Islam memberikan sanksi tegas kepada para pelaku homoseksual berupa hukuman mati. Supaya mereka jera dan tidak mengulangi perbuatannya, dan supaya tidak ada lagi orang yang meniru perbuatan mereka.
"Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya."
(HR. Ibnu Majah)
Oleh. Rosmita
NarasiPost.Com-Sungguh aneh tapi nyata. Di negeri mayoritas muslim, pelaku kejahatan pedofilia yang baru bebas dari penjara mendapat sambutan yang luar biasa layaknya orang yang sudah mengharumkan nama bangsa dengan prestasinya. Padahal dia bukan atlit pemenang olimpiade yang mendapat medali emas. Bukan pula pahlawan yang baru pulang dari medan perang. Justru dia adalah seorang penjahat yang kejahatannya telah merusak masa depan generasi bangsa ini.
Sebut saja SJ, seorang penyanyi dangdut berusia 41 tahun yang resmi bebas dari Lapas Cipinang pada Kamis (2/9/2021). Adapun kasus yang menyebabkan SJ dipenjara adalah pelecehan seksual terhadap seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun berinisial DS. SJ terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara.
Namun, ketika SJ bebas malah disambut bak raja dan mendapat kalungan bunga. Tidak hanya itu, bahkan wajahnya kembali wara-wiri di layar kaca dan channel YouTube. Dengan wajah sumringah dan tanpa rasa bersalah pelaku sudah kembali beraktivitas seperti biasa.
Sementara korban masih berjuang untuk bisa mengatasi traumanya. Butuh waktu lama, bahkan seumur hidup bagi korban untuk menghilangkan rasa traumanya. Bahkan bila tidak mendapatkan terapi yang benar, korban kelak bisa menjadi pelaku kejahatan yang sama.
Hal inilah yang membuat banyak orang geram hingga muncul petisi berisi ajakan untuk memboikot SJ yang ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Bahkan petisi ini telah ditandatangani oleh 268.204 orang secara online. (Kompas.com, 6/9/2021)
KPI sebagai pihak yang berwenang mengatur penyelenggaraan penyiaran di tanah air, justru seolah membiarkan mantan narapidana kasus kekerasan seksual kembali eksis di televisi. Banyak kalangan mempertanyakan kinerja KPI hingga muncul kritikan pedas. Salah satunya datang dari Ernest Prakasa melalui instagramnya, Minggu (5/9/2021). "Mantan narapidana pelecehan seksual di bawah umur disambut bagai pahlawan di televisi. Ke mana KPI?"
Mengapa KPI begitu lunak terhadap pelaku kekerasan seksual? Bahkan saat seorang pegawai KPI yang menjadi korban pelecehan seksual oleh tujuh orang pegawai lainnya melapor ke kantor KPI, pelaku hanya dipindahkan divisi kerja tanpa mendapat hukuman. Kasus ini baru diproses justru setelah muncul desakan kuat dari publik. (Republika.co.id, 2/9/2021)
Kekerasan seksual akan terus menjadi wabah yang menjijikan di negeri ini, selama sistem yang diterapkan adalah sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Kebebasan berpendapat dan berperilaku menjadi asas dalam kehidupan sekuler, menyebabkan manusia bebas melakukan penyimpangan. Bahkan pelaku penyimpangan dilindungi dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun hal tersebut bertentangan dengan agama dan fitrah manusia, contohnya adalah perilaku homoseksual.
Islam jelas melarang perbuatan ini, Allah bahkan menurunkan azab kepada kaum Nabi Luth karena telah melakukan hubungan sesama jenis. Dari sisi medis juga jelas bahwa homoseksual adalah penyakit kelainan seksual yang menyebabkan pelakunya terkena penyakit seks menular (AIDS). Oleh karena itu, Islam memberikan sanksi tegas kepada para pelaku homoseksual berupa hukuman mati. Supaya mereka jera dan tidak mengulangi perbuatannya, dan supaya tidak ada lagi orang yang meniru perbuatan mereka.
Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya." (HR. Ibnu Majah)
Selain memberi sanksi tegas kepada para pelaku, negara Islam juga berperan membina ketakwaan individu sehingga muncul kesadaran untuk taat kepada syariat Islam dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Negara juga wajib melindungi akidah umat dengan melarang penyebarluasan opini LGBT melalui media. Berbeda dengan keadaan saat ini, dimana negara terkesan abai dengan rakyatnya. Masyarakat dibiarkan melakukan berbagai penyimpangan, termasuk penyimpangan seksual. Acara-acara yang berbau LGBT dibiarkan bebas tayang. Para pelaku kejahatan seksual tidak diberikan hukuman yang setimpal, sehingga mereka tidak jera dan kerap mengulangi perbuatannya.
Bila hal ini terus dibiarkan, generasi bangsa ini ke depannya akan mengalami kerusakan moral. Tidak ada lagi generasi gemilang, malah azab Allah yang datang. Maka tidak ada cara lain, jika ingin menyelamatkan generasi dari perilaku LGBT adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kafah.
Wallahu a'lam bishshawwab.[]