Kebocoran Data, Bukti Abainya Negara pada Keamanan Warganya

"“Tidaklah seorang hamba yang diberi tanggung jawab oleh Allah sebuah amanah lalu ia meninggal dalam keadaan menipu tanggung jawabnya, kecuali Allah akan mengharamkan surga.” (Muttafaqun’alaih)

Oleh : Ari Nurainun, SE
(Pemerhati Ekonomi dan Politik)

NarasiPost.Com-Seiring massifnya penggunaan internet, tak sedikit dari aplikasi digital yang meminta data pribadi kita, seperti nama lengkap, alamat, tempat tanggal lahir, nomor telepon, pekerjaan dan data pribadi lainnya. Awalnya, masyarakat beranggapan itu hal yang biasa saja. Namun, pasca terjadinya kasus kebocoran data aplikasi Kesehatan eHAC dan aplikasi peduli lindungi, ternyata di negeri ini, kasus pencurian tidak hanya bersifat fisik, tapi juga nonfisik.

Berdasarkan rekap badan siber dan sandi negara, selama pandemi Covid-19, serangan siber di tanah air cenderung meningkat. Bahkan sepanjang Januari-Mei 2020 terjadi peningkatan hingga 6 kali lipat serangan siber dibanding tahun sebelumnya. Berikut ini adalah kasus kebocoran data yang terjadi sepanjang tahun 2020:

  1. Dugaan pembobolan data 230 ribu pasien Covid-19 RI.

Akun database shopping diduga memiliki 230 ribu data pasien tes Covid-19 dan menjualnya di situs RapidForum.

  1. Dugaan bocornya 2,3 juta data penduduk di KPU.

Akun twitter @underthebreach pada akhir Mei 2020 mengungkap bocornya data penduduk di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam unggahan itu, peretas mengaku memiliki data WNI sebanyak 2,3 juta termasuk nama, NIK, NKK, dan alamat. @underthebreach mengungkap, peretas juga mengancam akan membocorkan data serupa sebanyak 200 juta.

  1. Dugaan peretasan 15 juta data pengguna Tokopedia.

Akun twitter @underthebreach juga mengabarkan kebocoran 15 juta data pengguna marketplace Tokopedia.

4.Dugaan 1,2 juta data konsumen Bhinneka diretas
kelompok peretas.

Shinyhunters mengklaim berhasil meretas 1,2 juta data pengguna Bhinneka.com, bahkan kelompok ini juga mengaku berhasil meretas 10 web dengan total 73 juta data pelanggan.

Bahkan data nomor kependudukan RI 1 pun bocor dan beredar di dunia maya. Tak hanya itu, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kebocoran NIK tak hanya terjadi pada Presiden, tetapi juga dialami oleh pejabat-pejabat penting lainnya. Jika data petinggi negeri ini saja bisa bocor, apalah lagi nasib rakyat jelata.

Tumpulnya Perangkat Hukum

Pengamat Hukum dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Umar Husein, mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati menjaga data pribadinya dan tak mudah memberikan data. Karena dengan bocornya data pribadi, seseorang bisa menjadi target ekonomi yang dikuras rekeningnya atau dipalsukan dan disalahgunakan untuk mengajukan aplikasi pinjaman dan membeli sesuatu.

Senada dengan itu, Pratama Persada, peneliti keamanan Siber dari Communication Information System Security Reseach (CISSReC) mengatakan perlindungan data pribadi harus dimulai dari diri sendiri. Sebab sampai saat ini, belum ada UU yang melindungi data masyarakat Indonesia, baik secara online maupun offline.

Namun, tidak demikian menurut Umar Husein. Menurutnya, meskipun Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi (RDP) belum disahkan, sudah banyak perangkat hukum di negeri ini yang mengatur tentang perlindungan data pribadi seperti UU Perbankan, UU Dokumen Perusahaan, UU Telekomunikasi ITE, UU Dukcapil, UU Kesehatan, hingga UU kearsipan. Sayangnya semua perangkat hukum ini tidak berjalan. Sebagai contoh UU ITE, menurutnya selama ini UU tersebut hanya fokus kepada pornografi, penghinaan, dan sebagainya. Padahal perlindungan data pribadi jauh lebih penting.

Sebenarnya hal ini wajar, karena produk hukum buatan akal manusia senatiasa kontraproduktif, bahkan perangkat hukum seringkali hanya digunakan sesuai hawa nafsu penguasa. Manusia dengan segala kelemahannya, cenderung menyelesaikan masalah hanya dari satu aspek saja.
Jika dianalogikan, sistem perundang-undangan di negeri ini bagaikan membeli banyak ember untuk menampung air hujan akibat kebocoran atap. Setiap ada sisi atap yang bocor, disiapkan satu ember alias satu undang-undang. Sementara kebocoran di titik lain, memakai ember yang lain. Apa harus menunggu semua atap bocor, baru berpikir memperbaiki atap?

Islam, Jalan Terbaik

Dalam Buku berjudul Peraturan Hidup dalam Islam (Nidzomul Islam) karangan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, disebutkan 3 jalan yang ditempuh dalam membuat peraturan perundang-undangan. Jalan pertama adalah akal manusia, jalan ini batil, kontraproduktif. Hasilnya pun mengandung pertentangan, karena tidak mampu mempertemukan dua kepentingan.

Jalan kedua, jalan kompromi, seolah mempertemukan dua kemungkinan, tetapi yang terjadi justru mengatasnamakan kepentingan rakyat demi syahwat penguasa.

Jalan ketiga, wahyu Ilahi. Jalan ini mengakomodasi semua yang dibutuhkan manusia. Keadilan, ketentraman, perlindungan yang terintegrasi dengan ketundukan pada aturan Sang Pencipta. Mengikuti jalan Ilahi adalah pilihan yang rasional, sesuai fitrah, dan menentramkan jiwa. Efektif dan efisien. Manusia cukup menggali dari nash-nash syariat yang ada.

Sebagai contoh, dalam hal keamanan, Islam mewajibkan negara memberikan perlindungan terhadap jiwa, harta, kehormatan, nasab seluruh warga negara. Tidak hanya pejabat saja. Di era digital sekarang, perlindungan ini tak hanya bersifat fisik tapi juga nonfisik. Termasuk perlindungan data.

Seharusnya negara fokus melindungi warga negara. Membentuk sebuah lembaga negara yang bertujuan melindungi data ratusan juta penduduknya. Bukan menjadikan badan tersebut sebagai alat untuk memata-matai warga negara. Apalagi memainkan narasi radikal untuk menciptakan konflik horizontal. Begitupun ketika merancang sebuah regulasi, semestinya peraturan yang lahir bertujuan untuk melindungi warga negaranya dari segala jenis kejahatan, baik di dunia maya maupun di dunia nyata.

Pun dengan aparat yang mengisi lembaga tersebut, harus dipastikan bahwa mereka adalah orang yang profesional dan amanah, melayani kepentingan umat, bukan sekadar melayani kepentingan pejabat.

Cukuplah hadis Rasulullah ini sebagai pengingat tentang besarnya tanggung jawab sebuah amanah. Bagi orang yang menyia-nyiakan amanah, Allah akan mengharamkan surga, sebagaimana Abu Ya’la Ma’qil bin Yasar r.a. berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang diberi tanggung jawab oleh Allah sebuah amanah lalu ia meninggal dalam keadaan menipu tanggung jawabnya, kecuali Allah akan mengharamkan surga.” (Muttafaqun’alaih)

Wallahu’alam bi showab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ari Nurainun, SE Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Putus Sekolah Akibat Negara Bermental Liberalis Kapitalis
Next
Ruang Sesak Oligarki di Balik Megaproyek Ibu Kota Baru
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram