"Sesulit apa pun persoalan yang sedang dihadapi, berhentilah menyalahkan orang lain. Lebih baik segera lakukan introspeksi dan evaluasi, serta memohon ampun kepada Allah. Setelah itu berusaha mencari solusi, memperbaiki kualitas, bersabar, dan senantiasa memohon pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala."
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Manusia diciptakan oleh Allah lengkap dengan naluri. Salah satu naluri itu adalah naluri eksistensi diri atau Gharizah Al Baqa'. Naluri Baqa' ini meliputi rasa ingin dihargai, ingin selalu benar, ingin menjadi yang paling unggul, termasuk juga rasa tidak mau disalahkan. Memang naluri ini adalah bawaan diri manusia, tidak bisa dipisahkan dan harus dipenuhi. Namun, bukan berarti pemenuhannya harus dengan diumbar sesuka hati dan tanpa aturan.
Sudah manusiawi memang manusia akan merasa paling benar dan tak mau disalahkan. Namun, bukan berarti dirinya selalu benar. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Maka dibutuhkan nasihat, sebab dalam Islam nasihat adalah termasuk syariat. Nasihat-menasihati mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Islam, bahkan dikatakan agama adalah nasihat. Di dalam Al-Qur'an sendiri, terdapat banyak sekali ayat yang memerintahkan untuk beramar makruf nahi mungkar.
Dengan adanya saling menasihati, atau amar makruf nahi mungkar tadi, diharapkan kehidupan manusia menjadi tenteram dan terjadi perdamaian, selaras dalam aturan Rabb semesta alam. Walaupun terkadang aktivitas saling menasihati ini akan menimbulkan benturan dan pertentangan. Apalagi jika berada dalam sebuah jemaah dakwah, maka amar makruf nahi mungkar adalah hal mutlak dilakukan, agar visi misi tetap berjalan, kekompakan tetap terjaga, kinerja meningkat, bersinergi dan selaras, sehingga dakwah akan menjadi lebih mudah karena kuatnya ukhuwah.
Salah satu penghalang terjadinya amar makruf nahi mungkar, adalah adanya kesombongan diri sehingga mudah menyalahkan orang lain. Ketika hati enggan menerima nasihat, maka yang terjadi adalah rasa ingin menyalahkan orang lain dari pada introspeksi diri. Sehingga akan memengaruhi ukhuwah yang terjalin. Pada saat kinerja tak sesuai dan dinasihati, terkadang manusia cenderung tak terima dan tak puas. Terciptalah situasi sulit karena sikap, perkataan, maupun perbuatan manusia itu sendiri. Maka hal yang paling mudah adalah menyalahkan orang lain agar terhindar dari peliknya persoalan. Namun, sejatinya ini merupakan penggambaran secara gamblang jati diri.
Perilaku manusia yang suka menyalahkan orang lain, merupakan bentuk pelarian dan menghindarkan diri dari tanggung jawab atas situasi pelik yang sedang menimpanya. Disebabkan tindakan atau perkataan tertentu, membuat kondisi semakin rumit. Tatkala manusia ingin keluar dari situasi ini, maka ia akan mengambil tindakan yang paling mudah yaitu dengan melimpahkan kesalahan pada orang lain, agar ia selamat, di sinilah kambing hitam diperlukan. Allah berfirman dalam surat Ghafir ayat 47:
“Dan (ingatlah), saat mereka berbantahan di dalam Neraka, maka berkatalah orang yang lemah kepada orang yang menyombongkan diri, sungguh kami dulu adalah pengikutmu, lalu apakah kamu dapat melepaskan sebagian azab neraka yang menimpa kami?"
Baca juga :https://narasipost.com/2021/09/20/tutupi-keburukan-dengan-kebaikan/
Sesungguhnya sifat suka menyalahkan orang lain, sudah ada sejak zaman Nabi Adam. Ini dilakukan pertama kali oleh Iblis ketika diperintahkan oleh Allah untuk bersujud kepada Adam. Iblis yang telah tumbuh kesombongan dalam dirinya dan merasa diri lebih baik menolak perintah tersebut, dan merasa sakit hati serta tidak terima ketika dilaknat oleh Allah, sehingga ia menyalahkan Adam atas situasi yang menimpanya dan bersumpah untuk terus menggoda dan menyesatkan keturunannya sampai hari kiamat kelak. Situasi ini pun kembali terulang saat kurban yang Qabil persembahan kepada Allah tidak diijabah karena ketidaklayakannya dan sebaliknya Allah menerima kurban dari Habil. Maka rasa iri dan dengki menguasai Qabil, kemudian ia menyalahkan Habil atas keadaan yang ia hadapi, sehingga ia akhirnya membunuh saudaranya itu.
Stop Menyalahkan Orang Lain
Sesulit apa pun persoalan yang sedang dihadapi, berhentilah menyalahkan orang lain. Lebih baik segera lakukan introspeksi dan evaluasi, serta memohon ampun kepada Allah. Setelah itu berusaha mencari solusi, memperbaiki kualitas, bersabar, dan senantiasa memohon pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala.
Ketika dikeluarkan oleh Allah dari surga, Nabi Adam tak pernah menyalahkan Hawa. Hawa pun tak menyalahkan Adam. Mereka tak saling menyalahkan, bahkan mereka pun tidak menyalahkan Iblis yang telah menggoda dan menyesatkan mereka dengan memakan buah di surga. Yang mereka lakukan adalah mengakui segala dosa dan salah mereka kepada Allah. Mereka berdoa sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Al A'raaf ayat 23: "Wahai Tuhan kami, kami telah zalim pada diri kami sendiri, maka apabila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, tentu kami termasuk golongan orang-orang yang rugi."
Begitu pun kisah Nabi Yunus Alaihissalam. Beliau lari meninggalkan tanggung jawab dakwah karena merasa marah kepada umatnya. Maka Allah mengujinya, pada saat berlayar, beliau dilemparkan ke dalam laut, kemudian ditelan oleh ikan. Dalam kegelapan yang berlapis-lapis, dalam kesunyian itu, beliau tidak pernah menyalahkan seorang pun. Justru yang dilakukannya adalah mengakui perbuatan zalim yang beliau lakukan seraya berdoa kepada Allah. Doanya pun disebutkan oleh Allah dalam surat Al Anbiya ayat 87:
"Tidak ada sembahan selain Engkau, Engkau Mahasuci, sungguh aku termasuk golongan orang yang zalim."
Baca juga:https://narasipost.com/2021/09/10/amalmu-goresan-pena-kehidupanmu/
Ingatlah pula kisah Nabi Ayyub Alaihissalam. Beliau selama belasan tahun Allah uji dengan penyakit. Tapi beliau tidak pernah berkeluh kesah. Tidak pernah beliau menyalahkan orang lain, keluarganya, anak-anaknya, termasuk pula istrinya. Beliau pun tak pernah menyalahkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Yang beliau lakukan adalah terus merayu Rabbnya, memohon belas kasih-Nya, memuji-Nya, karena memang hanya Dia yang dapat melepaskannya dari segala bala' yang menimpanya. Doanya pun abadi tertuang dalam surah Al Anbiya ayat 83: "Dan (ingatlah kisah) Ayub, tatkala dia merayu Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, sedang Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang."
Inilah yang harus dilatih oleh manusia, untuk senantiasa hidup dalam keikhlasan tanpa menyalahkan orang lain, baik lingkungan, keluarga, suami/istri, anak-anak, teman, guru, apalagi sampai menyalahkan Allah. Na'udzubillah.
Hidup adalah Pilihan
Hidup adalah pilihan. Apa yang dijalani saat ini, merupakan hasil dari jalan yang telah dipilih, sedang setiap pilihan akan selalu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Ketika memilih menjadi karyawan maka tanggung jawab sebagai karyawan wajib dilaksanakan. Taat aturan, disiplin, taat kepada pimpinan, dan sebagainya. Begitu pun ketika pilihan menjadi pengemban dakwah dan tergabung dalam jemaah telah dilakukan. Maka akan ada komitmen yang harus dijalani. Senantiasa memperbarui niat untuk terus ikhlas karena Allah, istikamah, tumbuhkan militansi, selalu siap menerima nasihat, baik arahan, saran, kritik, maupun teguran jika lalai. Wallahu a'lam.