan pedas. Tak sepantasnya seorang pedofil disambut meriah. Mereka seolah lupa bahwa ada korban dan keluarganya yang harus menanggung luka seumur hidup. Ini semakin menguatkan budaya permisif yang berkembang di negeri ini. Seorang pelaku kriminal terutama publik figure, mudah dimaafkan dan bisa kembali mendapat tempat di tengah masyarakat.

Mengungkap Sejarah Singkat Pedofilia

Dikutip dari wikipedia.org, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang beranjak dewasa, yang memiliki ketertarikan seksual pada anak prapuber, serta memiliki kecenderungan untuk sekadar berfantasi hingga melakukan aktivitas seksual dengan anak.

Istilah pedofilia sendiri berasal dari bahasa Yunani: paidophilia—pais ("anak-anak") dan philia ("cinta yang bersahabat" atau "persahabatan). Pedofilia pertama kali muncul secara resmi pada akhir abad ke-19. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti dari pedofilia. Pelaku pedofilia biasanya tak lepas dari konten pornografi. Mereka menggunakan gambar untuk berbagai keperluan, mulai dari kepentingan seksual pribadi, perdagangan dengan pedofil lain, menyiapkan anak-anak untuk pelecehan seksual, atau bujukan yang mengarah ke jebakan untuk eksploitasi seksual, seperti produksi pornografi atau prostitusi anak.

Meskipun belum ditemukan obatnya, berbagai perawatan disediakan untuk mengurangi atau mencegah perilaku pedofilia. Pengobatan pedofilia seringkali membutuhkan kerja sama antara penegak hukum dan profesional kesehatan. Sejumlah teknik pengobatan telah dikembangkan, meskipun tingkat keberhasilan terapi ini sangat rendah.

Sistem Rusak Sumber Segala Kemungkaran

Walaupun secara umum masyarakat memandang pedofilia sebagai tindakan amoral, nyatanya hal tersebut tumbuh subur dalam masyarakat sekuler. Sistem sekularisme liberal meniscayakan munculnya berbagai perilaku penyimpangan seksual. Mengatasnamakan kebebasan individu, mereka seolah mendapat angin segar. Apalagi, di negara-negara Barat pengusung sistem kufur, penyimpangan seksual dianggap sebagai hal biasa. Parahnya, paham tersebut menginfeksi pemikiran penduduk dunia, termasuk Indonesia. Tidak adanya sanksi tegas, menyebabkan kasus yang sama terus berulang. Padahal, efek yang ditimbulkan tidak main-main. Bukan hanya luka fisik, tapi juga psikis. Bahkan, dapat meninggalkan trauma seumur hidup. Keberadaan Undang-Undang Perlindungan Anak seakan mandul, tidak dapat memberikan efek jera bagi para predator anak. Beberapa negara seperti Korea Selatan, Rusia, Ukraina, India, Inggris, hingga Amerika menetapkan hukuman kebiri kimia untuk para tersangka pedofil. Tetapi, langkah ini belum menunjukkan hasil signifikan.

Miris, kasus predator seksual anak di Indonesia termasuk tinggi. Dari awal 2021 hingga September, tercatat 11.419 kasus kekerasan pada anak (mui.or.id, 10/9/2021). Hal ini menunjukkan solusi yang disajikan sistem sekularisme tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut. Hukum buatan manusia tampak lemah ketika berhadapan dengan para predator anak. Kejahatan seksual ini bagaikan lingkaran setan, tidak akan terputus jika sistem rusak tetap bercokol. Negara terbukti gagal melindungi dan memberikan rasa aman pada generasi muda. Masihkah kita berharap pada sistem kufur ini?

Akal manusia terbatas, dan seringkali dikalahkan oleh hawa nafsu. Ketika nafsu menguasai, manusia tidak dapat berpikir jernih, dan menghalalkan segala cara untuk memuaskannya. Tak peduli bahwa perbuatannya melanggar syariat. Inilah akibatnya jika mendewakan nafsu dan akal yang tidak mau tunduk pada hukum Ilahi. Oleh karena itu, kita membutuhkan aturan dari Al-Khalik Al-Mudabbir yang mengetahui semua hikmah dari syariat yang diturunkan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada solusi lain kecuali kembali pada sistem Islam.

Islam Memberantas Tuntas Predator Anak

Islam jelas menabuh genderang perang terhadap segala bentuk kejahatan seksual. Islam memiliki mekanisme untuk menyolusi kejahatan seksual dengan adanya tiga benteng perlindungan.

Pertama, benteng pertahanan keluarga. Keluarga adalah perisai pertama yang dimiliki seorang anak ketika lahir ke dunia. Allah Swt. memerintahkan orang tua untuk menjaga anak-anak mereka, menanamkan akidah Islam, memberikan pendidikan yang layak, menasihati dengan cara yang makruf, serta menjaga lingkungan pergaulan mereka.

Benteng kedua adalah masyarakat yang beramar makruf nahi mungkar. Jika melihat kekerasan atau perlakuan tak pantas kepada anak, masyarakat wajib mengingatkan. Selain itu, masyarakat juga wajib mengoreksi penguasa jika ada kebijakan yang tidak sesuai.

Keluarga dan masyarakat memiliki keterbatasan dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, diperlukan kehadiran negara sebagai benteng pertahanan ketiga untuk menyempurnakannya. Negaralah yang memiliki kekuasaan menerapkan kebijakan untuk melindungi hak-hak dan kewajiban anak. Ketika seluruh sendi kehidupan diatur dengan Islam, maka kejahatan seksual pun dapat diberantas tuntas. Misalnya, penerapan sistem ekonomi Islam. Dengan demikian, seorang ibu tidak memiliki alasan untuk bekerja di luar rumah membantu ekonomi keluarga. Ibu dapat menjalankan fitrahnya sebagai pengatur rumah tangga dan pendidik pertama anak-anaknya, sehingga hak-hak anak dapat terpenuhi dengan baik.

Selain itu, dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Negara berkewajiban memfasilitasi pendidikan yang layak dan dapat diakses seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Dengan demikian, akan terbentuk individu-individu yang bertakwa dan berkepribadian Islam.

Kemudian menerapkan sistem sosial. Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, melarang berkhalwat maupun ikhtilath, menjaga adab-adab kesopanan, menundukkan pandangan, dan menyalurkan naluri seksual melalu perkawinan. Islam juga melarang keras pornografi dan pornoaksi yang mampu memicu kejahatan seksual.

Yang tak kalah penting adalah penerapan peraturan media massa. Media hanya diperbolehkan menampilkan acara sesuai syariat. Islam melarang keras tontonan yang mengandung unsur kekerasan maupun mengumbar syahwat. Terakhir adalah penerapan sistem sanksi. Sanksi yang tegas akan memberikan efek jera, sekaligus menebus dosa para pelaku kejahatan. Dalam Islam, kejahatan seksual seperti pedofilia termasuk jarimah (perbuatan dosa) yang diancam dengan had (hudud) atau ta'zir. Masihkah kita ragu mengambil Islam sebagai aturan kehidupan?[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Chaya Yuliatri, S.S Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kisah Pilu PPPK Guru Honorer di Negara Sekuler
Next
Pelaku Kejahatan Seksual Sudah Bebas, Hasil Sistem Rusak yang Harus Diberantas
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram