Kawin Kontrak: Praktik Ilegal karena Liberalis Nakal

Umar bin Khattab r.a. menyebut nikah mut'ah (kawin kontrak )itu sebagai tindak kemungkaran, pelakunya dirajam karena sama dengan pelaku zina. Di kalangan ulama mazhab, mereka pun bersepakat bahwa nikah mut'ah hukumnya haram dan batil. Pelakunya sama dengan pezina."

Oleh: Uqie Nai

NarasiPost.Com-Di pertengahan Juni 2021, Bupati Cianjur Herman Suherman dibuat berang atas pemberitaan kawin kontrak di wilayahnya. Betapa tidak, Cianjur yang dikenal sebagai kota santri harus tercoreng karena ulah para oknum nakal yang menjadikan wanita tak ubahnya barang belian.
Herman menegaskan dirinya tidak terima jika harkat derajat perempuan diinjak-injak sedemikian rupa hanya karena nafsu dunia berupa iming harta dan hasrat seksual. Oleh sebab itu, pihaknya akan bersegera membuat aturan dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbup) tentang larangan kawin kontrak serta pemberian sanksi terhadap pelakunya. (Tempo.co, 9/6/2021)

Sementara di pihak lain, MUI Kabupaten Cianjur menemukan fakta bahwa para pelaku kawin kontrak bukan saja orang dewasa, tapi juga remaja dan anak-anak. Hal ini tentu merupakan kekhawatiran sekaligus ancaman yang tidak boleh dibiarkan.

Kapitalisme Pemicu Praktik Jahiliah

Kawin kontrak yang kembali mencuat di era modern digital saat ini biasanya terjadi antara warga Indonesia dengan warga negara asing yang berkunjung ke Indonesia. Hal tersebut dilakukan secara ilegal, tersembunyi, dan memiliki komplotan (sindikat) yang memainkan peran sebagai orang tua, saksi, wali, dan amil. Aksi mereka dilakukan terutama di daerah wisata tempat para turis bermukim.

Kawin kontrak atau istilah fikihnya disebut 'nikah mut'ah' adalah nikah yang motivasinya semata penyaluran seksual dalam batas waktu tertentu. Seorang laki-laki dapat menikmati hubungan biologis dengan seorang perempuan dengan imbalan harta tertentu yang telah disepakati. Sementara akadnya dilakukan tidak sesuai dengan rukun dan syarat sah nikah, karena wali dan saksinya hanya rekayasa, sesuai akal-akalan yang dibuat kelompok penyedia kawin kontrak.
Praktik keharaman ini meniadakan tujuan pernikahan yang sebenarnya, yakni untuk membangun mahligai rumah tangga yang permanen, melestarikan keturunan, serta melestarikan umat manusia. Bahkan pemahaman bahwa nikah itu bukan sekadar menghalalkan hubungan seksual, tapi sebagai sarana ketaatan kepada Allah Swt. tidak tercermin dari pelaku kawin kontrak.

Kawin kontrak yang terjadi saat ini tak ubahnya prostitusi terselubung dengan kedok nikah. Para perempuan disajikan sebagai sex provider (penyedia layanan seks). Setelah tubuhnya dinikmati, ditinggalkan begitu saja bahkan tak sedikit menyimpan trauma dan dampak sosial seperti kekerasan seksual, hamil, ketidakjelasan status, baik secara sosial atau hukum.

Pada hakikatnya, kawin kontrak atau prostitusi terselubung yang terjadi di Cianjur atau kawasan Puncak, Bogor karena disebabkan jauhnya individu dari pemahaman syariat Islam yang diadopsi masyarakat melalui aturan negara. Cara pandang kapitalistik sekuleris telah meniadakan konsep halal-haram dan baik-buruk sebagaimana arahan Islam. Pelakunya lebih mengedepankan keuntungan secara materi ketimbang memperhatikan tuntutan agama. Maka selama negara masih mengadopsi aturan sekuler kapitalisme, praktik asusila semisal kawin kontrak sulit dihapuskan. Akan selalu ada laki-laki dengan uangnya memperdaya kaum perempuan yang pemikirannya pun telah teracuni gaya hedonis materialistik.

Pandangan Islam terhadap Kawin Kontrak, Pelaku, serta Sanksinya

Sebelum Islam datang, tradisi kawin kontrak (nikah mut'ah) memang telah menjadi tradisi di muka bumi, termasuk di jazirah Arab saat Islam diturunkan. Bahkan praktik nikah ini masih terjadi di masa Rasulullah saw. yakni masa transisi dari masyarakat jahiliah ke masyarakat Islam. Saat itu, apabila kaum muslimin melakukan perjalanan jauh dan bermukim di suatu daerah, mereka menikahi wanita setempat untuk menjaga harta dan melayani kebutuhannya. Kondisi lainnya ketika perang, para tentara melakukan nikah mut'ah guna menghindarkan diri dari penyimpangan (zina). Namun, pada saat futuh Mekkah 8 H/630 M, Rasulullah saw mengharamkan nikah mut'ah tersebut.

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari menjelaskan bahwa kebolehan nikah mut'ah sudah terhapus (mansukh). Hal ini berdasarkan riwayat Ar-Rabi' bin Sabrah Al-Juhani, dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut'ah. Ketahuilah bahwa Allah Swt. telah mengharamkannya sampai hari kiamat." (HR. Muslim)

Umar bin Khattab r.a. menyebut nikah mut'ah itu sebagai tindak kemungkaran, pelakunya dirajam karena sama dengan pelaku zina. Di kalangan ulama mazhab, mereka pun bersepakat bahwa nikah mut'ah hukumnya haram dan batil. Pelakunya sama dengan pezina, sebagaimana Allah Swt. telah menyatakan secara tegas di dalam Al-Qur'an tentang had zina, baik laki-laki atau perempuan, termasuk juga larangan mendekati zina. "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (TQS. al-Isra [17]: 32)

Dalam ayat yang lain Allah Azza wa Jalla juga berfirman: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." (TQS. an-Nuur [24]: 2)

Berdasarkan ketegasan serta ancaman yang termaktub dalam ayat di atas, maka praktik kawin kontrak saat ini bukanlah tradisi Islam. Jika pun pelakunya berasal dari negeri Arab, bukan berarti bahwa Islam yang mengajarkannya, melainkan sisa tradisi jahiliah yang masih dianut. Islam dijadikan tameng untuk menyalurkan syahwat, dan Islam tidak mungkin melestarikan budaya menjijikkan tersebut.
Islam dan peradabannya yang gemilang memiliki upaya menjauhkan umat manusia dari rangsangan syahwat, di antaranya dengan mendorong para pemuda yang telah mampu untuk menikah karena motivasi kasih sayang dan tuntunan syariat. Sebab, pernikahan yang sesungguhnya adalah untuk menjaga kemuliaan, bukan pemuas nafsu.

Melalui pernikahan, seorang laki-laki akan terjaga pandangannya, kemaluannya, dan garis keturunannya. Begitu pula seorang wanita, melalui pernikahan akan terjamin harkat martabatnya, terjaga kemaluannya dan suci nasab keturunannya. Tali pernikahan yang terjalin dengan akad yang kuat (mitsaaqan ghalizan) harus menampakkan sikap saling menghormati, menghargai pasangan, memuliakan pasangan, bukan memperlakukannya seperti budak seks. Tujuan pernikahan hakiki ini akan terwujud di tengah umat bersamaan dengan lahirnya kembali peradaban gemilang Islam. Masyarakat secara umum merasakan kembali suasana islami, aktivitas islami, serta penerapan sanksi secara syar'i saat institusi penerapnya tegak di muka bumi. Secara otomatis, praktik hedonis, materialistik, liberalistik akan tumbang hingga ke akarnya. Wallahu a'lam bi ash Shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Uqie Nai Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Agar Toxic People Tidak Mewabah, Dunia Mesti Berbenah
Next
Street Woman Fighter Remix Azan, Simbol Islam Dinista, Akankah K-Popers Diam?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram