"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Story"
Oleh: Ida Royani
NarasiPost.Com-“… Sesungguhnya, Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ….”(QS. Ar-Ra’ad [13]:11).
Aku termenung seusai membaca salah satu ayat yang ada di dalam Al-Qur’an itu. Aku terus memikirkan arti dari potongan ayat itu dan berusaha untuk memahaminya. Di tengah usaha untuk memahami potongan ayat itu, tanpa sadar sebuah kalimat terucap dari mulutku.
“Apakah teman-teman di luar sana pernah mengalami hal ini juga? Merasakan kebimbangan, kegelisahan sehabis lulus kuliah, merasa bingung seusai wisuda tujuannya mau ke mana?" pikirku.
Mungkin mereka mengalami hal ini juga. Begitu juga denganku. Sudah hampir sebulan aku menganggur, tidak mempunya pekerjaan sejak hari kelulusanku pada Februari 2015 lalu. Setelah dinyatakan lulus program sarjana, aku pergi ke sana ke mari, mencoba melamar pekerjaan.
Beberapa kali aku dipanggil untuk interview, beberapa kali pula aku gagal dalam tes.Tak ada satu pun perusahaan yang kulamar itu menerimaku. Ada yang mau menerima dengan syarat aku harus menitipkan ijazah sebagai jaminan apabila aku diterima di perusahaan tersebut. Aku pun menolaknya.
Aku memutuskan untuk berhenti sementara dalam mencari pekerjaan. Aku merasa putus asa dengan kegagalan yang pernah aku alami.
Kuakui, memang saat ini aku tengah berada di titik jenuh, berada di puncak keputus asaan. Akan tetapi, apabila aku seperti ini terus, apa bisa aku terus melanjutkan hidupku? Kuputuskan, aku harus berubah.
"Jika bukan aku sendiri yang mengubah keadaan, maka siapa lagi yang akan merubahnya?” kataku dalam hati.
Dengan pikiran yang masih dipenuhi dengan kutipan salah satu ayat yang kubaca tadi, tanpa sadar saat ini aku tengah duduk sendirian di jendela kamar kos sambil menatap mentari senja yang indah. Aku pun buru-buru turun dari jendela agar tidak disangka mau bunuh diri karena jendela kosku tinggi.
Malang, 15 April 2016
Pada bulan April ini, kegagalan datang silih berganti menghampiriku. Mulai gagal karena tidak lulus ujian kemampuan bahasa Jepang, serta gagal tidak diterima ujian masuk universitas di Todai, Jepang.
“Ya Robb … mengapa hidupku seperti ini? Kegagalan demi kegagalan terus menghampiriku? Mengapa Engkau tidak mengabulkan segala doaku? Apakah aku tidak pantas untuk bahagia seperti orang lain, bisa mewujudkan mimpi, dan berhasil meraihnya? Ya Robb … izinkanlah aku untuk bahagia, walaupun itu mustahil bagiku. Tetaplah bimbing aku, meski kegagalan saat ini tengah menimpaku,” pintaku dalam doa.
Untuk menghibur diri, aku menyibukkan diri dengan menulis artikel di majalah Jepang yang kukelola dan datang ke festival Jepang yang diadakan di Malang. Saat ini, kesibukanku hanya sebagai kontributor di salah satu majalah Jepang. Memang gajinya tidak seberapa, tetapi aku berusaha menjalaninya.
Di majalah itu, aku bertugas sebagai penulis sekaligus editor. Terkadang aku juga menjadi seorang jurnalis di festival Jepang yang ada di Jawa Timur.
Dengan kemampuanku yang sedikit bisa bahasa Jepang, owner dari majalahku itu memintaku untuk terus mengembangkan majalah kami. Aku diberi wewenang penuh untuk mengelolanya.
Dalam sebuah acara Bunkasai, majalah kami menjadi media partner. Aku mendapat kesempatan untuk mewancarai dan bertemu dengan musisi dari Jepang. Mungkin ini momen langka bagiku.
Dulu aku hanya bisa melihat musisi Jepang dari salah satu stasiun televisi, tetapi sekarang aku bisa melihatnya secara langsung dalam sebuah acara festival Jepang. Hal ini tak pernah terduga. Aku bisa mewancarai salah satu artis sekaligus musisi Jepang yang sangat menginspirasiku.
Hiroaki Kato, namanya. Ia musisi dari Jepang yang suka mengenakan celana batik dalam setiap penampilannya di atas panggung. Lagu-lagunya yang penuh semangat mampu menginspirasiku. Ia juga seorang translator yang biasa menerjemahkan lagu-lagu Indonesia ke dalam bahasa Jepang dan menerjemahkan novel Indonesia kedalam bahasa Jepang.
Dari beberapa pengalaman yang kudapat selama menjadi jurnalis sekaligus penulis itu, aku mencoba memberanikan diri melamar pekerjaan sebagai karyawan di kantor kedutaan Jepang di Jakarta. Lagi-lagi, nasib belum berpihak kepadaku. Aku gagal. Impianku bekerja di kantor atau perusahaan milik orang Jepang pupus sudah. Aku hanya bisa pasrah. Tanpa memiliki arah tujuan, aku pergi ke kampusku dulu. Aku memilih duduk sendiri di depan mading kantor Indonesian Studies Program (ISP) sambil memandang foto teman-teman Jepang yang pernah ikut pertukaran pelajar di kampusku.
“Tuhan … terima kasih atas segala nikmat-Mu, sudah mempertemukanku dengan orang-orang hebat dalam hidupku. Tapi, tidakkah Engkau berikan jalan-Mu untukku agar aku bisa pergi ke Jepang untuk kuliah atau sekadar berkunjung?” gumamku pelan.
Tanpa kusadari, ada seseorang mencolek pundakku.
“Sepertinya Dinda sedang ada masalah, ya? Coba cerita kepada Ibu. Mungkin Ibu bisa bantu,” sapa sebuah suara sambil duduk di sampingku.
“Saya telah gagal dalam hidup ini. Semua tes yang saya ikuti tidak lolos. Impian saya untuk pergi kuliah ke Jepang pupus. Bu, mengapa Allah tidak mengabulkan keinginan setiap hamba-Nya?” tanyaku kepada dosen bahasa Indonesia.
“Nduk … kegagalan adalah cara terbaik Allah untuk menegurmu agar kamu tetap bersabar. Allah sayang kepadamu. Dia pasti akan mengabulkan setiap doa hamba-Nya, termasuk doamu. Allah tahu mana yang terbaik untukmu.
Din, rencana Allah itu akan indah pada waktunya. Seberat apa pun persoalan dan kegagalan menghampiri, ingatlah … Allah akan selalu menyertai setiap langkahmu. Bersabarlah, terus coba lagi, dan bangkit apabila kamu gagal. Kamu jangan pernah berhenti untuk berdoa, sebab doa adalah obat mujarab yang terbaik dalam menyelesaikan setiap masalah,” jelas Bu Prapti kepadaku sambil tersenyum dan pergi meninggalkanku sendiri.
1 Maret 2017
Hampir satu tahun aku bekerja sebagai jurnalis di majalah. Keinginan untuk melanjutkan kuliah ke Jepang atau bekerja di perusahaan Jepang sudah tak pernah kupikirkan lagi. Tanpa pernah kuduga, Allah menunjukkan kuasa-Nya. Aku mendapat email. Aku mendapat undangan dari salah satu komunitas penerjemah yang ada di Surabaya untuk bergabung menjadi penerjemah lepas. Setiap kali ada acara pameran pendidikan dari Jepang, aku pasti ikut mendampingi orang Jepang.
Aku bersyukur. Sekian lama aku menunggu, akhirnya doaku terjawab. Kesabaran dan ketekunanku membuahkan hasil. Mungkin Allah belum mengabulkan doaku untuk pergi ke Jepang, tetapi Allah mengabulkan doa yang tidak pernah aku minta sebelumnya.
Mungkin benar adanya kalimat ini, “Rencana Allah itu akan indah pada waktunya apabila kita mau bersabar dan terus berusaha.”
Dua tahun mungkin bukan waktu yang singkat bagiku untuk sampai ke tahap sukses seperti ini. Setiap orang ditakdirkan untuk sukses, hanya saja butuh proses dan kesabaran untuk mencapainya. Cepat atau lambat, kesuksesan itu menghampirimu, itu tergantung dari buah kesabaran dan hasil kerja kerasmu dalam mencapainya. Seberat apa pun masalah, pasti bisa melaluinya, asal kamu mau berusaha, sabar serta jangan pernah berhenti untuk berdoa.[]