Ibu Susu untuk Si Bungsu

"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Story"
"Breastfeeding is a journey to elevate iman and brightening generations." (Anonim)

Oleh: Nay Beiskara
( Tim Redaksi NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Buah hati kami yang ketiga diberi nama Muhammad Ismail Lysander Al-Hajj, sebuah doa yang kami persembahkan khusus untuknya. Kami berharap, ia menjadi pemuka kaumnya yang saleh sebagaimana dua Nabi yang tertera di dalam namanya. Tidak hanya itu, kami menginginkan ia menjadi pejuang tangguh dan seorang penakluk sebagaimana pendahulunya, Muhammad Alfatih yang berhasil membebaskan Konstantinopel, kota terkuat dan termegah di zamannya. Karena itu, kami sematkan pula 'Lysander' yang berarti pembebas.

Melahirkan Dede Haji, panggilan untuk buah hati kami dirasa olehku amat penuh perjuangan. Terlebih lagi, kala usianya belum genap dua bulan, qadarullah ia diberikan sakit hingga harus dirawat inap di NICU selama sembilan hari. Setelah berbagai perlakuan dan banyak jenis perawatan dalam inkubator, dokter pun mengizinkan kami untuk membawa Dede Haji pulang. Bahagia tentu kami rasakan. Akan tetapi, kepulangan bayi kami bukanlah tanpa syarat.

Setidaknya ada dua hal yang harus kami lakukan agar pemulihan bayi kami dapat berjalan cepat.

Pertama, kami harus menyediakan box bayi yang di sekelilingnya dilapisi kain pernel atau yang lainnya. Di bagian atasnya diletakkan sebuah lampu. Semua itu dilakukan agar bayi kami tetap dalam kondisi hangat sebagaimana kala berada di inkubator.

Kedua, kami harus men-support gizinya. Dokter menyatakan bahwa sebisa mungkin kami harus mampu memenuhi kebutuhan nutrisi Dede Haji. Karena terus terang, berat badan anak kami amatlah jauh dari ideal. Bobotnya menurun drastis kala sakit dan tidak semudah tersenyum ketika kami harus melakukan upaya untuk menaikkan bobotnya kembali.

Menyuplai nutrisi inilah yang menjadi ladang ujian bagi kami. Dokter pernah menanyakan apakah ASI-ku lancar atau tidak, sudah keluar atau belum. Saat itu, kujawab belum begitu banyak. Akan tetapi, saat dokter menanyakan kembali perihal ASI-ku, dan jawaban yang kuberikan sama, dokter pun menyimpulkan kalau kemungkinan besar aku mengalami stres. Kondisi ini tidak baik untuk seorang ibu yang tengah menyusui. Mengapa? Karena kondisi ibu yang stres akan memengaruhi banyaknya ASI yang keluar, sedang keluarnya ASI membutuhkan hormon bahagia.

Ya benar, mungkin secara zahir aku tidak menampakkan wajah stres dan terpukul, tetapi tidak bisa dimungkiri, tubuhku ternyata merespon dengan kondisi sebaliknya. ASI-ku sedikit sekali dan perlahan-lahan tiada yang menetes sama sekali. Mengetahui kondisiku yang demikian, di sisi lain bayi kami sangat membutuhkan, akhirnya kami mencoba beberapa cara agar ASI-ku kembali lancar.

Aku dan suami memahami bahwa Dede Haji adalah amanah kami berdua. Bukan hanya aku sebagai bundanya yang harus berusaha melakukan relaktasi, tetapi ia sebagai ayahnya pun tak lupa menyediakan apa pun kebutuhan yang sekiranya diperlukan agar tujuan menafkahi bayi kami dengan ASI tercapai.

Tidak sedikit yang kami lakukan untuk meraih tujuan ini. Mulai dari mencari suplemen susu untuk ASI booster, meminum rempah-rempah dan herbal, mengonsumsi pepaya mentah dan daunnya, memakan daun katuk dan ekstrak katuk, jamu tradisional, hingga melakukan pijat oksitosin dan totok punggung.

Apakah berhasil? Qadarullah, Allah memiliki kehendak lain. ASI-ku belum jua kunjung keluar. Bila melihat sahabat-sahabatku yang tengah menyusui ananda mereka, ada sesuatu yang menjalar di dalam hatiku. Rasa iri dan sedih menyatu dalam kalbu. Apalagi bila ada sahabat yang bertanya,

"Si Dede masih ASI?"

Tidak terasa, buliran hangat mengalir melintasi pipiku. Perih rasanya mendapat pertanyaan seperti itu berulang kali. Aku merasa insecure dan tidak sempurna.

Bukan aku tidak ingin menyusui bayiku hingga genap dua tahun sebagaimana perintah Rabb-ku. Bukan pula aku tidak memahami keutamaan menyusui dan ASI untuk nutrisi bayiku. Aku memahami apa perintah yang disampaikan Rabb-ku dalam surat cinta-Nya di dalam Al-Qur'an surat kedua ayat 223.

Aku memahami, di balik aktivitas primitif ini terkandung hikmah yang luar biasa istimewa, baik secara medis maupun agama. Aku juga memahami bahwa pada aktivitas rodhoah (menyusui) ini terdapat hak bayiku. Lebih dari itu, aku memahami pula bahwa aktivitas ini merupakan perjalanan meningkatkan keimananku dan upaya yang fundamental dalam membentuk generasi saleh-salehah.

Memahami itu semua, membuatku lebih down dari sebelumnya. Mungkin di luar aku tampak tegar, tetapi di dalam aku terpuruk. Suami yang melihat keadaanku seperti itu berusaha membesarkan hatiku. Uraian kalimat demi kalimat mampu membuatku lebih bersabar dan ikhlas menerima qada dari Allah Swt.

"Setiap makhluk sudah diciptakan sempurna, apalagi manusia. Mungkin Bunda sudah diberikan instrumen yang sama dengan yang dimiliki perempuan lain, tetapi kadarnya bisa jadi Allah tentukan berbeda. Jangan menyerah, di satu sisi kita harus bersabar bila belum menemukan jalan, tetapi di sisi lain, kita masih bisa berikhtiar semaksimal kemampuan kita. Kita gak diam aja, kan?" Begitulah suami mencoba menenangkanku.

Kami memutuskan untuk tidak berputus asa karena hal itu dilarang oleh agama. Pasti ada hikmah di balik ini semua. Kami yakin itu. Aku tetap berupaya melakukan relaktasi dengan mengonsumsi apa pun yang dapat merangsang keluarnya ASI. Sedang suami, ia berpikir untuk mencari seorang ibu susu untuk Dede Haji, bayi kami.

Sekilas, aku teringat kisah Halimatus Sya'diah yang menjadi ibu susu Baginda Rasulullah saw. Kisah itu sungguh mengandung banyak hikmah. Aku tidak menyangka bahwa kami juga harus mencarikan ibu susu untuk Dede Haji. Mulailah suami bertanya pada sanak saudara yang baru melahirkan. Ia juga bertanya pada para sahabatnya, bilakah ada istrinya yang baru melahirkan, mau berbagi ASI untuk anaknya dengan anakku. Selain itu, suami juga mencari informasi di grup pejuang ASI dan Komunitas ASI Indonesia. Bahkan, suami mencoba mencari di beberapa marketplace.

Tentu saja tidak mudah bagi kami menemukan ibu susu bagi bayi kami. Pasalnya, kami harus memastikan makanan yang dikonsumsi calon ibu susu halal atau tidak, bagaimana dengan riwayat penyakitnya, jenis kelamin anak yang disusuinya apakah laki-laki atau perempuan, dan bagaimana stoknya, apalagi saat ini situasi masih pandemi.

Kami memang spesifik dalam mencari ibu susu. Di antaranya, ibu yang memiliki anak laki-laki. Alasannya, anak yang disusuinya akan menjadi saudara sepersusuan bagi bayiku. Stok ASI-nya pun bukan yang cukup untuk memenuhi 2-3 hari saja, tetapi berkelanjutan hingga sebulan, dua bulan, bahkan hingga genap dua tahun.

Suami sempat mencari di marketplace dan alhamdulillah ada yang membalas chatnya. Akan tetapi, setelah membaca nama bayiku, calon ibu susu ini meminta maaf karena tidak bisa memberikan ASI-nya. Alasannya karena ia adalah seorang nonmuslim.

Subhanallah, begitu panjang usaha kami mencari ibu susu ini. Sehari, dua hari upaya kami tidak menunjukkan hasil. Sementara itu, bayiku terus menangis karena lapar. Mau tidak mau, kami memberikan susu formula sebagai penggantinya. Selang yang terpasang di mulutnya cukup membantu kami untuk memasukkan susu formula langsung ke dalam perutnya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Selang seminggu kemudian, barulah ada kabar dari seorang sahabat. Ia mengabarkan bahwa ada temannya yang sedang mencari penerima donor ASI. ASI temannya luar biasa banyak hingga memenuhi dua freezer di dalam rumahnya. Ingin dibuang, sayang, tetapi bingung juga akan diberikan pada siapa. Mendengar kabar ini, aku bagaikan mendapat durian runtuh. Sungguh rahmat dan pertolongan Allah begitu dekat. Ternyata kami hanya diminta bersabar untuk bait-bait doa kami diijabah oleh Sang Maha Rahman.

Namanya Bunda Septi, ibu muda yang bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit kecil di Bandung. Beliau adalah ibu dari seorang anak laki-laki yang usianya hanya terpaut dua bulan. Ia yang menjadi ibu susu dari bayiku. Alhamdulillah, walaupun hanya dua bulan saja bayiku diberikan ASI olehnya, itu sudah cukup bagiku. Setidaknya, cukup untuk memberikan antobodi bagi anakku. Hal ini karena ternyata ASI-nya di bulan ketiga hanya cukup untuk menyuplai ASI buah hatinya.

Bingung dan gelisah kembali mendera kami. Setelah lepas ASI dari ibu susunya, kami kebingungan memberi nutrisi untuk bayi kami. Pasalnya, saat diberikan susu formula, sepertinya tubuh bayiku menolak. Sudah dua merk susu yang kami coba minumkan, tetapi kembali dimuntahkan. Sementara, ASI-ku telah kering sama sekali. Bayiku kelaparan karena tak ada asupan yang masuk ke dalam tubuhnya.

Seorang sahabat yang mendengar kabar tentang bayiku menyarankan untuk berkonsultasi kepada ahli holistik. Ahli holistik itu memberikan solusi, yakni mengganti susu formula dengan susu kambing. Susu kambing pilihannya tersebut cocok untuk anak usia di bawah satu tahun dengan pemanis yang berasal dari madu. Ia juga menambahkan bila susu kambingnya habis, kami bisa menggantinya dengan air tajin (air yang ada kala mengaron beras menjadi nasi), karena ternyata air tajin hampir mirip komposisinya dengan ASI. Selain itu, air tajin juga mampu menaikkan bobot badan bayi dengan lebih cepat.

Saran dari ahli holistik itu aku coba terapkan. Alhamdulillah, hingga saat ini, aku bisa memenuhi nutrisi bayiku dan menaikkan berat badannya walaupun perlahan. Benarlah adanya, bila kita tidak berputus asa dan menggantungkan seluruh permasalah kita pada-Nya, maka Allah akan memberi jalan keluar dari arah yang tidak pernah disangka. Kini, aku lebih ikhlas dan dapat menerima apa adanya kekurangan diriku, tidak merasa insecure dan selalu mengedepankan husnuzon pada-Nya, bahwa apa yang ditakdirkan untukku, untuk kami, adalah yang terbaik bagi kami. Lebih dari itu, aku bersyukur anak kami mampu bertahan hingga kini. Wallahua'lam.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim NarasiPost.Com
Nay Beiskara Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
“Badai” Putus Kuliah Porak-Porandakan Impian Mahasiswa, Sistem Pendidikan Islam Solusinya
Next
Kemerdekaan sebagai Wujud Keimanan, Apakah Kita Sudah Sepenuhnya Merdeka?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram