Menyelami Eloknya Sebab Kepemilikan Individu dalam Perspektif Islam

"Sebab kepemilikan adalah sebab-sebab perolehan harta asal (yang sebelumnya belum dimiliki), sedangkan sebab pengembangan kepemilikan adalah sebab-sebab untuk meningkatkan jumlah (kuantitas) harta asal, yang sebelumnya sudah diperoleh melalui salah satu sebab kepemilikan."

Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I.
(Tim Redaksi NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Islam hadir dengan keparipurnaannya dalam mengatur sendi-sendi kehidupan manusia. Tidak ada ruang kosong dalam Islam. Betapa Rahman dan Rahim-nya Rabb alam semesta ini, tak membiarkan hambanya tersesat tanpa tahu jalan pulang. Tak hanya Al-Khalik, bahkan Rasulullah saw. pun sangat menyayangi umatnya. Bukan hanya sekadar menyebarkan risalah semata, tapi juga memberikan contoh dan tuntunan agar umat tak kebingungan menerapkan aturan-Nya.

Ekonomi, salah satu lini kehidupan terpenting dan strategis. Islam memberikan perhatian besar. Berbicara mengenai ekonomi, maka banyak sekali cakupannya. Namun, yang akan kita bahas di sini berkaitan dengan sebab-sebab kepemilikan individu.

Urgensi Pembatasan Kepemilikan Individu

Asy-Syar’i (Allah Swt.) telah menetapkan sebab-sebab kepemilikan individu, karena kebutuhan-kebutuhan yang terus berkembang itu ada pada barangnya, bukan pada sistem muamalahnya. Perlu adanya pembatasan kepemilikan individu dengan mekanisme yang sesuai dengan fitrah manusia, karena sejatinya hal ini merupakan salah satu gejala dari naluri manusia untuk mempertahankan diri (gharizah baqa). Tujuannya demi menyelamatkan masyarakat dari keserakahan dan bahaya yang diakibatkan kebebasan kepemilikan individu sebagaimana yang diadopsi sistem ekonomi kapitalisme.

Mengenal Istilah-Istilah Seputar Kepemilikan

Harta (al-mal) adalah apa saja yang bisa menjadi kekayaan, apa pun bentuknya. Sedangkan kepemilikan didefinisikan sebagai perolehan harta melalui salah satu sebab syar’i yang telah diizinkan oleh asy-Syari' (Allah Swt.) sehingga kepemilikan itu sah. Sementara itu, sebab kepemilikan (sabab at-tamalluk) dimaknai sebagai sebab yang bisa menjadikan seseorang memiliki harta tersebut, yang sebelumnya bukanlah miliknya. Adapun barter, apa pun itu bentuknya, tidak termasuk dalam sebab-sebab kepemilikan harta, namun lebih tepat disebut sebab kepemilikan zatnya. Karena, sejak awal sudah memiliki zat itu, kemudian terjadi pertukaran dengan zat lain.

Begitu pula dengan pengembangan harta, semisal hasil sewa rumah dan kios, hasil perdagangan, hasil pertanian, dan lain sebagainya, tidak termasuk kategori sebab-sebab kepemilikan harta. Sebab, meski mendatangkan harta baru, namun harta itu diperoleh dari pengelolaan harta sebelumnya. Jadi, perbedaan signifikan antara sebab-sebab kepemilikan dan sebab-sebab pengembangan kepemilikan sebagai berikut: sebab kepemilikan adalah sebab-sebab perolehan harta asal (yang sebelumnya belum dimiliki), sedangkan sebab pengembangan kepemilikan adalah sebab-sebab untuk meningkatkan jumlah (kuantitas) harta asal, yang sebelumnya sudah diperoleh melalui salah satu sebab kepemilikan.

Sebab-sebab Kepemilikan Individu

Hasil dari pengamatan terhadap hukum-hukum syariat, didapati bahwa ada lima sebab kepemilikan harta bagi individu yakni:

Pertama, bekerja meliputi kontrak kerja (ijarah), kerja sama usaha yang menggabungkan harta/modal dengan tenaga (mudharabah), menghidupkan tanah mati, menggali kandungan dalam perut bumi atau di udara, mengairi lahan pertanian (musaqat), berburu, dan makelar.

Kedua, waris, merupakan salah satu wasilah untuk membagikan harta kekayaan dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya. Hukum waris ini harus diterima apa adanya karena bersifat tawqifi dan tidak memiliki sebab pensyariatan hukum (illat). Adapun dalilnya adalah Surah An-Nisa ayat 11 yang berbunyi, “Allah mensyaratkan kepada kalian tentang (pembagian harta pusaka untuk) anak-anak kalian, yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan, jika anak itu semuanya wanita lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”

Ketiga, kebutuhan atas harta untuk menyambung hidup. Hidup merupakan hak setiap manusia. Seseorang memperoleh kehidupan karena hak, bukan sebagai hadiah atau belas kasihan semata. Seseorang yang terhalang untuk bekerja karena sakit, cacat, tua atau lemah fisiknya maka tidak akan dipaksakan untuk bekerja. Pemenuhan kebutuhannya menjadi tanggungan pihak yang telah diwajibkan menanggung nafkahnya semisal keluarga dan tetangga. Namun, jika mereka pun tak mampu menanggungnya, maka tanggung jawab dilimpahkan pada negara. Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Ma’arij ayat 24-25 yang berbunyi:
Orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”

Abdullah Ibnu Umar pernah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.”

Keempat, pemberian harta negara (i’tha ad-dawlah) kepada rakyat yang diambil dari Baitulmal demi memenuhi kebutuhan hidup atau memanfaatkan kepemilikan harta itu oleh rakyat.

Kelima, harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga. Jenis ini mencakup hubungan antarindividu seperti hibah, hadiah, dan wasiat; menerima harta sebagai kompensasi dari kemudaratan yang menimpa seseorang seperti diat; memperoleh mahar dan harta lain melalui akad nikah; barang temuan (luqathah); dan santunan untuk khalifah dan para pejabat pemerintahan, karena sejatinya mereka tak memperoleh gaji. Santunan ini bukanlah kompensasi dari kerja mereka, namun kompensasi dari menahan diri untuk tidak bekerja (mencari nafkah) tersebab mengurusi urusan kenegaraan yang sangat menyedot perhatian, tenaga, dan pikiran.

Hanya Khilafah yang Mampu Merealisasikan

Maa syaa Allah, betapa paripurna dan manusiawinya Islam dalam mengatur kepemilikan individu. Pengaturan ini mampu meratakan distribusi kekayaan agar bisa dirasakan oleh semua orang dari berbagai kalangan, tanpa takut miskin. Ada perhatian yang besar dari negara kepada individu rakyatnya, kesejahteraan tidak dihitung berdasarkan hitungan angka di atas kertas belaka.

Namun, aturan ini akan sulit direalisasikan jika paradigma negara masih berlandaskan sekularisme yakni memisahkan agama dari negara, juga kapitalisme yang menjadikan hubungan negara dengan rakyat berdasarkan untung rugi. Dalam kacamata kapitalis, pengaturan Islam ini akan dianggap sebagai sebuah kerugian, dan terlalu memanjakan masyarakat karena negara dibebani tanggungan masyarakat lemah.

Butuh institusi yang tepat untuk mendukung paradigma Islam ini, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw. ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Beliau saw. mendirikan Daulah Islamiyah yang menerapkan syariat Islam kafah kepada seluruh warga negaranya. Sepeninggal Rasulullah saw., para sahabat melanjutkan tampuk pemerintahan Islam dengan menamakan institusi itu sebagai Khilafah. Berjaya selama 13 abad, namun runtuh pada tahun 1924. Kini kaum Muslim tak lagi memiliki perisai. Oleh karena itu, Khilafah menjadi kebutuhan dan kewajiban bagi kita semua untuk segera menegakkannya.
Wallahu’alam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Nestapa Generasi Negeri Gema Ripah Loh Jinawi
Next
Puber Dakwah
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram