Singapura Takut Rezim Taliban Bangkitkan Terorisme di Asia

"Mengaitkan Islam dengan terorisme adalah sebuah framing jahat. AS dan sekutunya melakukan framing tidak lain adalah untuk menghadang perjuangan penegakan Khilafah. Cita-cita terbesar umat adalah hidup sejahtera di bawah naungan Khilafah. Maka, segala cara akan dilakukan untuk menghadang dakwah dan umat Islam."

Oleh: Miladiah al-Qibthiyah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com
)

NarasiPost.Com-Konflik Taliban-Afghanistan hingga saat ini masih menjadi topik utama di mancanegara. Taliban yang telah berhasil menguasai Afganistan rupanya memberi sinyal kekhawatiran di kawasan Asia. Menteri Dalam Negeri Singapura, K. Shanmugam, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kekuasaan rezim Taliban di Afghanistan bila akhirnya mampu membangkitkan aksi teror di negaranya, yang notabene kawasan Asia.

Dilansir dari Channel NewsAsia, kekhawatiran Shanmugam didasari oleh laporan yang melampirkan rekam jejak Taliban yang kerap melindungi jaringan teroris selama ini. Menurutnya, Taliban adalah tempat yang dibutuhkan calon teroris atau membantu calon teroris keluar untuk melakukan hal-hal buruk. Taliban juga merupakan tempat berlindung yang aman bagi calon teroris di mana mereka dapat berlatih fisik dan memiliki senjata. Hingga mereka dibentuk menjadi radikal, baik fisik maupun pemikirannya.

Kekhawatiran Shanmugam semakin membuncah tatkala ia membahas bahwa Afghanistan memberikan tempat aman bagi kelompok teroris, seperti Al-Qaeda hingga ISIS. Ia khawatir terjadi hal serupa terhadap prospek peningkatan terorisme di kawasan Asia.

Senada dengan Mendagri Singapura, sinyal ketakutan juga datang dari Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne, dalam pidatonya pada Kamis (9/9) yang menyatakan bahwa Australia dan Indonesia harus bekerja sama untuk mencegah Afghanistan menjadi sarang teroris. Rusia dan India juga mengkhawatirkan bibit-bibit teroris di Afghanistan merambah di kawasan ini. Kedua negara ini memercayai jika kelompok militan asing di Afghanistan sangat berpotensi meningkatkan ancaman terorisme di kawasan Asia.

Tidak dimungkiri ada pihak yang menganggap kemenangan Taliban adalah kemenangan kelompok radikal. Mereka khawatir kelompok radikal ini akan membawa pengaruh terhadap kelompok radikal lainnya di mana pun mereka berada. Kekhawatiran dan ketakutan yang mengguncang kawasan Asia bisa jadi akan meningkatkan kembali perang melawan terorisme dunia. Sinyal ini semakin diperkuat ketika dentuman bom Kabul direspon negatif di dunia internasional, semakin memberi bukti adanya jaringan terorisme di Afghanistan.

Persepsi Berbahaya Terorisme

Negara kafir harbi fi'lan, yakni Amerika adalah musuh terbesar umat Islam. Amerika telah berhasil merekayasa opini umum internasional maupun regional melawan serta menghadang kelompok-kelompok Islam yang mereka klaim terorisme. Aksi bejat Amerika telah tampak sejak dekade 70-an yang telah banyak melawan orang yang diklaim sebagai teroris.

Kebengisan Amerika telah mengeksploitasi aksi-aksi yang dilakukan oleh berbagai gerakan politik atau gerakan militer yang tidak mempunyai hubungan dengan Amerika. Tujuannya adalah untuk merealisasikan target-target mereka terhadap sipil. Berbagai dokumen menerangkan bahwa aksi-aksi yang diklaim sebagai aksi terorisme, pada faktanya diamini oleh intel-intel CIA sendiri, seperti pembajakan pesawat TWA di Beirut pada awal 80-an lalu.

Sebagaimana yang diberitakan di media internasional, Amerika telah mengeksploitasi peristiwa peledakan gedung Al Khubar miliknya di Saudi Arabia. Amerika memaksakan 40 rekomendasi yang berkaitan dengan upaya memerangi terorisme pada Konferensi Negara-Negara G-7 yang diselenggarakan di Prancis tahun 1996.

Kemudian pada tahun 1997, Amerika mengeluarkan Undang-Undang Perlawanan terhadap Terorisme yang disetujui oleh Senat Amerika. Hal ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan peristiwa peledakan gedung Pusat Perdagangan Dunia (WTC) di New York dan Kantor Penyelidikan Federal di Oklahoma, yang bahkan saat itu belum diketahui pelaku yang sebenarnya. Aksi Amerika yang hendak memojokkan umat Islam dengan berbagai peristiwanya perlahan menyeret, khususnya gerakan Islam dalam pusaran terorisme.

Undang-undang tersebut semakin memperkuat pengaruh Amerika untuk memata-matai siapa saja dan di mana saja terhadap mereka yang dituduh dan diklaim sebagai teroris. Dari sinilah, Amerika memiliki hak menangkap, menculik serta memberi hukuman berupa sanksi penahanan, penyitaan, deportasi, atau pencabutan kewarganegaraan. Ironisnya, Amerika tidak memberi ruang atau hak kepada pihak tertuduh atau yang diklaim teroris untuk membela diri atau bahkan sekadar hadir di hadapan pengadilan.

Dari sinilah cikal bakal sifat terorisme terhadap negara-negara yang merintangi kepentingan Amerika, seperti Irak, Cina, Libya dan Korea disematkan gelar dan tuduhan teroris. Bukan hanya itu, Amerika lalu mengeneralisasi berbagai gerakan Islam seperti Jama’ah Islamiyah di Mesir, serta FIS di Aljazair, Tanzhimul Jihad, Hamas, dengan memanfaatkan bahwa berbagai peristiwa pemboman yang terjadi di Palestina adalah untuk melawan Yahudi laknatullah.

Kebiadaban Amerika semakin masif memata-matai dan menghantam siapa pun yang diklaim sebagai teroris, baik itu individu, organisasi, partai, ataupun negara, dengan menggunakan kekuatan militernya. Berdasarkan undang-undang, keputusan, dan rekomendasi yang ada, Amerika bisa memperkuat hegemoni politiknya untuk melakukan blokade ekonomi, seperti yang dilakukannya terhadap Libya dan Irak.

Islam Bukan Teroris

Sebagaimana yang dikhawatirkan negara Singapura di kawasan Asia, gerakan Taliban terkesan defensif. Padahal, Islam jelas tidak membenarkan segala bentuk kekerasan fisik, apalagi dengan melakukan pembantaian. Terorisme yang sesungguhnya adalah mereka yang menciptakan istilah terorisme itu sendiri. Amerika dan sekutunya patut diwaspadai upayanya yang gencar melakukan kriminalisasi terhadap sejumlah ajaran Islam, serta menimbulkan ketakutan di hati umat Islam untuk kembali pada syariat Islam kafah.

Umat Islam harus melek. Jangan mau disibukkan dengan isu terorisme bahkan diadu domba demi kepentingan politik global. Sejatinya, Amerika dan sekutunya telah menabuh genderang perang dua ideologi yang masih eksis hari ini yakni ideologi kapitalisme versus Islam. Berbagai program mereka lancarkan untuk menindak kelompok-kelompok yang dicap radikal. Istilah radikal ini pun dialamatkan untuk umat Islam di seluruh dunia yang berseberangan atau menghalangi cengkeraman hegemoni global mereka. Mereka pun menciptakan ide islamophobia yang diembuskan di tengah-tengah masyarakat, tidak lain menjauhkan bahkan menakut-nakuti umat Islam terhadap agamanya sendiri.

Mengaitkan Islam dengan terorisme adalah sebuah framing jahat. AS dan sekutunya melakukan framing tidak lain adalah untuk menghadang perjuangan penegakan Khilafah. Cita-cita terbesar umat adalah hidup sejahtera di bawah naungan Khilafah. Maka, segala cara akan dilakukan untuk menghadang dakwah dan umat Islam.

Maka tidak heran jika pergolakan Taliban dikait-katikan dengan isu terorisme, sebab ide Khilafah telah mengglobal, jika dahulu hanya Hizbut Tahrir yang memiliki pemahaman tentang Khilafah, saat ini banyak gerakan yang juga setuju dengan ide dan ajaran Islam ini. Siapa pun yang menginginkan perubahan dengan jalan Islam, maka posisi mereka sangat jelas dikaitkan dengan terorisme, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.

Negara kafir harbi fi'lan tidak akan menyerah mengaitkan antara Islam (Khilafah) dengan terorisme. Mereka mengembuskan bahwa ide Islam dan ajarannya (Khilafah) amat berbahaya. Baik individu maupun kelompok, bahkan negara sekalipun yang menginginkan Islam (Khilafah) tegak adalah one step (satu langkah) menuju terorisme. Maka, peristiwa Talibah-Afghanistan adalah situasi yang tepat untuk semakin membendung kesadaran akan kewajiban menegakkan ajaran Islam, yakni Khilafah.

Di sinilah urgensitas keberadaan pengemban dakwah, tidak lain adalah menangkis serangan terhadap Islam. Mereka harus berupaya menghapus anggapan bahwa Islam (Khilafah) adalah ajaran yang buruk sebab dianggap mendorong tindakan terorisme. Sama halnya dengan aktivitas jihad fisabilillah yang dikaitkan dengan tindakan bahkan bisa menjadi pemicu bangkitnya terorisme di kawasan Asia. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Miladiah al-Qibthiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Tsaubu Syuhrah
Next
Terima Kasih Sulawesi Selatan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram