"Menyatukan dua pribadi dalam satu ikatan pernikahan tidaklah mudah. Pernikahan memang membutuhkan ilmu dan tuntunan, dan yang terbaik adalah yang berasal dari Allah Swt. Karena itu, setiap keluarga muslim akan bersahabat dengan pasangannya dengan makruf."
Oleh: Novida Sari, S.Kom
NarasiPost.Com-Pernikahan di dalam Islam adalah ibadah yang memiliki tuntunan dari Allah Swt. Akan tetapi, kaum feminis dan peradaban Barat telah menuding bahwa perempuan adalah makhluk yang tertindas di dalam Islam. Bahkan, tuduhan paling keji dilontarkan oleh feminis sosialis yang mengatakan bahwa pernikahan merupakan pelacuran terselubung untuk perempuan karena harus tunduk dan patuh pada suaminya secara mutlak.
Model pernikahan yang menindas para perempuan memang terjadi di masa lampau. Perempuan berada di level kedua setelah laki-laki, tidak boleh memiliki harta benda, tidak memiliki hak milik dan kebebasan. Ini terjadi hampir di seluruh peradaban kuno Yunani, Mesir, Cina, Romawi, juga Arab jahiliyah. Akan tetapi, ini tidak ada kaitannya dengan potret peradaban Islam yang dibawa oleh Nabi saw.
Terkadang, ada kekeliruan yang terjadi di tengah keluarga muslim karena menjalankan rumah tangga yang tidak sesuai dengan Islam. Akan tetapi, mereka mengatasnamakan sejalan dengan Islam. Suami menzalimi istri dengan dalih agama, memaksa istri untuk manut agar berbakti dan masuk surga, padahal sebenarnya hanya dipakai sebagai dalih.
Islam telah memberikan peran dan posisi sebagai suami ataupun istri. Peran itu sesuai dengan tempatnya karena berdasarkan pada keinginan Allah Swt., Sang Maha Pencipta. Karena itu, dalam menentukan benar atau salah, tindakan suami maupun istri harus dikembalikan pada wahyu yang merupakan ketetapan Allah Swt. melalui Nabi Muhammad saw., bukan mengikuti adat ataupun kebiasaan masyarakat tertentu yang telah menjadi tradisi, padahal belum tentu sesuai syariat. Hal ini seperti tradisi masyarakat yang menuntut istri untuk betul-betul manut pada suami, tidak boleh membantah ataupun menasihati suami.
Peran Suami dan Istri
Islam telah memberikan porsi yang pas dalam menentukan peran ini, apalagi jika dijalankan oleh tiap keluarga muslim. Sesungguhnya, laki-laki adalah “Qawwam” ataupun pemimpin bagi perempuan. Ini dapat dilihat berdasarkan amanah yang dipikulnya karena ia telah diberikan keunggulan dari perempuan, baik dari akal maupun kekuatan fisik yang bertujuan untuk menjalankan perannya sebagai Qawwam (pemimpin, pelindung). Di sisi lain, laki-laki yang menjadi pemimpin di dalam rumah tangga ini juga membelanjakan hartanya untuk anak dan istri yang menjadi tanggungannya.
Sementara perempuan adalah seorang ummun wa rabbatul bait, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Tugas ini merupakan tugas pokok yang dibebankan kepada perempuan, sebuah tugas yang tidak mudah. Butuh ilmu, kasih sayang, dan kesabaran di dalam menjalankannya, di samping tugas dan kewajiban lain seperti beramar makruf nahi mungkar, juga menuntut ilmu.
Posisi suami sebagai qawwam dan kelebihan yang dimilikinya tidak boleh digunakan untuk menindas istri, termasuk merendahkan, menghinakan, apalagi menzaliminya. Istri memiliki hak untuk mendapatkan pengayoman, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan oleh suami.
Hal ini karena suami adalah imam, sedangkan istri adalah makmum yang mengikuti apa yang dilakukan oleh imam sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Karena itu, tampak bahwa posisi suami istri tidak seperti tudingan masyarakat Barat yang sering memandang sinis terhadap pernikahan. Dalam Islam, pernikahan itu adalah tolong-menolong di dalam kebaikan, sehingga hubungan yang terbangun adalah tolong-menolong di dalam ketakwaan. Dengan begitu, suami memberikan pergaulan seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt. di dalam Surat An Nisa ayat ke 19, yakni “mu’asyarah bil makruf” ataupun bergaul dengan cara yang makruf.
Artinya, Istri adalah pihak yang wajib untuk dijaga dan dihormati oleh suami sehingga tercipta hubungan saling menjaga, melindungi, dan menemani. Tatkala suami memiliki keperluan, maka istri mendukung, begitu juga sebaliknya, suami membantu istri di dalam urusan rumah tangga sebagaimana tabiatnya sahabat yang tolong-menolong di dalam ketakwaan dan kebaikan. Bukan sahabat namanya jika bersikap kasar, menjatuhkan nama baik, apalagi sampai menyakiti.
Begitu juga dengan pengasuhan dan pendidikan anak, tidaklah mutlak berada di bawah tanggung jawab istri, sementara suami hanya mencari uang. Akan tetapi, baik suami maupun istri harus bekerja sama, tolong menolong dalam mendidik anak sesuai dengan visi keluarga muslim, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beliau juga mendidik anak dan keluarganya, serta membantu istrinya, membangun komunikasi yang baik sehingga terbangun hubungan selayaknya sahabat.
Bahkan Rasulullah saw. menyebutkan bahwa “Tidak sempurna iman seseorang sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Oleh karena itu, pasangan adalah sosok yang paling dekat sehingga ia harus dicintai sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
Tempatkan Pasangan Sebagai Sahabat Pendamping
Bukanlah hal mudah untuk membersamai orang asing di dalam kehidupan. Pasangan sejatinya adalah orang asing yang bersedia untuk hidup bersama dalam bingkai pernikahan demi meraih rida Allah Swt. Meskipun telah terjadi perubahan fisik seiring dengan waktu kebersamaan, mulai tumbuh uban, kulit yang melar, kerutan dan perubahan lain, tetapi pasangan tetaplah sesosok sahabat luar biasa yang harus dilindungi dan didampingi.
Tunaikanlah hak dan kewajiban kepada pasangan dengan sebaik-baiknya. Upayakan untuk mendahulukan hak dari pasangan sebelum mendapat hak pribadi, sehingga hubungan pernikahan tetap terjaga keharmonisan dan kedekatannya.
Khatimah
Jika setiap keluarga muslim memahami tuntunan berkeluarga sesuai dengan syariat, maka tidak akan ditemui ujian pernikahan berupa perselingkuhan yang dimurkai oleh Allah Swt. Tidak akan ada keluarga yang bercerai setelah berlangsungnya pernikahan lima atau sepuluh tahun. Juga tidak akan ada kekerasan di dalam rumah tangga. Ini karena konsep di dalam keluarga telah dimiliki.
Pernikahan memang membutuhkan ilmu dan tuntunan, dan yang terbaik adalah yang berasal dari Allah Swt. Karena itu, setiap keluarga muslim akan bersahabat dengan pasangannya dengan makruf. Semoga Allah Swt. menuntun setiap keluarga muslim agar senantiasa mampu bersahabat dengan pasangannya sesuai dengan yang digariskan oleh syariat. Wallahu a’lam.[]
Photo : Pinterest