Melawan Ghazwul Fikr

"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Teenager yang mendapatkan nilai cukup tinggi"

Oleh : Maharani Kusuma Artanti

NarasiPost.Com-Annyeong, Sohibati! Apakah kamu termasuk mereka yang lahir dalam rentang tahun 1995- 2012? Jika iya, kamu adalah bagian dari Generasi Z, yeay!

Selain dikenal sebagai generasi yang lahir dalam kurun waktu 1995 hingga 2012, Generasi Z juga dikenal sebagai generasi yang  akrab dengan dunia digital, bahkan sejak kelahirannya. Hal ini menjadikan Generasi Z sulit untuk memisahkan diri dengan dunia digital. Bahkan, di kemudian hari kondisi ini memunculkan istilah ‘digital native’ dari Marc Prensky yang disematkan pada sebagian besar Generasi Z karena keahliannya dalam dunia digital.

Ya, bagi remaja seperti kita, hidup tanpa internet, telepon seluler, dan media sosial adalah sesuatu yang tidak mudah. Sebab, hanya dengan mengakses satu platform atau aplikasi dari smartphone, kita dapat mengumpulkan banyak informasi. Kelekatan tersebut bahkan memicu kemunculan karakteristik digital, yaitu karakter yang cenderung tidak membedakan kenyataan dan fenomena secara fisik dengan kondisi serupa yang terjadi di dunia digital.

Nah, sebagai bagian dari Generasi Z, ada satu hal yang harus kita perhatikan dari dunia digital loh, Sob.
Dunia digital terutama media sosial dan beragam konten di dalamnya adalah pedang bermata dua. Dia memiliki sisi negatif dan juga sisi positif. Hal ini terjadi karena media sosial memberi kebebasan untuk mengelola akun bagi tiap pengguna, sehingga kebermanfaatan dari media sosial pun bergantung pada pribadi yang menggunakan.

Dari kebebasan inilah, setiap orang dapat melahirkan konten yang sesuai dengan ide yang dimiliki. Biasanya, ide akan muncul karena kita memiliki ketertarikan atau keresahan akan suatu bidang. Kemudian, ide yang ada akan diperkaya dengan informasi saat berada di proses eksekusi. Satu hal yang pasti, manusia menyimpan informasi yang berbeda-beda di dalam otaknya. Maka, tidak heran jika kita sering menjumpai konten minim manfaat di media sosial.

Mirisnya, kita sering mengonsumsi konten tersebut tanpa sadar. Contohnya, tanpa disadari kita termakan paham atau kampanye antah berantah yang dicetuskan seseorang. Oh iya, jika Sohibati perhatikan, akhir-akhir ini beranda media sosial kita sedang ramai membicarakan salah satu contoh kampanye “antah berantah” ini, lho!

Yup, seratus buat Sohibati yang menjawab child free! Mengenai child free, Sohibati bisa membaca dari referensi yang lain ya, salah satunya artikel dari Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS).

Back to topic, ketidaksadaran yang kita alami terjadi karena paham serta kampanye yang menyimpang dari nilai-nilai Islam justru dikemas dengan cantik dan tidak memaksa. Pasukan penyebarnya menjadikan seolah-olah kita yang dengan senang hati menganut paham itu. Kondisi chaos yang kita alami ini disebut dengan perang pemikiran atau Ghazwul Fikri, Sob.

Mengerikannya, Ghazwul Fikr is smooth like butter, like a criminal undercover! Biasanya, paham dan kampanye tersebut dikemas lewat konten 6F, yaitu faith (kepercayaan), finance (keuangan), food (makanan), fashion (gaya berpakaian), film, fiction (fiksi), freedom (kebebasan), dan fandom (kumpulan penggemar).

Yang harus kita ketahui, media sosial merupakan salah satu alat efektif untuk melancarkan agenda perang pemikiran ini lho, Sob! Hal ini terjadi karena media sosial dianggap sebagai tempat bebas berekspresi, sehingga tiap penggunanya memiliki kebebasan untuk menumpahkan segala pendapat di sana. Sebagai remaja muslim, kita adalah target empuk bila tidak menyadari bahwa media sosial adalah arena berlangsungnya Ghazwul Fikri.

Hal ini diperparah dengan keberadaan algoritma. Meskipun hidup di era konten, kita justru kesulitan memfilter konten karena adanya algoritma media sosial. Huft. Benarlah sabda Rasulullah bahwa dunia adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir. Sebab, meski terlihat merdeka, sebenarnya kita sedang dijajah pola pikirnya. Kitalah manusia merdeka yang terjajah, Sohibati.

Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh seorang remaja muslim dalam menyikapi situasi ini?
Mari awali dengan hal yang sederhana, yaitu memiliki kemauan. Sebab tanpa adanya kemauan, perubahan di dalam diri tidak akan tercipta. Sohibati ingat kan, Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga mereka mengubah dirinya sendiri terlebih dahulu? Oleh karena itu, memiliki kemauan adalah satu hal yang penting. Lebih baik lagi jika kemauan Sohibati merupakan kemauan yang kuat, biar tidak mudah mleyot diterpa pendapat yang berseberangan, gitu.

Akan tetapi … kemauan seperti apa yang harus kita tumbuhkan? Tentu saja kemauan untuk menjadi lebih baik, kemauan untuk mencari dan menelaah suatu tren atau kampanye yang sedang digaungkan, kemauan untuk bertanya pada yang lebih mengerti, kemauan untuk bertanya pada diri sendiri, pantaskah aku melihat konten ini? Atau bahkan, pantaskah konten seperti ini berkeliaran luas di media sosial Terakhir, kemauan untuk membentengi diri dari hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Setelah memiliki kemauan, hal yang dapat kita lakukan untuk membentengi diri dari Ghazwul Fikri adalah mempelajarinya. Dengan belajar, kesempatan kita untuk memahami hal tersebut lebih besar dan kepekaan kita terhadap konten-konten berbau Ghazwul Fikri semakin tinggi. Insyaallah, ketika kepekaan kita semakin tinggi, arus Ghazwul Fikri pun dapat kita arungi.

Nah, sebelum mempelajari topik Ghazwul Fikri, jangan lupa perkuat  pengetahuan agama terlebih dahulu ya, Sohibati! 

Last but not least, tetap semangat melawan terjangan Ghazwul Fikr, ya! Fitnah (masalah) yang terjadi di akhir zaman memang sangat berat. Rasulullah sendiri mengumpamakannya sebagai malam yang gelap. Namun, selagi ada Allah, teman yang saleh-salehah, dan tetap berpegang teguh pada ajaran Rasulullah, insyaallah kita dapat melewatinya. Hwaiting, Sohibati![]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Kusuma Artanti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Benalu dalam Keikhlasan
Next
Jangan Menuntut si Kakak Dewasa Terlalu Dini
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram